REKAMAN PROSES TEMU KAMPUNG / MUSYAWARAH TOKOH MASYARAKAT DAN ADAT DI DESA TELENTAM

(NEGOSIASI PARA PIHAK)

 Materi pertemuan     : Musyawarah Tokoh Masyarakat dan Adat Rembuk bersama antara pihak yaitu Desa Telentam dan Desa Ngaol dalam hal menyepakati batas-batas wilayah administratif Desa Telentam.

Hari/Tanggal :  Kamis, 15 Mei 2003

Tempat              :  Rumah Hasan Dusun Tengah Desa Telentam

Waktu               : Jam 10.13 s/d 14.30 WIB

Fasilitator         :  Abdul Hadison

Co Fasilitator  : Idris Sardi

Pencatat Proses : Ibnu Adrian (Dudung)

Peserta Mustodat      :

No Nama Utusan
1 Z. Umar Kepala Desa Telentam
2 Hasan Tokoh Adat Desa Telentam
3 Abdullah (Bedul) Tokoh Masyarakat Desa Telentam
4 Ansori Tokoh Pemuda Desa Telentam
5 Idil Kepala Desa Ngaol
6 M. Nur Tokoh Adat Desa Ngaol
7 Tando Tokoh Pemuda Desa Ngaol
8 Najmi AM Ketua BPD Desa Ngaol

Rekaman Proses :

Kegiatan ini dimulai langsung ke point permasalahan yaitu menentukan batas-batas antara Desa Ngaol dengan Desa Telentam. Hal ini terjadi karena dua hal, pertama; dari proses pengkondisian (Pra mustodat), tim yang datang ke Desa Ngaol (satu orang dari tim program & satu orang warga Desa Telentam) sudah cukup dikenal sehingga dalam proses sosialisasi tentang maksud dan tujuan kegiatan serta program sendiri dapat dengan mudah dipahami ditandai dengan kesadaran warga Ngaol akan pentingnya batas wilayah yang jelas untuk administratif desa dan pembangunan serta pengembangan desa, kedua ; warga Ngaol dan Desa Telentam  berasal dari satu keturunan dimana menurut sejarah negerinya Desa Ngaol dibangun oleh kakak tertua (Datuk Paduko Rajo), Desa Air Liki dibangun oleh kakak tengah (Datuk Langkah Besar) dan Desa Telentam oleh adik yang bungsu (Datuk Rajo Moyang = perempuan). Jadi kekerabatan yang sangat erat ini harus dipelihara sehingga proses yang terbangun dalam    musyawarah (mustodat) lebih kurang layaknya adik-beradik berbincang-bincang, tanpa harus difasilitasi atau dipandu betul. Dalam proses ini dimulai dengan pembicaraan batas wilayah Rajo (dimana dulunya) wilayah tiga desa tersebut masih dalam wilayah kekuasaaan Rajo Mendaro Langit, Terutung- Kerinci). Untuk melihat kembali batas wilayah “ negri nan betigo” semua  peserta menyerahkan penjelasannya kepada Bapak Moh. Nur (mantan kades, mantan Datuk Paduko Rajo dan sekarang bergelar Datuk Melintang Bumi). Dalam rangka mengikuti musyawarah batas ini ternyata sang datuk telah mempersiapkan beberapa bahan yang berupa tulisan-tulisan tempo dulu dan sebuah “tembo” yang berisikan kejelasan titik-titik batas mulai dari wilayah ‘ rantau nan tigo’ (Air Liki, Ngaol, Telentam) dan batas antara masing-masing negri. Bapak Moh.Nur mencoba menguraikan batas-batas dan menunjukkan di dalam sebuah peta yang juga telah dibawanya.(sebuah peta topografi yang didapatnya sejak dulu), beliau menegaskan batas ke negri Ngaol dengan negeri Telentam “ Negeri telentam berbatas dengan Negeri Ngaol mulai dari Lubuk Kalilawar yang ada disungai Malanca naik ke Bulut Lipai terus menuju Bulut Durian turun ke hulu sungai nan kecil lepas ke Sungai Selayau”. Wilayah selatan Batang Telentam diatur oleh Datuk Rajo Moyang sedangkan wilayah selatan Batang Ngaol diatur oleh Datuk Paduko Rajo, bagi anak negeri nan tigo boleh masuk membuka kebun/behumo di tanah rajo dengan dibawah pengaturan tiga datuk tersebut. Dari penjelasan tersebut tiap peseta paham bahwa : 1). terdapat ‘tanah rajo “’ di tiap wilayah negeri (red : sekarang desa), jadi dari keterangan tersebut diketahui ada 2 wilayah ‘tanah rajo’ antara Desa Telentam dan Desa Ngaol ( lihat sketsa), 2). batas antara negeri Telentam dan Ngaol tidak langsung bertemu di bagian rimbonya (terdapat tanah rajo yang memisahkan batas wilayah 2 desa), 3). ada atau terdapat wilayah yang bisa dimanfaatkan bersama oleh warga 3 desa ( Air Liki, Ngaol dan Telentam), 4). perlu adanya kesepakatan baru yang mengatur tentang batas wilayah administratif antar desa agar dapat memudahkan pemanfaatan sumber daya dan pengaturan administratif yang berhubungan dengan tatanan sosial dan pemanfaatan lahan masyarakat serta tetap menjamin ketersediaan lahan dan menjaga keutuhan sumber daya untuk anak cucu di kemudian hari.

Selama proses ini berlangsung semua peserta mencermati dengan baik diselingi gurauan-gurauan, antara Kades Ngaol dan Telentam terdengar perbincangan akan rencana memasukkan perusahaan perkebunan di sekitar daerah Sungai Selayau.

Proses selanjutnya fasilitator mengajak semua peserta fokus membicarakan penentuan batas baru dan membangun kesepakatan terhadap batas yang nanti dihasilkan.

Fasilitator :                   Baiklah mamak-mamak dan datuk-datuk sekalian setelah kita melihat kondisi  wilayah kita tadi dimana ada wilayah tanah negeri ( Telentam dan Ngaol)  dan ada “tanah rajo” maka sekarang silahkan siapa yang lebih dulu akan menyampaikan usulan batas baru untuk dijadikan batas wilayah administrasi desa (diam sesaaat untuk melihat respon peserta) bagaimana kalau dari Telentam duluan!

Kades Telentam          : Yo, kalau ambo terserah mamak (sambil menunjuk datuk Melintang Bumi dari Ngaol)

Pernyataan Kades Telentam disambut senyuman peserta sedangkan Pak Moh.Nur (Datuk Melintang Bumi dari Ngaol) diam agak bingung lalu menegaskan bahwa batas dari orang tua dulu ada di Lubuk Kalilawar dalam Sei. Malanca.

Kades Telentam          : Itu iyo, kini yang bebateh ke rimbonyo kemano?

Peserta saling berbisik kembali bergurau.

Fasilitator                    : (sambil tersenyum) Saya pikir kita yang beradik kakak  ini saling terbuka saja, silahkan memberikan penawaran yang tentunya sudah dipersiapkan berdasarkan musyawarah yang sudah dilakukan di kampung atau desa masing-masing  baiklah saya coba sampaikan berdasarkan hasil musyawarah ninik mamak di Telentam batas wilayah administrasi desa adalah seperti ini (sketsa terlampir)

Setelah itu para utusan dari Ngaol mendengar dan memperhatikan dengan cermat, semuanya terdiam.

Datuk Moh. Nur          : Batas negeri Telentam kalo menurut suri-suri batas rang tuo dulu ‘ ninik nau terbang’ mulai dari Lubuk Kalilawar di Sei. Malanca terus menuju Lubuk Batu Guling lepas ke Bukit Lipai mengikuti pematang menuju  Bukit Durian dan turun ke hulu Sei. Mau  Kecil dan memotong Sei. Selayau (Lubuk Batu Tunggul). Untuk wilayah selatannya;mulai dari Sei. Malnca naik ke pematang parit dan turun ke Lubuk Gambir terus ke G. Senggirik lepas di Batang Maliki.

Kades Telentam          : Iyo itu benar, tapi kini ko kito nak membuek batas baru karena batas nan itu masih ado tanah-tanah rajo yang boleh dimanfaatkan anak nan tigo negeri.

Hal itu dibenarkan oleh Kades Ngaol (datuk Paduko rajo), ditegakkanya “ maka dari itu kini kita datang ke Telentam untuk membuat kesepakatan batas baru untuk mempertegaskan batas administratif desa, agar anak-anak kito yang sudah membuka ladang/ behumo mendapat kejelasan & ketegasan peserta sekalian sepakat /setuju akan maksud yang disampaikan oleh Kades Ngaol maka kembali para peserta berfikir kembali tentang kesepakatan batas baru yang akan dihasilkan (Masing-masing  mencoba mengkaji kembali)

Idris Sardi                   : Saya  ada usul, begini ; bagaimana jika batas wilayah desa tetap pada batas lama dan untuk tanah-tanah rajo kita petakan juga serta dibuat atau dipertegas peruntukan pemanfaatannya untuk anak cucu yang berasal dari 3 negeri ( Air Liki, Ngaol, Telentam) dalam bentuk piagam kesepakatan 3 desa tersebut.

Dari usul tersebut, para peserta mencoba melihat wilayah “ tanah rajo” yang terdapat diantara Desa Telentam dan Ngaol. Identifikasi wilayah tanah rajo ini dilakukan diatas Peta Topografi yang telah diperbesar skalanya ( 1:50 000 menjadi 1: 25000) Hasil pembahasan dan Identifikasi secara jelas memperlihatkan terdapat dua wilayah “tanah rajo” yang terletak di wilayah bagian utara dan dibagian selatan . (Hasil digambarkan ulang baik diatas peta topografi  maupun sketsa batas wilayah).

Pada awalnya usul Sdr. Idris Sardi diterima oleh semua peserta kemudian Pak Kades Telentam berpendapat: menurut saya yang kita lakukan adalah membuat atau mempertegas batas wilayah administratif desa jadi bagaimana jika 2 wilayah tersebut masuk ke wilayah telentam tetapi status atau penggunaannya tetap oleh anak nan 3 negeri (Air Liki, Ngaol,Telentam).

Kades Ngaol               : Itu boleh juga,tapi bagaimana jika dibagi 2 (tengah-tengahnya), bagaimana mak? (bertanya ke Datuk Melintang Bumi- Moh. Nur)

Moh.Nur                     : Ya terserah saja asal dapat disepakati dan tetap dapat dibuka oleh warga /masyarakat yang ada di 3 desa tersebut.

Idris Sardi                   :  Bagaimana jika wilayah tanah rajo tersebut tetap kita petakan dan mengenai penggunaannya serta batas-batasnya dibuat piagam kesepakatannya dan kita tanda tangani bersama termasuk juga masyarakat Desa Air Liki, Ngaol dan Telentam jadi apakah masih ada tanah rajo yang lain, apakah antara Desa Ngaol dan Desa Air Liki masih terdapat lokasi tanah rajo?

Kades Ngaol               : Ooh, tentu saja ada seperti di wilayah Bukit 7 pintu koto dan banyak lagi yang lain.

Datuk Moh. Nur          : coba saya bacakan tembo lamo

Selama Datuk Moh.Nur membaca tembo semua peserta mendengarkan dan coba mereka-reka wilayah yang dimaksud, setelah selesai baru semua peserta menyadari luas wilayah “ ninik mau terbang” yang sampai ke beberapa kabupaten (Pelepat , Bungo) hingga ke wilayah kab. Kerinci terus ke Sumatera Barat, setelah itu Datuk Moh. Nur menjelaskan bahwa dulunya Kerinci Residenan Sumatera Barat. (Tembo tersebut ditandatangai oleh seorang Controleur Belanda tahun 1897).

Fasilitator                    : Jadi kalo begitu bagaimana kita membuat ‘batas wilayah negeri baru (Rekontruksi batas) yang tujuannya jelas untuk mempertegas wilayah administrasi desa sedangkan sistem pemanfaatannya seudah jelas dan dilahirkan dalam betuk piagam kesepakatan.

Kades Ngaol: Ya saya setuju itu, kita selesaikan dulu batas Ngaol dan Telentam.

Semua peserta sepakat, kemudian Kades Telentam bertanya: jadi bagaimana mak kalo kito buek batas Telentam- Ngaol ke barat mulai dari Lubuk Kalilawar naik ke pematang Padun Meranting terus mengikuti pematang menuju Bukit Bakabut jadi pas di tengah-tengah antara Batang Telentam dan Batang Ngaol turun ke Batang Selayau sedangkan ke bagian selatan mulai dari Lubuk kalilawar naik ke Bukit Pematang parit turun ke Talun Tujuh.

Moh.Nur (Ngaol)        : Atau begini sajalah karena saat ini Datuk Rajo Gemuyang tidak ada, tadi sudah dijemput dio dak bisa karena lagi gotong royong maka tawarannya apakah adik (Telentam) mau ambil yang bawah (sampai Batang Maliki) atau ambil yang atas (kampung Selayau) silahkan diskusikan dulu baru hasilnya dibawa atau kita ketemu lagi di Pesanggrahan Ngaol.

Semua peserta sepakat, dan Kades Telentam berjanji untuk bertemu di Ngaol dan membawa rombongan.

Fasilitator                    : saya liat dari tadi abang (Ngaol) diam dan seolah-olah ada yang masih dibingungkan atau dirisaukan, kalo lah benar mungkin ada yang difikirkan silahkan disampaikan sebelum kita tutup.

Tando                          : Iyo, ado yang ambo risaukan mengenai batas kito dari Lubuk Kalilawar ke pematang Padun Meranting, disitu banyak sekali jurai-jurai (pematang) jadi Sungai Salak itu masuk wilayah desa mano? Sebab ambo lah ada yang membuek kebun di situ dengan beberapa kawan dan dak ado orang Telentam yang masuk ke situ.

Kades Telentam          : O… kalo itu dak jadi masalah , Sei. Salak kan sebelah mudik dan kalo lah dimasuki oleh orang Ngaol ( tidak ada orang Telentam)  dan dalam pembuatan batas kita tidak secara “ tembak lurus” (pake kompas agar tepat lurus ) ya kan dik?

Fasilitator                    : Iya ,betul sekali yang kita gunakan adalah GPS seperti ini alatnya dan dalam pengambilan titik batas juga diikuti oleh utusan dari masing-masing desa. Tapi yang menarik juga disampaikan oleh abang tadi menurut saya yang ingin abang tegaskan adalah masalah hak pemanfaatan lahan dan untuk itu kan sudah kita sepakati tadi bahwa batas yang kita buat bukanlah batas wilayah kelola/pemanfaatan tapi batas administrasi yang memudahkan kita dalam hal kepengurusan formal/ yang berhubungan dengan pemerintah, jadi silahkan saja siapa yang memanfaatkannya salah satu  anak dari tigo negeri.

Kemudian acara ini selesai dengan konsekuensi menunggu masyarakat desa Telentam berembuk/mustodat kembali atas tawaran yang diberikan Ngaol dan berjanji akan diselesaikan/diselenggarakan dalam minggu ini. selanjutnya semua peserta makan bersama sebelum pulang ke tempat masing-masing.

Hasil Pertemuan :

 Dari pertemuan ini belum dapat dicapai kata sepakat untuk batas-batas desa, karena kepala desa tidak berani mengambil keputusan tanpa kehadiran Datuk Rajo Gemuyang sebagai Pimpinan Adat tertinggi Desa Telentam, namun kedua belah pihak bersepakat untuk mengadakan pertemuan ulang dimana pihak dari Desa Ngaol bersedia untuk menjadi tuan rumah pada pertemuan selanjutnya.

— 00000 —

 

 

 

 

 

 

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *