Pasca dilakukan Workshop Forum Kemitraan Pembangunan Sosial Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi, tanggal 16 – 18 Juni 2019, Prakarsa Madani mengambil inisiatif melakukan pertemuan dengan para Temenggung dan Tengganai untuk menggali permasalahan-permasalahan yang mungkin belum terkamomodasi dalam Workshop di Golden Harvest tersebut. Pertemuan dilakukan di Balai Pertemuan desa Bukit Suban tanggal 29 Juni 2019.
Beberapa hal yang mengemuka didiskusikan dalam pertemuan ini diantaranya:
- Persoalan jual beli lahan oleh Suku Anak Dalam
- Persoalan konflik lahan
- Persoalan fasilitas sekolah dan air bersih pada kelompok Temenggung Ngepas.
Secara umum, Komunitas Suku Anak Dalam sudah merasa resah dengan proses jual beli lahan yang dilakukan oleh komunitas. Proses jual beli lahan ini terutama terjadi karena adanya kebutuhan-kebutuhan jangka pendek seperti untuk perkawinan, yang menurut komunitas, aturan perkawinan saat ini telah jauh menyimpang dari apa yang dipahami komunitas pada masa lalu. Selain itu jual beli lahan juga disebabkan karena adanya kebutuhan berbagai fasilitas kekinian seperti untuk membeli kendaraan, genset dan handphone. Jika kondisi ini terus di biarkan, maka suatu saat nanti komunitas SAD tidak lagi akan mempunyai lahan untuk melakukan aktivitas pertanian guna memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Forum diskusi mengharapkan adanya pertemuan lebih lanjut yang membahas aturan-aturan adat terkait soal jual beli lahan ini dan sekaligus aturan-aturan adat terkait dengan perkawinan.
Terkait dengan konflik lahan, para Temenggung dan Tengganai mengakui, bahwa tidak ada lagi konflik lahan baik dengan pihak TNBD maupun dengan pihak perusahaan yang berada di sekitar pemukiman SAD. Diakui oleh Tengganai H. Jaelani bahwa komunitas SAD memang memiliki pohon-pohon yang mereka lindungi, seperti Tenggeris, Setubung Anak, dan Sialang. Dan ketika pohon-pohon ini di tumbang oleh orang/perusahaan HPH, maka komunitas SAD menetapkan denda kepada pihak-pihak tersebut. Tengganai H. Jaelani menegaskan bahwa semua denda yang diminta kepada pihak-pihak tersebut, telah ditunaikan oleh mereka, dan dengan demikian tidak adalagi persoalan terkait dengan sumberdaya kayu yang dilestarikan oleh komunitas SAD.
Salah satu masalah yang mengemuka di kemukakan oleh Temenggung Ngepas pada waktu pertemuan tersebut adalah tidak adanya fasilitas sekolah dan fasilitas air minum untuk kelompok temenggung ini. Saat ini sekolah anak-anak dilakukan di rumah Temenggung Ngepas. karena belum ada fasilitas sekolah. Menurut Temenggung kondisi ini tentu tidak baik untuk jangka panjang dan tentunya juga akan menganggu kenyamanan Temenggung dan keluarganya. Terkait dengan air bersih, Temenggung Ngepas menegaskan diwilayah pemukimannya sumber air terbatas, terutama pada musim kemarau seperti sekarang ini. Keluarga-keluarga sudah kesulitan mendapatkan air bersih dan juga menimbulkan masalah bagi ternak kura-kura yang dibudidayakan oleh kelompok Temenggung Ngepas ini.