Luas Lubuk Larangan

  • Ketika ditanyakan tentang luas lubuk larangan, peserta FGD agak kebingungan menentukan luas yang pasti dari LR karena selama ini tidak pernah dilakukan pengukuran luas tersebut.
  • Menurut Surat Keputusan Desa Telentam Nomor 7 tahun 1994, Panjang kawasan Lubuk Taman Ciri adalah 300 meter, Lubuk Pesong sepanjang 500 meter dan Lubuk Batu Cagak sepanjang 75 meter. Sementara itu menurut SK Bupati KDH TK II Kabupaten SARKO, luas Lubuk Batu Taman Ciri adalah 500 meter.
  • Sampai saat ini Lubuk Larangan yang dikelola sepenuhnya oleh masyarakat adalah Lubuk Pesong dan Lubuk Ampelu. Berkenaan dengan luas ke dua Lubuk Larangan ini, ketika ditanyakan kepada peserta FGD, juga tidak ada jawaban yang pasti dari peserta FGD.

Pembagian Ruang Kawasan

  • Lubuk Larangan Desa Telentam dapat dikategorikan atas 3 jenis; Pertama, Lubuk Batu Ciri, yakni lubuk yang dikelola oleh Dinas Perikanan yang tujuannya sebagai lubuk inti atau reservat; Kedua, Lubuk Penyangga (Lubuk Lanca Bemban) yang berfungsi sebagai penyangga Lubuk Inti; Ketiga, Lubuk Pesong dan Ampelu yang digunakan untuk kepentingan warga desa.
  • Pembagian lubuk ini didasarkan atas kepentingan :
  1. Lubuk Batu Ciri: sebagai kawasan suaka (reservat) ikan, sering juga disebut sebagai lubuk inti, bertujuan sebagai perlindungan habitat berbagai jenis ikan yang terdapat di Sungai Tabir.
  2. Lubuk Lanca Bemban: sebagai kawasan penyangga, bertujuan sebagai penyangga fisik untuk lubuk taman ciri. Disamping itu Lubuk Lanca Bemban juga ditujukan sebagai perluasan habitat (tempat main) ikan yang ada di lubuk taman ciri.
  3. Lubuk Ampelu dan Pesong: sebagai kawasan lubuk larangan yang dapat dipanen, bertujuan menggalang atau mengumpulkan dana untuk pembangunan Mesjid desa Telentam.

SEJARAH DAN LATAR BELAKANG PENETAPAN LUBUK LARANGAN

Sejarah Lubuk Larangan Desa Telentam

  • Lubuk Larangan Desa Telentam ditetapkan pertama kali tahun 1992. Ide pembuatan lubuk larangan bersumber dari pengalaman di Muara Ngaol. Pasirah Ulu Tabir yang memperoleh informasi bahwa di Muara Buat Muara Bungo berhasil dikembangkan semacam lubuk larangan. Sekitar tahun 1970, Pasirah Ulu Tabir mengadopsi pengalaman Muara Buat dan membuat lubuk larangan di di Muara Ngaol. Masyarakat Telentam melihat pengalaman Ngaol yang berhasil mengumpulkan dana dan menginginkan juga membuat Lubuk Larangan.
  • Masyarakat mengusulkan kepada orang adat, yang waktu itu Datuk Rajo Gemoyang dijabat oleh Bapak Makson. Usulan ini ditindak lanjuti kemudian sekitar tahun 1992 ditetapkan Lubuk Pesong sebagai lubuk larangan.
  • Dulu tiap dusun ada peruntukan lubuk; Lubuk Cadak untuk Dusun Rumah Panjang; Lubuk Batu Guling untuk Dusun Kampung Tengah; Lubuk Pesong untuk Dusun Rumah Gedang dan Guguk; dan Lubuk Ampelu untuk Dusun Kandang.
  • Karena Lubuk Cadak dan Batu Guling gagal, maka pada tanggal 14 Oktober 1994 Kepala Desa mengeluarkan Surat Keputusan Desa nomor 7 tahun 1994, menetapkan beberapa kawasan menjadi lubuk larangan:
  1. Lubuk Taman Ciri sebagai lubuk penyangga dengan panjang 300 meter.
  2. Lubuk Pesong sebagai lubuk inti dengan panjang 500 meter.
  3. Lubuk Batu Cagak sebagai lubuk penyangga dengan panjang 75 meter.
  • Tahun 1995 melalui Keputusan Desa Nomor 34 tahun 1995, diserahkan pengelolaan Lubuk Taman Ciri dan Lubuk Lanca Bemban kepada Pemerintah Daerah TK II Sarolangun Bangko.
  • Melalui Surat Keputusan Bupati Nomor 135 tahun 1996, yang ditandatangani tanggal 25 Januari 1996, ditetapkanlah lubuk Taman Ciri desa Telentam sebagai suaka ikan (reservat) serta lubuk Lanca Bemban sebagai lubuk penyangga.
  • Saat ini hanya dua lubuk Lubuk Pesong dan Ampelu yang benar-benar dikelola oleh masyarakat Desa Telentam.

 PROFIL PARA PENGGAGAS

Gagasan Lubuk Larangan

Gagasan pembuatan Lubuk Larangan bersumber dari masyarakat luas. Tidak teridentifikasi siapa tokoh orang perorangan maupun kelompok sebagai penggagas pembuatan Lubuk Larangan. Gagasan dari masyarakat ini diteruskan kepada Datuk Rajo Gemoyang yang waktu itu dijabat oleh Bapak Makson. Dibawah kepemimpinan beliau Kerapatan Adat desa Telentam menetapkan bahwa Lubuk Pesong menjadi Lubuk Larangan.

Keadaan Masyarakat

  • Pada awalnya argumen penetapan Lubuk Larangan adalah karena masyarakat butuh dana pembangunan mesjid, iuran sulit dipungut dari masyarakat karena kondisi ekonomi yang memprihatinkan. Argumen lain adalah banyaknya pendatang dari luar desa yang menangkap ikan, dan dikhawatirkan populasi maupun jenis ikan akan berkurang, maka dibuatlah Lubuk Larangan di desa Telentam.
  • Saat ini argumen tersebut masih tetap berlaku dan dipertahankan, ditambah oleh kenyataan sekarang populasi dan jenis ikan makin lama semakin berkurang di Sungai Tabir. Oleh karena itu sebahagian besar warga berpendapat bahwa Lubuk Larangan perlu dilestarikan.

POLA PENGELOLAAN LUBUK LARANGAN OLEH MASYARAKAT LOKAL

 Pengelola Lubuk Larangan

  • Lubuk Larangan (Pesong dan Ampelu) dikelola oleh organisasi Benang Tigo Sapilin (Kerapatan Adat Desa Telentam, kaum Syara’, dan Pemerintahan Desa).
  • Lubuk Taman Ciri (Reservat) dan Lubuk Lanca Bemban (Penyangga) di kelola oleh Dinas Perikanan. Sementara berkaitan dengan keamanan dan kelestariannya masyarakat masih bertanggung jawab.
  • Belum ada pembagian peran dan tanggung jawab yang jelas dari Benang Tigo Sapilin untuk mengelola Lubuk Larangan.

Pemanfaatan Lubuk Larangan

  • Lubuk Penyangga pernah dipanen dua kali. Panen pertama hasilnya 30 % untuk desa dan 20 % untuk karang taruna. Panen kedua dilakukan dengan cara lelang, hasilnya 40 % untuk mesjid dan 10 % untuk karang taruna.
  • Pemanenan Lubuk Pengangga ini telah diatur dalam SK Bupati Nomor 135 Tahun 1996, dimana dalam SK tersebut dinyatakan bahwa interval pemanenan adalah dalam jangka waktu 1 sampai 2 tahun dan pemanenan diatur oleh Kepala Desa Telentam.
  • Di Lubuk Penyangga juga boleh dilakukan pemancingan. Harinya ditetapkan pada hari sabtu malam minggu. Tetapi orang belum ramai karena penetapan hari yang kurang tepat. Biasanya yang dapatng adalah rombongan pedagang yang aktivitasnya begitu sibuk pada hari sabtu dan minggu.
  • Lubuk Larangan (pesong dan ampelu) dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan mesjid Desa Telentam.
  • Dalam pemanfaatan/panen, kerapatan adat, pegawai syara’ dan pemdes membentuk panitia pemanenan dan panitia ini bertanggung jawab penuh kepada Benang Tigo Sapilin.

Konpensasi Pemanfaatan

Belum ada teridentifikasi berbagai bentuk konpensasi dalam pemanenan Lubuk Larangan, seperti pemberian pakan, pelepasan benih, penanaman tumbuhan pakan disekitar sungai, dan lainnya.

INSTITUSI PENGELOLAAN DAN PERLINDUNGAN LUBUK LARANGAN

 Institusi Pengelolaan Lubuk Larangan

  • Belum ada peraturan desa ataupun peraturan tertulis tentang institusi pengelola Lubuk Larangan. Belum ada juga kejelasan struktur pengelola serta belum ada juga penjelasan tertulis tentang hak dan kewajiban masyarakat secara umum.
  • Dari hasil FGD, diperoleh informasi bahwa Benang Tigo Sapilin adalah lembaga yang diakui sebagai pengelola/pengatur Lubuk Larangan. Belum ada kejelasan kewenangan institusi pengaturan Lubuk Larangan Desa Telentam
  • Institusi yang ada dan dapat dicermati oleh Tim SP berkaitan dengan Lubuk Larangan adalah institusi pemanenan dan institusi pengawasan.

Institusi Pemanenan Lubuk Larangan

  • Dalam rapat yang dihadiri oleh Benang Tigo Sapilin, dibentuk panitia pemanenan Lubuk Larangan, ditetapkan pembagian hasil panen, ditetapkan tata tertib pemanenan, dan ditentukan waktu panen.
  • Panitia bertanggung jawab penuh kepada Benang Tigo Sapilin.
  • Sesuai dengan keputusan rapat tersebut alokasi pembagian hasil panen Lubuk Larangan adalah sebagai berikut:
  1. Tim pengawasan/pemelihara: 30 % dari hasil panen.
  2. Kerapatan Adat: Rp 100.000/lubuk
  3. Selebihnya untuk pembangunan mesjid.
  • Tata tertib Pemanenan adalah:
  1. Jala biasa, karcisnya : Rp 15.000/jala
  2. Jala menggunakan biduk, karcisnya : Rp 20.000/jala
  3. Menembak Dewasa, karcisnya : Rp 15.000/senapan
  4. Menembak Anak-anak, karcisnya : Rp 5.000/senapan
  5. Pukat atau Jaring, karcisnya : Rp 15.000/jaring

Institusi Pengawasan/Pemeliharaan Lubuk Larangan

  • Tim Yasinan 40 ditugaskan mengawasi dan memelihara keamanan Lubuk Larangan dari berbagai gangguan terhadap LR seperti pencurian, peracunan dan lainnya.
  • Tim Yasinan memperoleh 30 persen dari hasil panen Lubuk Larangan.
  • Tim Yasinan melakukan aktivitas pembacaan yasin minimal satu kali dalam seminggu.
  • Keanggotaan tim yasinan bersifat terbuka, artinya siapa saja warga desa dapat berpartisipasi dan bergabung ke dalam tim pengawasan/pemeliharaan ini.

JARINGAN PENGELOLAAN DAN PERLINDUNGAN LUBUK LARANGAN

Aktivitas Bersama

  • Aktivitas-aktivitas bersama yang dilakukan dalam dalam pengelolaan dan perlindungan Lubuk Larangan teridentifikasi beberapa jenis aktivitas.
  1. Aktivitas Pengawasan dan Pengamanan

Pengawasan di Lubuk Larangan Ampelu dan Pesong serta Taman Ciri dan penyangga, dilakukan oleh kelompok Yasinan 40, yang beranggotakan 12 orang. Pengawasan oleh Yasinan ini baru dilakukan pada tahun 2003 ini. Tahun-tahun sebelumnya pengawasan dilakukan oleh kerapatan adat sendiri, namun pencurian atau kecolongan tetap terjadi. Semenjak ada Yasinan 40, maka kecolongan dapat dihindarkan.

  1. Aktivitas Pemanenan Lubuk Larangan.
  • Dalam pemanenan, kerapatan adat Desa Telentam membentuk panitia pemanenan.
  • Panitia Pemanenan Lubuk Larangan adalah:

Pelindung:

  1. Datuk Rajo Gemoyang
  2. Kepala Desa

Ketua I

Ketua II

Sekretaris

Bendahara

Keamanan

Perlengkapan

Humas

Pemilihan Personil

  • Personil yang duduk dalam organisasi pengawasan ditetapkan secara terbuka dalam musyawarah. Artinya tidak ada batasan jumlah tertentu dari organisasi pengawasan dan pengamanan ini.
  • Personil yang duduk dalam panitia panen lubuk larangan dipilih dalam musyawarah yang dihadiri oleh Benang Tigo Sapilin. Tidak ada indikasi bahwa personil yang duduk dalam panitia terkait secara genealogis maupun teritorial.
  • Dalam rapat tersebut, tidak dijelaskan secara rinci tugas dan kewenangan personil yang duduk dalam panitia panen.
  • Berdasarkan pengalaman panen tahun 2003 dapat diidentifikasi tugas dan wewenang dari panitia panen.
  1. Pelindung
  2. Bertanggung jawab penuh terhadap kelancaran proses pemanenan lubuk larangan.
  3. Membuka secara resmi pemanenan dengan tanda melemparkan jala ke dalam lubuk larangan yang akan dipanen.
  4. Ketua I dan II
  5. Bertanggung jawab dalam pelaksanaan panen, mulai dari persiapan sampai masa panen tiba.
  6. Mengkordinasikan seluruh kegiatan pemanenan Lubuk Larangan.
  7. Sekretaris
  8. Mempersiapkan administrasi pemanenan berupa pengumuman, undangan, tata tertib panen dan tanda-tanda peserta.
  9. Menerima pendaftaran peserta dan membukukan pendaftaran tersebut dengan baik.
  10. Bendahara
  11. Membukukan pendaftaran peserta bersama sekretaris.
  12. Melaporkan perolehan dana dalam rapat panitia.
  13. Mengalokasikan pembagian dana sesuai dengan kesepakatan dalam rapat.
  14. Keamanan
  15. Menjaga ketertiban peserta sebelum waktu panen dimulai
  16. Menjaga keamanan secara keseluruhan sewaktu panen
  17. Memantau kecurangan-kecurangan yang terjadi sebelum panen dan selama panen berlangsung.
  18. Perlengkapan
  19. Mempersiapkan perlengkapan yang dibutuhkan pada waktu panen seperti pengeras suara, meja, kursi, tanda peserta.
  20. Mengkordinasikan perlengkapan pra panen seperti pembuatan beremban, luka, ilau, pundun dan lainnya.
  21. Humas
  22. Menginformasikan ketentuan-ketentuan panen Lubuk Larangan kepada masyarakat secara luas.
  23. Menyebarkan undangan panen kepada masyarakat luas.

FUNGSI KONSERVASI, SOSIAL, DAN EKONOMI PENGELOLAAN LUBUK LARANGAN

Fungsi Lubuk Larangan

Fungsi Konservasi

  1. Perlindungan populasi berbagai jenis ikan.
  2. Perlindungan habitat ikan.
  3. Lubuk Penyangga berfungsi sebagai penyangga teknis terhadap upaya pengambilan ikan di lubuk inti.
  4. Lubuk Penyangga juga berfungsi sebagai daerah perluasan habitat/tempat main ikan.

Fungsi Ekonomi

  1. Penyediaan kebutuhan ikan bagi warga ketika panen dilakukan.
  2. Penggalian dana pembangunan desa (mesjid)

Fungsi Sosial

  1. Pelestarian adat istiadat setempat dalam memelihara sumber daya alam terutama sungai dan berbagai jenis ikan.
  2. Penyedia jasa hobi memancing ikan (kolam pemancingan)

Jenis Ikan yang Dikelola dan Dilindungi di Lubuk Larangan

Jenis ikan

  • Jenis ikan yang banyak dan bernilai ekonomis adalah ikan semah, yang harganya mencapai Rp 30.000/kg.
  • Secara umum jenis-jenis ikan yang terdapat di Sungai Tabir dan Sungai Telentam di Desa Telentam adalah: ikan mansai/kapiek, baung, barau, bujuk, medik, catur, mali-mali, kelari, tupang idung, mantili, tilan, ayam-ayam, tombak-tombak, sengiring, kepore, dalum, selimang, paris, jua, seluang, selokok, udang dan ikan kalom.
  • Ikan yang sering didapat dengan jala adalah: ikan kapiek, selimang, mali-mali,

Prediksi Kelangsungan Jenis Ikan

  • Sebagian besar masyarakat memahami bahwa Lubuk Larangan sangat perlu dilestarikan dan oleh karena itu Lubuk Larangan akan dapat mempertahankan keberadaan berbagai jenis ikan tersebut.
  • Namun demikian ada juga ancaman terhadap kelestarian Lubuk Larangan yang mencakup:
  1. Ancaman internal (dari masyarakat Desa Telentam), berupa godaan untuk mengambil ikan yang ada di Lubuk Larangan dan peracunan ikan.
  2. Ancaman eksternal berupa pencurian ikan Lubuk Larangan oleh orang luar. Mungkin karena mereka tidak tahun bahwa ada Lubuk Larangan, karena tidak ada tanda-tanda berupa papan pengumuman
  3. Ancaman dari alam; Tubo Gelumbai.

PETA MASALAH DAN PETA KONFLIK PENGELOLAAN LUBUK LARANGAN

 Masalah dan Konflik

  1. Ancaman Internal
  • Ancaman internal (dari masyarakat Desa Telentam), berupa godaan untuk mengambil ikan yang ada di Lubuk Larangan dan peracunan ikan.
  • Pernah dulu terjadi pencurian ikan oleh warga, sehingga ketika waktu panen tiba, Lubuk Larangan tidak memberikan hasil yang memuaskan (hasil panen kira-kira Rp. 400.000). Kenyataan ini memalukan Benang Tigo Sapilin karena yang hadir waktu penen tersebut banyak warga dari luar Desa Telentam.
  • Oleh karena terjadi pencurian dan kerugian tersebut maka kerapatan adat mengeluarkan ide bahwa pengawasan dan pemeliharaan Lubuk Larangan dari gangguan / pencurian dari warga desa dilakukan dengan menggunakan metode pembacaan Yasin 40. Setelah menggunakan metode ini, pencurian atau kecolongan ikan tidak pernah terjadi lagi. Diyakini oleh warga bahwa jika masih ada yang berbuat curang terhadapmLubuk Larangan, maka akan mndapatkan hukuman dari Tuhan berupa berbagai penyakit, dimana peyakit ini sangat sulit dicarikan obatnya.
  1. Ancaman Eksternal
  • Ancaman eksternal berupa pencurian ikan Lubuk Larangan oleh orang luar. Mungkin karena mereka tidak tahun bahwa ada Lubuk Larangan, karena tidak ada tanda-tanda berupa papan pengumuman.
  • Pencurian ikan Lubuk Larangan oleh orang luar warga desa dilakukan dengan menggunakan jaring/pukat yang sangat rapat. Jaring ini dibentangkan sepanjang sungai dan sipelaku masuk kedalam sungai dan hanyut bersama dengan jaring tersebut. Akan tetapi sekarang, tidak pernah lagi kejadian serupa terjadi.
  • Diperkirakan kelakuan orang luar desa yang menggunakan pukat/jaring yang terlalu rapat untuk menangkap mikan diluar Lubuk Larangan, juga merupakan ancaman yang serius bagi warga desa. Sampai saat ini belum ada aturan yang mengatur pengunaan pukat / jring yang rapat tersebut.
  1. Ancaman dari alam; Tubo Gelumbai.
  • Pernah terjadi tanah longsor pada bagian hulu sungai. Tanah yang longsor ini membawa potongan kayu, sampah serta lumpur yang berwarna hitam dan lumpur ini mengeluarkan aroma busuk. Akibat terjadinya kejadian semacam ini banyak iikan yang mati bahkan masyarakat desa pun ada yang tidak mau memakan ikan yahng mati tersebut. Kejadian ini oleh masyarakat disebut dengan Tubo Gelumbai.
  • Dari hasil eksplorasi FGD dan indeepth interview diketahui bahwa terjadinya tubo gelumbai ini diduga karna semakin meluasnya penebangan kayu di daerah hulu sungai.

PANDANGAN WARGA DESA TERHADAP PENGELOLAAN LUBUK LARANGAN

 Informasi Pengelolaan

  • Warga tahu bahwa pengelolaan Lubuk Larangan didiminasi oleh kerapatan adat dibawah kepemimpinan Datuk Rajo Gemoyang, meskipun dalam pengambilan keputusan seperti panen kerapatan adat selalu mengikut sertakan komponen pemerintah desa dan komponen kaum syara’.
  • Warga juga memahami bahwa sampai saat ini belum ada pembagian tugas dan wewenang yang jelas terhadap pengelolaan Lubuk Larangan baik tugas dan kewenangan dari kerapatan adat , komponen pemerintah desa maupun komponen syara’.
  • Warga juga mengetahui bahwa pengawasan dan pengamanan LR dilakukan oleh kelompok yasinan 40.
  • Warga juga setuju tetang kelompok yasinan ini, karena pengawasan sebelumnya banyak kebocoran/pencurian.
  • Untuk Lubuk Batu Ciri, warga mengetahui bahwa lubuk tersebut dikelola oleh dinas perikanan akan tetapi, warga tidak mengetahui cara pengelolaan yang dilakukan oleh dinas perikanan terhadap lubuk reservat lubuk batu ciri.
  • Ada SK dari dinas perikanan untuk petugas yang ditempatkan di sana.
  • Yang diketahui warga adalah jika terjadi pencurian terhadap reservat, maka akan dikenakan denda sebesar Rp 100 juta, atau kurungan selama 10 tahun penjara, jadi sangsinya lebih berat dari sangsi adat.

Kepentingan Warga terhadap Lubuk Larangan

  • Terhadap Lubuk Batu Ciri, warga berhadap masih tetap dipertahankan karena menjadi sumber ikan untuk sungai Tabir terutama perlindungan ikan semah.
  • Terhadap Lubuk Pesong dan Ampelu, warga juga mengetahui bahwa hasil kedua lubuk tersebut digunakan untuk pembangunan sarana mesjid yang berguna bagi desa Telentam.

Harapan

  • Lubuk pesong dan ampelu tetap dipertahankan keberadaannya.
  • Panennya jangan dijual kepada pembeli luar, karena warga tidak dapat menikmatinya.
  • Panen lebih baik seperti yang dilakukan pada panen terakhir di lubuk ampelu (dijual karcis atas kategori alat panen).
  • Ada penambahan lubuk larangan yang akan digunakan untuk kepentingan organisasi desa dan pembangunan desa lainnya.

 

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *