Tulisan ini disalin ulang oleh LSM PRAKARSA MADANI dari Laporan Peninjauan II Saudara Ali Ibrahim, Mahasiswa Jurusan Ilmu Pendidikan dan Pekerjaan Kemasyarakatan FKIP Univ. Padjadjaran, Bandung, Tahun 1962.

I.      Dasar Undang-undang Adat

Undang-undang adat berdasarkan kepada “wajah nan tigo dan perbetulan nan duo”.

  • Wajah nan tigo yaitu:
  1. Buek
  2. Pakai
  3. Peseko
  • Perbetulan nan duo yaitu:
  1. Perbetulan syara’
  2. Perbetulan adat.
  • Wajah nan Tigo
  1. Buek, ialah semua keputusan-keputusan yang telah disahkan bersama, berdasarkan kata sepakat.
  2. Pakai, ialah kewajiban untuk mematuhi dan menjalankan sesuatu yang telah menjadi keputusan bersama.
  3. Peseko (pusako), ialah apa-apa yang telah menjadi ketetapan bersama, wajib dipatuhi dan dijalankan sampai turun-temurun. Jadi harus dipusakakan kepada anak cucu. Kata-kata adat mengatakan “nan tidak lekang karena panas, nan tidak lapuk karena hujan”.
  • Perbetulan nan Duo
  1. Perbetulan syara’, ialah ajaran-ajaran agama islam. Jadi undang-undang adat yang dibuat berdasarkan ajaran-ajaran agama islam, menurut kata adat “adat besendi syara’, syara’ besendi kitab Allah”.
  2. Perbetulan adat, ialah wajah nan tigo. Wajah nan tigo itu wajib dipakai selama-lamanya hendaklah dijadikan contoh dan diikuti oleh generasi-generasi yang akan datang, menurut kata adat demikian “bersesap berjerami, bertunggul berpemarasan, jalan dirambah yang akan diturut, baju berjahit yang akan disarungkan”.

Segala undang-undang adat yang mengatur berbagai segi kehidupan dijiwai oleh “wajah nan tigo, perbetulan nan duo” tersebut di atas.

II.    Sumpah Karang Setio

Undang-undang adat/perjanjian yang tidak tertulis ini disertai oleh semacam sangsi yang dirumuskan “Sumpah Karang Setio”. Sumpah ini berbunyi sebagai berikut:

Eso duo tigo empek

Empek limo enam tujuh

Barang siapo mengubah buek

Anak balimo mati sepuluh

Keateh tidak berpucuk bulek

Kebawah tidak beurek tunggang

Tengah-tengahnyo digirik kumbang

Bak disapu laman nan panjang

Bak disepai rumah nan gadang

 Maksudnya :

Barangsiapa yang memungkiri perjanjian-perjanjian yang telah dibuat bersama-sama (Undang-undang adat) baik oleh dia sendiri maupun oleh anak cucunya dibelakang hari, maka ia akan dimakan oleh “Sumpah Karang Setio – Buek Purbokalo”. Bila ia telah dimakan oleh sumpah tersebut, maka akan pupuslah semua anak cucunya. Diumpamakan sebagai telah disapu bersih halaman nan panjang.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *