Wawancara Tenaga Lapang Prakarsa Madani dengan salah satu Temenggung di Air Hitam.
- Menurut Temenggung G, ada beberapa kelompok yang berupaya menuntut lahan di salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit. Kelompok tersebut adalah kelompok Njalo, Ninjo, Meriau dan Selambai.
- Ada ditengarai issue yang tidak benar, menyangkut Suku Anak Dalam, Contoh ada orang yang meninggal setelah berkunjung ke hutan Taman Nasional Bukit 12, namun berita yang beredar adalah meninggalnya orang tersebut, karena santet dari Suku Anak Dalam.
- Ada juga teman-teman penggiat lapang, mengatakan bahwa pemerintah tidak benar, TNBD tidak benar, Camat tidak benar, Bupati tidak benar dan Gubernur tidak benar dan di kampanyekan di luar negeri dan luar negeripun percaya terhadap berita yang di kampanyekan tersebut.
- Selain itu, berita-berita tidak benar juga disiarkan oleh berbagai media seperti youtube. Salah satu contoh adalah apa yang diviralkan oleh BBC News Indonesia, dengan link youtubenya: https://www.youtube.com/watch?v=oCO0GQM8vYY
- Berdasarkan cuplikan video tersebut (menit 05.54), diketahui bahwa “Salah seorang Suku Anak Dalam mengkui bahwa di masa dahulu, mereka mudah untuk mendapatkan akses bahan pangan dari hutan, dan hutanpun sekarang sudah hilang serta akhirnya mereka terpaksa makan buah kelapa sawit”.
-
Begitu juga, laporan HRW yang dirilis 22 September 2019 yang berjudul: “When We Lost the Forest, We Lost Everything” ….
menceritakan seorang perempuan Suku Anak Dalam bernama Maliau. Menurut laporan tersebut, Maliau, seorang perempuan suku Anak Rimba dan ibu dari sembilan anak, kesulitan bertahan hidup dari lahan yang dulu menghidupi sukunya, namun kini hancur akibat perkebunan kelapa sawit yang mulai beroperasi di sana hampir tiga dekade lalu. Kekeliruan informasi ini terletak pada titik waktu pengamatan yang dilakukan oleh reporter HRW tersebut. Pada galibnya di daerah kecamatan Air Hitam, dulunya wilayah Marga Air Hitam, mulai dari tahun 70 an, telah beroperasi perusahaan konsesi (Hak Pengusahaan Hutan). Ada PT. Alas Kusuma, PT. TGL dan PT. Sumber Mas. Pada tahun 1980, pemerintah membuka daerah transmigrasi Hitam Ulu (Hitam Ulu I sampai dengan Hitam Ulu V). Setelah itu baru kemudian menyusul pembukaan wilayah transmigrasi Hitan Ulu, sampai Hitam Ulu XV. Tahun 1987, pemerintah RI menetapkan wilayah pengembaraan Suku Anak Dalam menjadi Cagar Biosfir dengan luas 29.485 Ha. Dalam waktu bersamaan pemerintah mengundang dan menunjuk PT SAL-1 sebagai pelaksana program pengembangan PIR Trans Kelapa Sawit, melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No 353/ Kpts / KB.510 / 6 / 1987. Menilik kronologis di atas dapat disimpulkan bahwa apa yang dikemukakan oleh HRW dalam laporannya, bahwa perusahaan kelapa sawit telah menghancurkan wilayah hutan di kecamatan Air Hitam atau wilayah Marga Air Hitam, tidak benar.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!