Luas Hutan Adat
- Luas kawasan Hutan Adat Desa (HAD) sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Bupati No. 225 Tahun 1993, tanggal 15 Juni 1993 adalah 753,74 Ha, yang ditandatangani oleh Bupati Sarolangun Bangko waktu itu yakni Bpk Bambang Soekowinarno. Luas yang dinyatakan buku (naratif) sedikit berbeda dengan temuan Tim studi Pemetaan Partisipatif di lapangan, karena ada satu sungai yaitu sungai Ibai yang tidak tergambar di peta SK Bupati tersebut. Salah satu batas alam HAD menurut buku (uraian secara naratif) adalah sungai Supenin dan dalam peta SK Bupati No. 225 Tahun 1993, sungai Supenin yang dimaksud secara naratif adalah sungai Ibai.
- Sampai saat ini, selama ditetapkannya kawasan hutan desa Baru Pangkalan Jambu menjadi HAD, ada dua tumpang tindih luas kawasan HAD.
- Dengan konsesi HPH PT Sarestra I. Kemudian keluar instruksi Bupati untuk mencabut izin operasi PT Sarestra I.
- Dengan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Terdapat sekitar 300 Ha luas HAD tumpang tindih dengan luas HAD berdasarkan SK Bupati. Tumpang tindih luas ini terjadi karena pemasangan tapal batas TNKS dilakukan secara sepihak oleh pihak TNKS (mitra TNKS) dan tidak mengikut sertakan masyarakat lokal desa Baru Pangkalan Jambu (BPJ). Di lapangan tidak ada tata batas yang jelas dari luasan tumpang tindih seperti yang diuraikan di atas, hanya saja Tim Studi Pemetaan Patisipatif (PP) menemukan dua titik tapal batas TNKS, yang jika ditarik garis lurus dari kedua titik tersebut, akan memotong kawasan HAD dengan luasan sekitar 300 Ha.
Pembagian Ruang Kawasan
- Berdasarkan hasil Focuss Group Discussion (FGD), diketahui bahwa, pola pengelolaan HAD oleh masyarakat adat desa BPJ, belum menunjukkan adanya pembagian ruang yang jelas seperti ruang pemanfaatan atau budidaya, ruang interaksi maupun ruang inti kawasan.
- Akan tetapi hasil FGD menunjukkan sebenarnya ada daerah-daerah tertentu yang perlu dipertimbangkan dalam pemanfaatan ataupun pengambilan kayu, seperti: tidak mengambil kayu pada daerah kelerengan lebih dari 450 , tidak mengambil kayu pada daerah pinggir sungai, tidak mengambil kayu pada daerah hulu sungai.
- Hasil FGD juga menunjukkan bahwa ke depan masyarakat berharap HAD perlu dikelola dengan pola ruang yang jelas. Pola pembagian ruang ini tercermin dari pikiran peserta FGD untuk menjadikan daerah Hutan Adat menjadi :
- kawasan budidaya (untuk kawasan datar), agar kawasan HAD juga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat.
- Hutan Adat utuh seperti kelerengan lebih dari 450, pinggir sungai, dan daerah hulu sungai, agar kawasan HAD mampu memberikan perlindungan sumber air dan perlindungan flora serta fauna.
- Hutan Adat sosial, seperti tempat yang memiliki arti khusus (makam keramat, lokasi para dewa), agar terjadi keberlanjutan hubungan sosial antara masyarakat dengan tempat tersebut.
Sejarah Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu
- HAD Baru Pangkalan Jambu ditetapkan melalui SK Bupati No. 225 Tahun 1993, tanggal 15 Juni 1993.
- SK Bupati tersebut berawal dari himbauan Bupati Sarko (Bambang Soekowinarno) kepada 24 desa yang berada di wilayah di Kec Sungai Manau agar membuat Hutan Adat, dimana kriteria wilayah hutan adat tersebut adalah: tidak tumpang tindih dengan desa lain, tidak dilalui oleh jalur transportasi atau mobil. Luas yang diminta waktu itu untuk masing-masing desa adalah seluas 250 Ha. Himbauan tersebut direspon oleh aparat pemerintah desa waktu itu, dan diadakanlah rapat (sidang) di desa yang melibatkan tokoh adat, agama, pemuda dan wakil kelompok perempuan. Hasil sidang memutuskan bahwa daerah yang akan dijadikan HAD adalah kawasan HAD sekarang. Kemudian diusulkan oleh Kepala Desa (Pak Maakat) melalui Surat Kepala Desa Ninik Mamak Desa Baru Pangkalan Jambu Kepada Bupati Kepala Daerah Tingkat II Sarolangun Bangko Tanggal 1 Februari 1993 Nomor 7/Kades/ 2002/1993, tentang Usulan Pembuatan Hutan Adat Desa kepada Bupati. Menurut warga usulan pada waktu itu hanya sekitar 250 HA dimana batas-batas calon HAD berbatasan sebelah Utara dengan Sungai Jernih (batas alam), sebelah Barat dan Timur berbatasan dengan Sungai Pangkalan Jambu, dan Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Supenin.
- Alasan anjuran Bupati adalah :
- Hutan sudah semakin hancur, karena penebangan kayu secara illegal dan karena aktivitas pembalakan kayu oleh konsesi HPH.
- Kepentingan penetapan zonasi kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, dimana Hutan Adat merupakan kawasan buffer zones dari TNKS.
- Hutan Adat flora dan fauna.
PROFIL PARA PENGGAGAS
Gagasan Hutan Adat
- Himbauan Bupati kepada 24 desa di Kec. Sungai Manau.
- Maakat sebagai Kades merespon himbauan Bupati dan melakukan musayawarah-musyawarah di Desa. Musyawarah di desa waktu itu difasilitasi oleh WWF Kerinci (Bpk Tengku Budi, dkk), Secara kebetulan (menurut informasi warga desa) WWF Kerinci, bersama aparat Dinas Kehutanan Kab. Sarko melakukan survei di calon lokasi HAD yang akan diajukan ke Bupati. Kepentingan WWF dan Dinas Kehutanan mungkin dalam rangka penetapan zonasi TNKS yang memang belum ada rencana sama sekali. Karena mempunyai kepentingan yang sama (WWF berkeinginan bahwa HAD menjadi buffer zone TNKS sementara masyarakat berkeinginan calon lokasi tersebut menjadi HAD) maka WWF mendampingi Aparat Desa Baru Pangkalan Jambu untuk mengusulkan kepada Bupati untuk melegal formalkan HAD sesuai dengan anjuran/himbauan Bupati waktu itu.
- Beberapa tokoh yang teridentifikasi sebagai penjawab gagasan Bupati adalah: (Lizaruddin, Ketua, juga sebagai pucuk pimpinan adat dengan gelar Rio Niti Dirajo); (Maakat, Wakil, sebagai Kepala Desa); (Sabarina, Bendahara); (Sabli, Anggota); Elfis; Bahrul K; Zulkarnaen, tokoh masyarakat dengan gelar Dt Bandara Kayo; Mulya Arpan; Mukhtaruddin; (Jahari, Penasehat, dengan gelar Depati Cahyo Negoro).
Kondisi Hutan Adat Sebelum di Keluarkan SK Bupati
- Diyakini bahwa kawasan hutan tersebut merupakan kawasan angker yang mempunyai kekuatan (mungkin untuk menjaga ketersediaan air) sehingga tidak dijamah oleh masyarakat. Kekuatan tersebut seperti: jika ada warga desa atau masyarakat luar desa yang mengambil kayu atau hasil hutan lainnya, maka yang bersangkutan akan ditimpa marabahaya atau bala seperti ditimpa kayu, sakit, ataupun akan mati hanyut. Hal aneh lainnya adalah jika ada orang baru masuk ke wilayah tersebut maka, gerimis akan turun seketika. Disamping itu wilayah HAD tersebut diyakini oleh warga merupakan lintasan Datuk Rajo Bujang (sebutan untuk penunggu Gunung Batuah). Oleh karena itu, dari dulu HAD memang tidak diganggu oleh masyarakat.
Keadaan Masyarakat
- Sewaktu diadakan rapat untuk menjawab himbauan Bupati, semua masyarakat setuju kawasan tersebut dijadikan kawasan hutan adat. Tidak ada satupun kelompok yang menentang pengajuan hutan adat tersebut.
- Kondisi di atas didukung oleh fakta bahwa selain tempat tersebut dipandang angker, sebelum tahun 1986 ada sungai keramat yang biasa mengairi sawah, tetapi setelah bukit dibuka menjadi wilayah perkebunan, air sungaipun mengecil dan tidak lagi cukup untuk mengairi sawah. Kebutuhan air sawah dicukupi dengan menggunakan kincir air.
- Saat ini, melihat begitu meluasnya pengambilan kayu di luar hutan adat, tidak stabilnya debit air sungai Pangkalan Jambu (debit air cepat naik ketika hujan turun bahkan sampai membanjiri desa, sebaliknya debit air itupun cepat turun), dan HAD kaya akan flora (tanaman obat, jenis-jenis kayu) dan fauna, maka masyarakat pun semakin berkeinginan untuk tetap memertahankan dan menjaga HAD desa BPJ.
POLA-POLA PENGELOLAAN HUTAN ADAT OLEH MASYARAKAT LOKAL
Pengelola Kawasan Hutan Adat
- Kawasan HAD dikelola oleh suatu organisasi yang disebut dengan Kelompok Kerja Pengelolaan Hutan Adat.
- Organisasi pengelola ini dimuat dalam Peraturan Desa (Perdes) Nomor: 1/Perdes/HAD/XII/93 dan ditetapkan bulan Desember 1993 kemudian perdes ini diperbaharui dengan Perdes Nomor: 01/Perdes/HAD/02/1994, yang ditetapkan pada tanggal 25 Februari 1994.
- Materi yang tertuang dalam Perdes Nomor: 01/Perdes/HAD/02/1994 tersebut sebagai berikut:
- Ketentuan Umum
- Azas dan tujuan serta fungsi
- Luas letak dan batas wilayah HAD
- Kelembagaan dan tugas serta wewenang
- Kewajiban dan hak masyarakat adat
- Sangsi-sangsi
- Sumber pembiayaan dan pengembangan pengelolaan HAD
- Pada bagian lampiran diuraikan tentang struktur dan tata kerja kelompok kerja HAD desa BPJ.
Pemanfaatan Kawasan HAD
- Menurut aturan yang ada, semua masyarakat desa Baru Pangkalan Jambu memiliki akses terhadap HAD. Tetapi pandangan sebagian besar masyarakat, HAD adalah suatu kawasan lindung yang tidak boleh dijamah ataupun dimanfaatkan sama sekali.
- Ada poin dalam PERDES, untuk keperluan mendesak boleh mengambil kayu tetapi melalui mufakat ninik mamak yang berkordinasi dengan kelompok kerja HAD.
- Pemanfaatan Kayu HAD yang pernah dilakukan untuk kepentingan bersama masyarakat desa :
- Membangun Mesjid (teridentifikasi tokoh Lizaruddin, sebagai Rio Niti; Maakat, sekretaris pembangunan mesjid; Nasaruddin alm, sebagai Kades meminta izin kepada Bupati dan Dinas Kehutanan Sarko untuk mengambil kayu). Izin tidak dapat, tetapi kayu diambil juga dan selama pengambilan dan pengangkutan kayu tidak ada gangguan.
- Dana tambahan untuk pembangunan PLTA Mikro bantuan ICDP TNKS.
- Aturan mengambil kayu adalah: (1) Tebang pilih, mengambil kayu diameter lebih dari 50 cm, (2) Tidak mengambil kayu diketingggian dan kelerengan yang tajam, (3) Tidak mengambil kayu di pinggir dan di hulu sungai, (4) Tidak mengambil kayu yang tidak bisa dimanfaatkan.
Konpensasi Pemanfaatan
Tidak ada konpensasi dalam pengambilan kayu HAD seperti mewajibkan penanaman misalnya Tebang Pilih dan Tanam.
INSTITUSI PENGELOLAAN DAN PERLINDUNGAN HUTAN ADAT
Institusi Pengelolaan Hutan Adat
- Institusi HAD terangkum dalam Perdes Nomor: 1/Perdes/HAD/XII/93 dan ditetapkan bulan Desember 1993 kemudian perdes ini diperbaharui dengan Perdes Nomor: 01/Perdes/HAD/02/1994.
- Perdes 1993 tersebut ditandatangi oleh Kepala Desa (Bpk. Maakat) waktu itu, diinisiasi oleh WWF (terutama Sdr. Tengku Budi dan Sdr. Khusnul ). Kepentingan WWF adalah dalam promosi kegiatan WWF di Prop. Jambi berkaitan dengan pengelolaan buffer zones.
- Perdes 1994 yang bersumber dari Perdes 1993 yang ditandatangani oleh Kepala Desa waktu itu yaitu Alm Nasaruddin. Perdes 1994 ini diinisiasi oleh personil Fasilitator Konservasi Desa (FKD) yang terlibat pada proyek ICDP. Jika diteliti lebih dalam ternyata ada perubahan mendasar dari perdes 1993, berkenaan dengan struktur dan penjelasan tentang kordinator otomatis HAD yang dijabat oleh Rio Niti.
- Diakui oleh sebahagian peserta FGD bahwa Perdes HAD, merupakan inisiasi WWF dan Fasilitator Konservasi Desa ICDP. Kenyataan bahwa sebahagian besar masyarakat belum memahami dengan baik isi perdes tersebut, baik struktur, tugas dan kewenangan maupun hak dan kewajiban masyarakat. .
Struktur Pengelolaan HAD
Ada di Perdes Desa Baru Pangkalan Jambu Nomor 01/Perdes/HAD/02/94
Tugas
- Kordinator Kelompok HAD
- Mengkordinir semua anggota Kelompok Kerja Hutan Adat Desa (KKHAD) dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengelolaan HAD.
- Melaporkan adanya kerusakan dan pelanggaran oleh masyarakat kepada pemerintah Desa dan Lembaga Adat.
- Kepala Desa
- Mengkordinir seluruh anggota kelembagaan desa, sebagai pengendali pelaksanaan teknis lapangan.
- Menegakkan peraturan desa tentang HAD.
- Melakukan pengendalian pelaksanaan teknis lapangan dalam kawasan HAD.
- Mengawasi dan menyelesaikan serta melaksanakan sanksi hukuman yang telah diputus Lembaga Adat Desa.
Hak dan Kewajiban
Hak Masyarakat:
- Mengambil benih dan bibit tumbuhan untuk kepentingan pengayaan dari dalam kawasan HAD untuk dibudidayakan.
- Memanfaatkan potensi HAD sebagai tempat rekresasi sekaligus belajar.
- Memungut hasil hutan berupa bahan baku ramuan obat tradisional tanpa memusnahkan jenis sumber obatan tersebut.
Kewajiban Masyarakat
- Tidak menebang pohon serta memusnahkan jenis tumbuhan sumber makanan satwa secara liar serta jenis tumbuhan induk sebagai sumber benih tanaman budidaya.
- Tidak membunuh binatang yang hidup dan berkembang biak dalam HAD dan dalam kawasan hutan disekitarnya, kecuali binatang tersebut mengancam dan merugikan hajat hidup orang banyak.
- Memelihara, menjaga, memperbaiki dan menghormati patok batas fungsi hutan adat desa dan batas tetap hutan Taman Nasional Kerinci Seblat.
- Tidak membuka dan menggarap perladangan baru serta perluasan lahan budidaya dan membangun pemukiman tetap di dalam HAD.
- Tidak melakukankegiatan pembakaran, baik di dalam maupun di pinggir kawasan HAD.
- Tidak membuang sampah yang tidak dapat dihancurkan dan tidak menggunakan cairan beracun dalam melakukan semua kegiatan di dalam kawasan HAD.
- Menjaga dan memelihara sumber-sumber mata air dan hulu sungai dalam kawaan hutan adat desa.
Sangsi
- Denda kambing 1 ekor dan 20 gantang beras bagi ;
- Menangkap ikan bagi yang menggunakan zat racun atau peralatan listrik.
- Memasang jerat binatang.
- Menangkap binatang atau satwa langka yang dilindungi.
- Mencemari dan merusak hulu sungai dan anak sungai disekitar hutan adat desa.
- Merubah posisi, merusak dan memusnahkan patok batas hutan adat desa, hutan TNKS.
- Denda 1 ekor kerbau dewasa dan 100 gantang beras bagi yang menangkap binatang dan satwa yang dilindungi, menebang kayu untuk tujuan perdagangan dan membuka hutan untuk keperluan usaha.
Pemanfaatan HAD
- Aturan pengambilan kayu HAD: tidak mengambil kayu di hulu sungai, tidak mengambil kayu di tepi sungai, tidak mengambil kayu yang tidak bisa digunakan, dan tidak mengambil kayu pada kelerengan >450 .
- Dalam pengambilan kayu HAD, dibentuk panitia. Panitia mengajukan rencana pengambilan kayu kepada pengurus HAD dan perlu mendapat persetujuan dari ninik mamak. Rencana pengambilan kayu berisi: jenis kayu , lokasi penebangan, kubifikasi, dan jalur keluar kayu sampai ke desa.
- Tim pengawas langsung mengontrol di lapangan.
JARINGAN PENGELOLAAN DAN PERLINDUNGAN HUTAN ADAT
Aktivitas Bersama
Aktivitas-aktivitas bersama yang dilakukan dalam dalam pengelolaan dan perlindungan kawasan teridentifikasi beberapa jenis aktivitas.
- Aktivitas Pengawasan
Organisasi Pengawasan Hutan Adat. Terdiri dari 6 orang personil. Ketua: Bpk Zulkarnain dan Anggota: Tajudin, Mukhtaruddin, Elvis, Mulya Arpan, Muhammad.
- Aktivitas Pengambilan Kayu.
- Organisasi pengambilan kayu terdiri dari 3 orang personil. Ketua adalah Bpk Zulkarnain, Sekretaris Bpk Kari; dan Bendahara Bpk Joni Saputra.
- Pengambilan Kayu untuk Pembuatan Mesjid, tahun 1997. Setelah mendapat izin dari Ninik Mamak dan berkordinasi dengan Pengurus Hutan Adat, panitia pembangunan mesjid ( Bpk. Lijaruddin/Ketua, Bpk Maakat/Sekretaris dan Kades Bpk Nasaruddin) mengajukan permohonan kepada Bupati dan Dinas Kehutanan Sarko untuk pengambilan kayu. Permohonan tidak mendapat jawaban yang memuaskan warga desa, dan ada indikasi bahwa permohonan pengambilan kayu warga ini tidak akan dikabulkan oleh instansi yang berwenang. Pak Maakat, mantan Kades yang lebih banyak mengetahui admistrasi surat menyurat, mengatakan bahwa jika surat dari Desa yang ditujukan ke pada instansi yang lebih tinggi, jika dua bulan tidak ditanggapi secara tertulis, maka surat tersebut berarti tidak bermasalah. Dengan alasan tersebut, maka dilakukanlah pengambilan kayu untuk pembuatan Mesjid dan tidak ada pertanyaan maupun pemrosesan secara hukum terhadap warga berkenaan dengan pengambilan dan pengangkutan kayu tersebut.
- Pengambilan Kayu untuk Melengkapi Dana Pembuatan PLTA Mikro. Dana PLTA yang tersedia sesuai fasilitas proyek ICDP adalah Rp 125 jt. Tetapi sampai saat ini masih PLTA tersebut belum beroperasi karena saluran pembuangan air dari instalasi miro hidro belum dibangun sebagaimana mestinya. Setelah dilakukan kalkulasi ulang tentang biaya yang diperlukan agar PLTA berfungsi, maka pembuatan saluran tersebut diperkirakan membutuhkan biaya skitar Rp 48 juta. Keputusan dari pengurus HAD adalah, bahwa kekurangan dana ini akan ditutupi dengan mengambil kayu HAD.
- Aktivitas Pengamanan
- Melakukan kegiatan monitoring dalam HAD sekali 15 hari.
- Operasi pengamanan yang dikordinir oleh Pak Zulkarnain bersama anggota keamanan lainnya seperti: Tajudin, Mukhtaruddin, Elvis, Muya Arpan, Muhammad. Kegiatan pengamanan terutama dilakukan jika ada laporan dari Pak Jahari, misalnya ada pencurian kayu, maka Pak Zulkarnain langsung memerintahkan anggota untuk memeriksa kondisi lapangan.
Pemilihan Personil
Personil yang duduk dalam pengurus (pengawasan, pengambilan kayu, pengamanan) dipilih dalam musyawarah desa yang melibatkan semua unsur. Legal formal terakhir kepengurusan HAD adalah pada tahun 1994, dan sampai sekarang belum ada aturan atau keputusan maupun Perdes baru yang dikeluarkan mengganti Perdes tahun 1994 tersebut.
FUNGSI KONSERVASI, SOSIAL EKONOMI HUTAN ADAT
Fungsi Kawasan HAD ada dalam PERDES Tahun 1994
Fungsi Konservasi
- Perlindungan sumbr-sumber mata air dan hulu sungai serta pemeliharaan mutu tanah.
- Perlindungan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar untuk memelihara hubungan timbal balik antara unsur-unsur alam seperti pemeliharaan mutu tanah, penyimpanan air tanah, pengadaan zat makanan tumbuhan, pemeliharaan cuaca setempat, dan untuk perkembangbiakan tumbuhan dan hewan.
- Penyangga sumber daya alam atau penyangga perluasan habitat hewan dan tumbuhan bagi Taman Nasional Kerinci Seblat.
Fungsi Ekonomi
- Penyediaan bahan baku hasil hutan ikutan non-kayu untuk mendukung kebutuhan rumah tangga bagi masyarakat yang sangat memerlukan
- Penyediaan sumbr benih dan bibit tumbuhan untuk kepentingan budidaya di daerah pedesan.
Fungsi Sosial
- Pemanfaatan pengembangan wisata alam terbatas, pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian kehutanan untuk peningkatan wawasan, kemampuan dan kesejahteraan masyarakat setempat.
- Pelestarian adat istiadat setempat dalam memelihara sumber daya alam pedesaan.
Catatan
- Sebagian besar peserta FGD tidak memahami fungsi kawasan HAD. Peserta beranggapan bahwa HAD sama dengan Hutan Lindung.
- Sosialisasi Perdes kepada seluruh masyarakat tidak berjalan dengan baik.
JENIS FLORA DAN FAUNA YANG DIKELOLA DAN DILINDUNGI PADA HUTAN ADAT
Jenis Flora dan Fauna
- Jenis Obat-obatan (pasak bumi, legru, aru putih, akar kunyit, brotowali, cendawan susu harimau)
- Jenis Damar
- Jenis Rotan
- Jenis Sialang (untuk madu lebah)
- Jenis Jelutung
- Jenis Buahan Hutan
- Kuaw, Kancil, Kijang, Rusa, Ayam Hutan, Harimau, Siamang, Tupai, Macan, Kambing Hutan,
- Berbagai jenis burung
- Jenis kayu yang diambil (kelukup, meranti dan bayang) dan jenis lainnya (pule, jelutung, duren, Manau, Petai Hutan, Gaharu)
Prediksi Kelangsungan Hidup Flora dan Fauna
- Karena sebagian besar masyarakat memahami HAD sebagai Hutan Lindung, maka flora dan fauna yang ada di HAD akan tetap terjamin keberadaannnya
- Ancaman terhadap kelestarian Flora dan Fauna mencakup:
- Ancaman internal (dari masyarakat desa Baru Pangkalan Jambu), berupa godaan untuk mengambil flora dan fauna yang ada dalam HAD.
- Ancaman eksternal (pencurian kayu dari luar desa), terutama karena HAD kaya dengan berbagai jenis kayu sementara daerah sekitar HAD telah berlangsung illegal logging. Alasan lain adalah adanya anggapan bahwa HAD desa BPJ adalah HA Marga Pangkalan Jambu, yang bisa diakses oleh masyarakat adat Marga Pangkalan Jambu.
PETA MASALAH DAN PETA KONFLIK PENGELOLAAN HUTAN ADAT
Masalah dan Konflik
- Ancaman Internal
Pengambilan kayu oleh warga desa. Pengambilan kayu dilakukan dengan sengaja maupun secara tidak sengaja. Pengambilan secara sengaja misalnya terdeteksi setelah pengurus hutan adat menerima laporan dari Pak Jahari (sebagai pelapor). Setelah tim pengaman memeriksa kondisi lapangan memang terdapat bekas tebangan, namun tidak cukup bukti yang dijadikan dasar tuduhan pencurian kayu. Pengambilan secara tak sengaja, misalnya terjadi sewaktu Pak Maakat menjabat Kepala Desa. Ada perbedaan pandangan antara Pak Maakat dengan Pengurus HAD. Menurut Pak Maakat, kayu yang diambil tersebut bukanlah termasuk ke dalam wilayah HAD. Akan tetapi menurut pengurus HAD, kayu yang diambil termasuk ke dalam wilayah HAD. Pengurus yang berkordinasi dengan ninik mamak menjatuhkan sangsi kambing satu ekor dan beras 20 gantang kepada keluarga Pak Maakat. Tetapi karena Pak Maakat meyakini bahwa kayu tersebut bukan termasuk wilayah HAD, maka sangsi tersebut tidak dijalankan.
- Ancaman Eksternal
- Ada pandangan bahwa HAD desa Baru Pangkalan Jambu merupakan HAD marga pangkalan jambu. Oleh karena itu masyarakat adat marga pangkalan jambu dapat memiliki akses terhadap HAD. Pandangan ini merupakan ancaman terbesar dikemudian hari, lebih lagi daerah lain selain HAD telah telah menjadi sasaran illegal loging, baik oleh masyarakat desa BPJ maupun masyarakat desa sekitar.
- Pencurian kayu oleh mitra TNKS. Tetapi tidak ada bukti kuat karena sewaktu akan dilakukan pemeriksaan lapangan, banjir datang dan kayu yang dicuri hanyut.
- Ada upaya pihak eksternal (pemilik modal) untuk menjadikan HAD sebagai kawasan dengan izin IPKR. Niat dari pihak eksternal ini pernah dibicarakan dengan Tajuddin sebagai Kepala Desa, namun sampai dengan Tim Studi ke lapangan, belum ada jawaban resmi dari pihak Pemerintahan Desa.
- Ada niat untuk membangun sawmill di desa Baru Pangkalan Jambu, namun niat ini mendapat tantangan dari Pak Zulkarnain dengan alasan: sawmill mencemari sawah dan sungai serta sawmill akan menguras sumberdaya kayu dengan cepat termasuk godaan untuk mengambil kayu HAD. Akhirnya sawmill tersebut tidak jadi berdiri.
- Tata Batas dengan TNKS
- Penetapan tata batas TNKS secara sepihak, menyebabkan sekitar lebih kurang 300 Ha Hutan Adat masuk ke dalam wilayah TNKS. Setelah dilakukan upaya dialog dengan pihak TNKS Bangko, ternyata terdapat perbedaan pandangan antara masyarakat dengan pihak TNKS. Masyarakat berpandangan bahwa luas HAD sesuai dengan SK Bupati yakni seluas 754,55 HA dengan batas-batas Utara dengan Sungai Jernih (batas alam), sebelah Barat dan Timur berbatasan dengan Sungai Pangkalan Jambu, dan Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Supenin. Sementara dipihak TNKS berpandangan bahwa batas TNKS sesuai dengan SK Menteri.
- Ada indikasi bahwa pemasangan patok TNKS di tengah HAD adalah akibat perbuatan oknum mitra TNKS. Oknum mitra TNKS ini diduga telah mencuri kayu HAD. Alasan mitra TNKS adalah bahwa kayu yang diambil adalah kayu negara.
- Pernah dilakukan upaya dialog dengan Bappeda Sarko (yang ikut pertemuan Pak Maakat, Pak Zul, Pak Lizaruddin, Mulya Arpan dan Saberina), dan terjadi ketegangan antara masyarakat dengan pihak Bappeda. Tidak ada penyelesaian perbedaan pandangan tersebut waktu itu dan sampai sekarang ini.
PANDANGAN WARGA DESA TERHADAP PENGELOLAAN HUTAN ADAT
Informasi Pengelolaan
- Sosialisasi HAD sangat kurang, masyarakat cenderung memahami HAD sebagai kawasan hutan lindung.
- Sosialisasi sebaiknya jangan hanya di mesjid saja, karena kaum ibu mempunyai halangan ke mesjid. Sebaiknya sosialisasi tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan desa juga dilakukan di langgar dan bahkan jika bisa dibuat papan pengumuman.
- Pemahaman terhadap organisasi pengelola di tingkat personil yang duduk dalam struktur pengelola HAD sangat minim. Apalagi pemahaman organisasi pengelolaan HAD ini di tingkat masyarakat luas, artinya sebahagian besar masyarakat kurang memahami struktur, kewenangan, tugas dan hak serta kewajiban masyarakat.
Kepentingan Warga terhadap HAD
- Warga menyadari bahwa HAD perlu untuk perlindungan tata air. Buktinya jika hujan datang dalam waktu yang tidak lama, air sungai meluap dengan cepat dan turun dengan waktu yang cepat juga.
- Warga juga menyadari bahwa HAD perlu untuk perlindungan Flora dan Fauna.
- Disadari juga bahwa kawasan HAD banyak mengandung jenis tumbuhan obat-obatan.
- HAD juga dapat menyediakan kebutuhan kayu untuk kepentingan bersama masyarakat desa.
Harapan
- Ada warga desa yang berpendapat bahwa HAD jangan diganggu lagi. Artinya HAD dipelihara saja agar terjamin kelestariannya.
- Argumen di atas didasarkan atas fakta bahwa ada ide untuk mendirikan madrasah, kemudian setelah kayu ditebang, maka pengelolaan dan pertanggung jawabannya tidak jelas lagi.
- Disamping harapan di atas, ada juga warga yang berpendapat bahwa HAD bisa saja diambil kayunya asalkan untuk kepentingan bersama.
- Diharapkan bahwa pengurus HAD transparan / terbuka memberikan laporan atas sangsi-sangsi yang diberikan. Pernah ada sangsi denda 500.000 kepada seseorang tetapi tidak tahun kemana perginya uang tersebut.