Tengganai Basemen menuturkan bahwa Adat Suku Anak Dalam berasal dari Jambi, sementara Undang berasal dari Minangkabau. Ketika pertemuan adat dengan undang, yang waktu itu orang yang membawa undang bernama Naning Sengalau dan Tebuan Tandang sementara orang yang membawa adat bernama Bayang Pendito dan Semalin Mintan. Ketika terjadi pertemuan orang adat dan orang undang, maka orang adat bertanya kepada pembawa undang. Hal yang ditanyakan adalah, bagaimana kokohnya/kerasnya pegangan undang. Kata orang pembawa undang, pegangan kami sangat kuat. Pegangan kami telintang patah, tebujur lalu, salah mato, mato dicukil, salah lidah, lidah digunting, salah tangan, tangan dikerat. Mendengar penuturan orang undang, maka orang adat sedikit menyindir bahwa pegangan undang tersebut terlalu kejam sekali.
Selanjutnya orang undang mengeluarkan seloko: Sembak di lurut tanggo nan panjang, sembak diguyang antui diguncang, macam ditempuh peluru berantai, bangkitkan perang mak lagi nyo gadih, ayah lagi nyo bujang, maling ikan dalam seruwo semalak simalin mintan.
Seloko ini dibalas lagi oleh Bayang Pendito dan Malin Mintan, May (emas) bejingkek dengan lumbago, may betumbang dengan adat, senggan selutut arung nan darah, senggan sepinggang lambun nan bangkai hidup mati pado beradat dan bapeseko. Ular dipalu jangan nak mati, pemalu jangan nak patah, tanah dipalu jangan nak lembang, menarik rambut dalam tepung, tepung jangan tebayak, rambut jangan nak putuih, dibuang jangan jauh, dibunuh jangan mati.
Kebetulan ketika mereka berseloko tersebut, datanglah ular besar yang sedang mengunggung seekor kodok, akan tetapi kodok tersebut tidak sampai dimakan, bahkan dilepaskan oleh ular tersebut. Tengganai Basemen menjelaskan bahwa dalam kejadian ini adat menjadi pemenang dan kekuatan adat sebagai petunjuk. Hal yang tidak bisa direbut oleh adat adalah pegangan undang tentang 4 (empat) hal yang di atas: mencerak telur (kawin dengan anak sendiri), mandi dipancuran gading (kawin dengan saudara kandung), menikam bumi (kawin dengan isteri orang), melebung dalam (kawin dengan paman kontan). Kerasnya adat Suku Anak Dalam zaman dulu, jika melanggar empat di atas ini hukumannya mati.
Sementara 4 (empat) di bawah, diambil oleh adat, dan menjadi hukum adat Suku Anak Dalam. Yang mana yang empat di bawah? Luko bepampai, mati bebangun, jadi beradat, sarak bepeninggalan.
Selain hukum adat emapt di atas dan empat di bawah, Suku Anak Dalam mengenal pula hukum yang mereka sebut dengan teliti dua belas. Teliti dua belas ini terdiri dari: samun sakal bunuh banun upas racun maling mencuri maling bongkar tipu dayo umbu umbai.