Tujuan Pengelolaan Kawasan
Hutan adat sebagai bagian dari sumberdaya alam yang ada di desa dikelola dengan tujuan sebagai berikut :
- Melestarikan keberadaan hutan sebagai salah satu komponen lingkungan yang memiliki peranan penting bagi kehidupan.
- Memberikan sumber-sumber pendapatan asli desa (PADes) sebagai sumber dukungan dana dalam menggerakkan pembangunan desa.
- Memberikan akses bagi desa dalam mengelola sumberdaya alam hutan yang dimiliki sebagai bentuk implementasi otonomi desa.
Prinsip-prinsip Pengelolaan Kawasan
Prinsip adalah sesuatu yang diyakini apabila dilaksanakan atau diterapkan akan menjadi faktor penentu dalam pencapaian suatu tujuan. Pencapaian tujuan pengelolaan hutan adat akan diyakini mampu diwujudkan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
- Prinsip Pengaturan, yaitu pengelolaan hutan desa harus diatur sedemikian rupa untuk memberikan arah pengelolaan yang jelas. Prinsip ini berorientasi terhadap upaya mempertahankan fungsi.
- Prinsip Pemanfaatan, yaitu pengelolaan hutan desa harus memberikan manfaat bagi seluruh komponen masyarakat desa. Untuk itu dalam pengelolaan hutan desa harus membuka akses yang seluas-luasnya bagi pihak yang ingin memanfaatkan dengan pengaturan pola pemanfaatan secara khusus yang memperhatikan aspek kelestarian dan keberlanjutan.
- Prinsip Perlindungan, yaitu pengelolaan hutan desa harus memuat kaidah-kaidah konservasi yang mampu mempertahankan keanekaragaman flora dan fauna terutama yang tergolong langka dan aspek mempertahankan daya dukung terhadap kualitas lingkungan.
Fungsi Hutan Adat
Pengelolaan hutan adat sebagai bagian dari sumberdaya alam yang dimiliki didasarkan pada aspek pemenuhan jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu pengelolaan hutan adat harus diarahkan terhadap upaya mempertahankan fungsi sehingga keberadaan hutan desa yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang akan tetap terpelihara. Ada tiga fungsi pokok dari hutan desa yang harus tetap dipertahankan, diantaranya :
- Fungsi konservasi, yaitu hutan adat merupakan suatu kawasan perlindungan sumberdaya alam dan perlindungan terhadap kualitas lingkungan yang meliputi aspek ;
- Pelestraian plasma nutfah (flora dan fauna).
- Mempertahankan tata air.
- Pengendali erosi
- Pengendali polusi
- Fungsi ekonomi, yaitu suatu hutan adat yang dikelola diarahkan untuk memberikan nilai secara ekonomis baik dalam pemenuhan kebutuhan individual (bersifat temporal) maupun kebutuhan kolektif (pembangunan desa). Produk hutan kayu dan non kayu bisa dimanfaatkan oleh warga desa dengan pengelolaan terbatas yang diatur sedemikian rupa dengan bertumpu pada aspek kelestarian dan keberlanjutan.
- Fungsi sosial, yaitu suatu hutan adat yang dikelola diarahkan untuk memfasilitasi pencapaian tujuan-tujuan sosial yang meliputi :
- Tempat pengembangan kegiatan-kegiatan penelitian.
- Tempat wisata atau rekreasi
- Tempat penyelenggaraan upacara-upaya ritual yang menjadi keyakinan dan tradisi bagi masyarakat desa.
Pengelolaan Fisik
Keberadaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu secara fisik pada faktanya masih memiliki banyak aspek kelemahan terutama berkenaan dengan luasan, tutupan permukaan, dan pengelolaan ruang.
Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu menurut Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Sarolangun Bangko (sekarang Kabupaten Merangin) Nomor 225 Tahun 1993 tanggal 15 Juni 1993 tercatat memiliki luas sekitar 753,74 ha dengan berpedoman dari peta yang dibuat oleh WWF ID 0094 bersama BAPPEDA Tingkat II Kabupaten Sarolangun Bangko. Berdasarkan hasil pengukuran melalui peta yang dibuat secara bersama oleh masyarakat setempat dengan berlandaskan atas batas-batas yang menjadi kesepakatan awal penetapan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu, tercatat luas hutan Desa Baru Pangkalan Jambu berkisar 1.442,50 ha.
Dalam pelaksanaan pemasangan patok tata batas Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu ternyata tidak mengikuti batas-batas yang menjadi kesepakatan awal yang menurut masyarakat setempat mengikuti batas-batas alam berupa aliran sungai. Pada kenyataannya hal ini pula yang mendorong munculnya kasus pencurian kayu yang pernah terjadi di kawasan Hutan adat Desa Baru Pangkalan Jambu yang dilakukan oleh warga desa dan pihak mitra TNKS.
Dalam mengelola hutan adat, pada dasarnya masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu sudah berorientasi pada fungsi-fungsi ruang dimana mereka menyepakati adanya pembagian ruang dalam kawasan hutan desa tersebut seperti kawasan perlindungan dan kawasan pemanfaatan. Namun pembagian ruang tersebut baru sampai pada tahapan membangun prinsip-prinsip dan sama sekali belum dilakukan pembagian ruang secara khusus. Dan model pembagian ruang yang pernah dilakukan oleh WWF ID 0094 dan BAPPEDA Tingkat II Kabupaten Sarolangun Bangko ternyata tidak tersosialisasi dengan baik yang pada kenyataannya tidak dapat diimplementasikan oleh warga dan organisasi pengelola hutan adat Desa Baru Pangkalan Jambu.
Berdasarkan hasil kesepakatan yang dibangun dalam kegiatan lokakarya di tingkat desa berkenaan dengan rekonstruksi pengelolaan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu, model keruangan yang akan diterapkan dalam pengelolaan kawasan mencakup pembagian ruang-ruang atas tiga pola keruangan, yaitu :
- Ruang perlindungan, meliputi daerah-daerah sekitaran hulu dan bantaran sungai, daerah inum satwa, habitat tanaman langka dan dilindungi, daerah pada kemiringan curam/terjal, dan puncak bukit atau gunung. Ruang perlindungan ini berfungsi sebagai kawasan perlindungan terhadap sumberdaya alam hayati dan non hayati yang tidak boleh dilakukan aktivitas eksploitasi.
- Ruang pemanfaatan, meliputi daerah-daerah di luar ruang perlindungan. Ruang pemanfaatan berfungsi mensuplai produk kayu dan non kayu yang dapat memberikan nilai ekonomis baik bagi desa secara menyeluruh atau bagi warga secara individual yang dimanfaatkan secara terbatas dengan pola khusus, berkesinambungan, dan berorientasi jangka panjang.
- Ruang penyangga, meliputi daerah di luar tata batas kawasan (boundary) yang memiliki interaksi baik secara ekologis maupun sosial dengan keberadaan kawasan. Ruang penyangga berfungsi untuk memberikan daya dukung terhadap upaya mempertahankan fungsi keberadaan ruang perlindungan dan ruang pemanfaatan yang dikelola secara khusus dengan memperhatikan aspek-aspek yang mendukung kelangsungan pengelolaan kawasan.
Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu adalah suatu kawasan hutan yang dikelola yang berorientasi pada aspek perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya alam khsusnya hutan. Warga Desa Baru Pangkalan Jambu mengakses kayu yang berada di kawasan hutan adat untuk kebutuhan pembangunan sarana umum desa. Ada dua sarana pokok yang telah mereka bangun dengan memanfaatkan hasil dari hutan adat yaitu mesjid dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang sebagian dananya merupakan bantuan program ICDP TNKS. Realitas di lapangan menunjukkan bahwa upaya memanfaatkan hutan adat tidak dibarengi dengan upaya melakukan penanaman kembali sehingga kemungkinan suksesi tutupan permukaan jika terus diterapkan pola ini akan membutuhkan waktu yang sangat panjang.
Berdasarkan realitas dan fakta tersebut, maka pada aspek perencanaan pengelolaan fisik kawasan hutan desa ke depan perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :
- Pengukuhan kembali luas hutan desa.
- Penataan patok tata batas hutan desa.
- Pembagian ruang kawasan hutan desa yang berorientasi fungsi.
- Rehabilitasi kawasan penebangan.
Sebagai wujud implementasi dari upaya-upaya tersebut di atas dapat diformulasikan beberapa kegiatan sebagai berikut :
No | Jenis Kegiatan | Tujuan | Strategi | Output |
1 | Pengajuan revisi SK Bupati tentang Pengukuhan Hutan Desa | Memperoleh legitimasi atas pengelolaan kawasan hutan adat | Membuat surat pengajuan Revisi SK dan melakukan perundingan dengan instansi terkait | Diterbitkannya SK Pengukuhan Pengelolaan Hutan Adat |
2 | Penyebaran Informasi | Mensosialisasikan keberadaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu yang dikelola secara otonom untuk mengurangi tekanan dari pihak luar | Membuat liflet dan brosur yang memuat informasi tentang Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu untuk disebarkan ke desa-desa tetangga | Masyarakat desa sekitar mengakui keberadaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu |
3 | Pemasangan Patok Tata Batas Baru | Mensingkronkan keberadaan letak patok tata batas sesuai dengan peta dan batas-batas alam yang disepakati | Membuat patok yang bersifat permanen dan mudah dikenal oleh masyarakat sekitar dan menetapkan titik-titik koordinat letak masing-masing patok | Hutan Adat memiliki batas-batas yang jelas yang ditunjukkan dari keberadaan patok tata batas |
4 | Pembagian Ruang | Memberikan arah pengelolaan Hutan Adat menurut fungsi masing-masing ruang | Memetakan keberadaan ruang-ruang berdasarkan konstruksi yang telah disepakati | Hutan Adat memiliki ruang-ruang dengan fungsi yang jelas. |
5 | Penanaman pohon spesies endemik di kawasan rehabilitasi | Mempertahankan fungsi kawasan dan mencegah kerusakan dalam kawasan | Membuat tempat pembibitan dan pengaturan waktu dan lokasi tanam | Fungsi kawasan dapat dipertahankan |
Organisasi Pengelola
Organisasi pengelola Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu sebagaimana yang sudah ada belum mampu berfungsi sepenuhnya yang disebabkan adanya beberapa kerancuan di dalam komponen strukturnya. Kerancuan pertama yang ditemukan adalah ketidakjelasan garis pertanggungjawaban pengelolaan hutan adat oleh organisasi pengelola. Di samping itu keberadaan struktur yang melibatkan berbagai komponen pengelola organisasi desa (pemerintahan desa, organisasi adat, dan syara’) menjadikan munculnya dualisme fungsi dalam komponen struktur yang ada sehingga hal ini merupakan sebuah potensi untuk melahirkan persaingan kepentingan dan ego kelembagaan dalam pengelolaan hutan adat. Ketidakjelasan fungsi untuk masing-masing komponen yang ada dalam struktur organisasi pengelola juga merupakan suatu kendala yang dihadapi dalam rangka memfungsikan keberadaan organisasi pengelola.
Organisasi pengelola hutan adat bertanggungjawab kepada kepala desa karena mengingat hutan adat merupakan bagian dari wilayah desa yang pengelolaannya merupakan bagian dari pelaksanaan fungsi eksekutif pemerintah desa. Ketua dipilih dan diangkat langsung oleh kepala desa untuk melaksanakan tugas mengkoordinir pengelolaan hutan adat. Oleh sebab itu ketua ditunjuk langsung melalui Surat Keputusan Kepala Desa. Ketua dalam melaksanakan tugasnya menunjuk beberapa staf pembantu yang terdiri dari staf adminstrasi dan keuangan, beberapa orang staf yang menangani bidang pengaturan, bidang perlindungan, dan bidang pemanfaatan. Staf adminstrasi dan keuangan serta staf-staf bidang dalam melaksanakan tugasnya bertanggungjawab kepada kepala desa melalui ketua organaisasi pengelola.
Bidang pengaturan terutama berfungsi mengatur upaya-upaya dalam rangka mempertahankan fungsi-fungsi keruangan. Bidang perlindungan berfungsi melakukan pengamanan kawasan dari gangguan dan tekanan dari dalam dan luar desa. Bidang pemanfaatan berfungsi mengendalikan aspek pemanfaatan produk kawasan untuk kepentingan bersama warga desa.
Penasehat merupakan komponen yang berfungsi memberikan arahan-arahan dalam pengelolaan hutan adat. Komponen penasehat terdiri dari para pemangku adat, pegawai syara’, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan tokoh perempuan.
Berdasarkan hal tersebut maka beberapa aspek yang menjadi kebutuhan dalam upaya penataan struktur organisasi pengelolaan hutan adat adalah :
- Penyusunan ulang komponen dalam struktur organisasi berdasarkan hasil rekonstruksi.
- Penyusunan perangkat kelengkapan organisasi.
- Peningkatan kapasitas komponen organisasi pengelola.
- Penyusunan rencana kerja pengelolaan kawasan hutan adat.
Sebagai wujud implementasi dari upaya-upaya tersebut di atas dapat diformulasikan beberapa kegiatan sebagai berikut :
No | Jenis Kegiatan | Tujuan | Strategi | Output |
1 | Asistensi penataan organisasi pengelola hutan adat | Menyusun personalia organisasi pengelola hutan adat yang memiliki kapasitas dan representatif | Membangun dialog-dialog dan konsultasi dengan multi steakholder | Terbentuknya organisasi pengelola hutan adat yang berkapasitas dan representatif. |
3 | Asistensi penyusunan aturan-aturan dasar organisasi, tata kerja intern, tata kerja ekstern, garis-garis besar haluan organisasi | Melengkapi perangkat organisasi yang dapat menjadi pedoman bagi komponen organisasi pengelola dalam menjalankan organisasi | Membangun pertemuan-pertemuan internal komponen organisasi pengelola yang melibatkan multi steakholder | Adanya aturan dan mekanisme yang jelas dan terarah bagi keberadaan organisasi pengelola hutan adat |
3 | Pembekalan manejemen organisasi pengelola hutan adat | Meningkatkan kapasitas komponen organisasi pengelola hutan adat dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya | Menyusun modul pelatihan dan melaksanakan pelatihan organisasi pengelola hutan adat | Berfungsinya organisasi pengelola hutan adat |
4 | Asistensi penyusunan rencana kerja organisasi pengelola hutan adat | Memberikan gambaran aktivitas bagi organisasi pengelola dalam meningkatkan pengelolaan hutan adat | Membangun pertemuan-pertemuan internal komponen organisasi pengelola yang melibatkan multi steakholder | Adanya program kerja jangka pendek dan jangka panjang bagi organisasi pengelola hutan adat. |
Institusi Pengelolaan Kawasan
Landasan institusional pengelolaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu adalah Surat Keputusan Bupati Nomor 225 Tahun 1993 tanggal 15 Juni 1993 yang memuat aspek legalitas keberadaan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu dan Peraturan Desa Nomor: 01/Perdes/HAD/02/1994 yang ditetapkan pada tanggal 25 Februari 1994 yang memuat aspek pengelolaan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu.
Keberadaan Peraturan Desa Nomor: 01/Perdes/HAD/02/1994 dinilai sudah tidak relevan untuk dipedomani karena banyak aspek yang menjadi kelemahan dan belum diatur. Kelemahan yang menyangkut struktur organisasi pengelola yang sudah mengalami perombakan melalui rekonstruksi bersama merupakan salah satu aspek yang perlu diatur secara tegas melalui peraturan desa. Di samping itu pola pengelolaan ruang sesuai fungsi juga merupakan bagian yang perlu diatur secara tegas. Berangkat dari hasil studi yang dilakukan teridentifikasi beberapa aspek yang berkaitan dengan pengelolaan hutan adat yang perlu diatur ke depan, yaitu :
- Keberadaan kawasan yang melingkupi aspek batas-batas defenitif yang disepakati.
- Model organisasi pengelola dan mekanisme penyelenggaraan organisasi dengan segala kelengkapan perangkat organisasi pengelola.
- Model pengelolaan kawasan yang melingkupi fungsi keruangan sebagai pedoman dalam pengelolaan kawasan.
- Prosedur dan mekanisme penanganan masalah dan konflik dalam pengelolaan kawasan termasuk di dalamnya mengenai tingkatan sanksi.
Sebagai wujud implementasi dari upaya-upaya tersebut di atas dapat diformulasikan beberapa kegiatan sebagai berikut :
No | Jenis Kegiatan | Tujuan | Strategi | Output |
1 | Asistensi penyusunan peraturan desa tentang keberadaan kawasan | Memberikan dasar yang kuat dalam mengelola kawasan hutan adat | Membangun dialog-dialog dan konsultasi dengan multi steakholder | Terbitnya peraturan desa yang mengatur tentang keberadaan kawasan |
2 | Asistensi penyusunan peraturan desa tentang model organisasi dan mekanisme penyelenggaraan organisasi pengelola kawasan | Memberikan dasar yang kuat dalam menetapkan unsur-unsur dalam struktur organisasi pengelola dan pedoman dalam menjalankan organisasi pengelola kawasan | Membangun dialog-dialog dan konsultasi dengan multi steakholder | Terbitnya peraturan desa yang mengatur tentang model organisasi dan mekanisme penyelenggaraan organisasi pengelola kawasan |
3 | Asistensi penyusunan peraturan desa tentang model keruangan pengelolaan kawasan | Memberikan arah yang jelas dalam mengelola kawasan sesuai dengan fungsi-fungsi keruangan pengelolaan kawasan | Membangun dialog-dialog dan konsultasi dengan multi steakholder | Terbitnya peraturan desa yang mengatur model keruangan pengelolaan kawasan |
4 | Asistensi penyusunan peraturan desa tentang prosedur dan mekanisme penanganan masalah dan konflik dalam pengelolaan kawasan | Memberikan arah yang jelas dalam menangani masalah dan konflik dalam pengelolaan kawasan | Membangun dialog-dialog dan konsultasi dengan multi steakholder | Terbitnya peraturan desa yang mengatur prosedur dan mekanisme penanganan masalah dan konflik dalam pengelolaan kawasan |
Pengembangan Jaringan Pengelolaan Kawasan
Di awal penetapan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu, jaringan pengelolaan kawasan melibatkan beberapa komponen penting yaitu pengelola di tingkat desa, WWF ID 0094, dan BAPPEDA Tingkat II Kabupaten Sarolangun Bangko. Jaringan pengelolaan ini terpola karena adanya aspek kepentingan masing-masing yang terkait. Pengelola di tingkat desa secara murni dihadapkan pada aspek kepentingan untuk mengelola kawasan karena merupakan salah satu asset desa yang harus dipertahankan. Sedangkan pihak WWF ID 0094 dinilai terkait dengan kepentingan pelaksanaan Program ICDP TNKS dimana salah satu site-nya adalah Desa baru Pangkalan Jambu yang merupakan salah satu pula desa yang ditetapkan sebagai kawasan penyangga TNKS. Sementara pihak BAPPEDA Tingkat II Sarolangun Bangko dinilai terkait dengan kepentingan Pemerintah Daerah untuk menginisiasi program pengelolaan hutan adat desa.
Jaringan semacam ini sifatnya temporer dan setelah masing-masing kepentingan tercapai maka jaringan itupun mengalami stagnan. Proses pembinaan yang dilakukan oleh WWF ID 0094 mengalami stagnan setelah berakhirnya program ICDP TNKS yang difasilitasinya, sama halnya dengan keberadaan pihak BAPPEDA Tingkat II Kabupaten Sarolangun Bangko yang proses pembinaannya juga mengalami stagnasi setelah penyusunan model keruangan kawasan berakhir.
Dalam pengelolaan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu diperlukan suatu konstruksi jaringan pengelolaan yang luas dan mampu terpola secara jangka panjang. Alasannya adalah bahwa pengelolaan kawasan hutan adat merupakan salah satu model perlindungan sumberdaya yang perlu dikembangkan dan menjadi kebutuhan banyak pihak. Oleh sebab itu, pada tatanan desa khususnya organisasi pengelola sudah harus mampu menjalin hubungan kerjasama dengan berbagai pihak dalam mengelola kawasan. Kebutuhan kerjasama ini bermuara dari aspek upaya meningkatkan pengelolaan kawasan yang tidak hanya berwujud sebagai kawasan perlindungan tetapi juga mampu berfungsi untuk mengembangkan aktivitas-aktivitas yang memberikan kontribusi terhadap desa secara umum.
Berangkat dari kondisi tersebut maka dalam pengelolaan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu, perlu dikembangkan model jaringan pengelolaan yang melibatkan beberapa komponen menurut kepentingan pengembangan kawasan yang meliputi :
- Komponen Pemerintah Daerah dalam hal legalisasi keberadaan kawasan.
- Komponen Unit Pelaksana Teknis TNKS dalam hal keberadaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu sebagai bagian kawasan penyangga TNKS.
- Perguruan Tinggi dalam pengembangan studi dan penelitian di bidang pengelolaan sumberdaya alam.
- Lembaga Swadaya Masyarakat dalam mengembangkan mitra kerja pengelolaan kawasan
- Lembaga donor dalam mendanai program-program pengelolaan kawasan
Berdasarkan hal tersebut, dalam upaya membangun jaringan pengelolaan ini maka perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :
- Membangun komitmen bersama atas dukungan dalam pengelolaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu.
- Pengembangan kader fasilitator desa dan pemandu wisata alam lokal (local ecotourism guide.
Sebagai wujud implementasi dari upaya-upaya tersebut di atas dapat diformulasikan beberapa kegiatan sebagai berikut :
No | Jenis Kegiatan | Tujuan | Strategi | Output |
1 | Mengadakan pertemuan pengelolaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu | Membangun komitmen dan kerjasama serta pembagian peran dalam mendukung pengelolaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu | Workshop dan konsultasi publik | Terbangunnya jaringan pengelolaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu |
2 | Pendidikan kader fasilitator desa | Membentuk kader fasilitator desa yang dapat memfasilitasi pihak-pihak yang akan melakukan aktivitas penelitian dan konservasi di kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu | Penyusunan modul pelatihan dan pelaksanaan pelatihan kader fasilitator desa | Adanya fasilitator desa yang memiliki kapasitas untuk memfasilitasi pelaksanaan kegiatan penelitian dan konservasi dalam kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu |
3 | Pendidikan kader pemandu wisata alam lokal | Membentuk kader pemandu wisata alam lokal yang dapat memandu turis-turis domestik maupun asing yang berkunjung ke kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu | Penyusunan modul pelatihan dan pelaksanaan pelatihan kader pemandu wisata alam lokal | Adanya kader pemandu wisata alam lokal yang mampu memandu turis-turis domestik maupun asing yang berkunjung ke kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu |
Pengembangan Media Komunikasi dan Informasi
Kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu kaya akan keanekaragaman jenis sumberdaya alam hayati yang meliputi flora dan fauna dan menarik untuk pengembangan kegiatan-kegiatan penelitian dan wisata alam. Hal ini menjadi tidak tersosialisasi mengingat penanganan aspek informasi dalam pengelolaan kawasan yang masih terbatas dan dapat dikatakan tidak ada sama sekali. Oleh sebab itu dalam konteks peningkatan pengelolaan kawasan, aspek pengembangan media komunikasi dan informasi berkenaan dengan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangakalan Jambu menjadi penting keberadaannya. Dalam konteks pengembangan dimaksud, beberapa hal yang perlu dilakukan adalah :
- Dokumentasi informasi berkenaan dengan seluruh aspek yang terkait dengan keberadaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu.
- Pengadaan media yang mampu berfungsi sebagai pusat komunikasi dan informasi yang berkenaan dengan keberadaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu.
- Peningkatan kapasitas pengelolaan informasi pengelolaan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu.
Sebagai wujud implementasi dari upaya-upaya tersebut di atas dapat diformulasikan beberapa kegiatan sebagai berikut :
No | Jenis Kegiatan | Tujuan | Strategi | Output |
1 | Penyusunan buku tentang pengelolaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu | Menghimpun semua informasi yang berkaitan dengan pengelolaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu dan menjadikannya sebagai sebuah bahan mata ajar dalam kurikulum muatan lokal | Mengkonsultasikan lay out dan muatan-muatan buku kepada beberapa steakholder | Adanya satu buku yang memuat semua informasi yang berkaitan dengan pengelolaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu |
2 | Pembuatan film tentang pengelolaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu | Mensosialisasikan keberadaan pengelolaan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu melalui media elektronik | Penyusunan naskah dan pengambilan gambar di lapangan | Adanya satu paket informasi pengelolaan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu dalam bentuk tayangan film / compact disk. |
3 | Pembentukan sanggar pembelajaran bersama pengelolaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu | Memberikan wadah dimana setiap pihak dapat memperoleh informasi dan mempelajari model pengelolaan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu | Menetapkan lokasi yang mudah diakses semua pihak dan mengkoleksi informasi yang berkenaan dengan pengelolaan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu | Adanya sanggar pembelajaran bersama pengelolaan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu |
4 | Pendidikan manajemen informasi dan media komunikasi | Memberikan pembekalan bagi pengelola informasi dalam mengelola informasi berkenaan dengan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu | Menyusun modul pelatihan dan melaksanakan pelatihan manajemen informasi dan media komunikasi | Adanya kader yang mampu mengelola informasi dan media komunikasi pengelolaan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu secara baik |