Pak Jahari dilahirkan di Desa Baru Pangkalan Jambu. Usia beliau sewaktu Tim Studi datang ke Desa Baru Pangkalan Jambu lebih kurang 81 tahun, artinya beliau dilahirkan sekitar tahun 1922.
- Tahun 1933 – 1936 : Mengikuti Sekolah Desa (Sekolah Dasar Sekarang) dan menamatkan pendidikan Tahun 1936.
- Tahun 1937 : Melanjutkan sekolah di Kerinci. Dalam perjalanan mengikuti sekolah di Kerinci, sekitar Tahun 1940 tentara Jepang masuk ke wilayah Kerinci. Oleh karena itu beliau tidak bisa melanjutkan pendidikan di Kerinci karena situasi yang sangat kacau.
- Tahun 1941-1947 : Beliau kembali ke desa Baru Pangkalan Jambu dan pada waktu itu beliau sudah aktif membantu kepala kampung mengurusi administrasi pemerintahan kampung.
- Tahun 1949 : Beliau dipercaya menjabat Kepala Dusun Kampung IV (waktu itu Kampung IV terdiri dari kampung Bkit dan desa Baru Pangkalan Jambu. Pada tahun ini juga beliau dianugerahi gelar Depati Cahyo Negoro.
- Tahun 1951-1952 : Beliau masih menjabat sebagai kepala Dusun.
- Tahun 1953 : Beliau dipercaya menjabat sebagai Pejabat Sementara Pasirah yang waktu itu berkedudukan di desa Bukit Perentak.
- Tahun 1954-1960 : Kembali menjabat sebagai Kepala Dusun Kampung IV.
- Tahun 1960 : Menikah dengan isteri tercinta sekarang. Beliau sudah lama mengenal isterinya yakni sewaktu beliau di Kerinci. Pada saat agresi Belanda II, beliau juga dipercaya sebagai Komandan Staf Pertempuran gerilya. Saat itu isterinya diungsikan ke Muara Birun.
- Tahun 1960-1976 : Beliau masih memegang jabatan Kepala Dusun Kampung IV.
- Tanggal 10 Oktober 1976 : Keluar Surat Keputusan yang menempatkan beliau di kantor Pekerjaan Umum bagian Pengairan. Status ini diembannya sapai tahun 1996 dan menyerahkan pekerjaan ini kepada keponakan beliau yang bernama Soni Ardi (Putra Bapak Bustami).
- Tahun 1996 : Berakhir masa dinas di dinas Pekerjaan Umum.
Pak Jahari termasuk ke dalam personil yang ikut serta dalam proyek ICDP TNKS, pada bidang peningkatan ekonomi dan pengembangan sumberdaya. Tetapi setelah beberapa lama proyek ICDP berjalan, beliau tidak pernah diikut sertakan lagi baik dalam rapat-rapat yang membahas proyek ICDP maupun dalam rapat-rapat untuk pengambilan kayu HAD. Padahal dalam Kelompok Kerja Hutan Adat Desa BPJ, Pak Jahari yang bergelar Depati Cahyo Negoro juga merupakan penasehat dari HAD. Padahal jabatan Depati Cahyo Negoro ini selain diamanatkan menjadi pengawas atau pengontrol juga bertugas memberikan pertimbangan kepada BTS sebelum mengambil keputusan.
Ada dugaan bahwa pikiran-pikiran pak Jahari berseberangan dengan kelompok mayoritas pengambil keputusan dalam ICDP. Ungkapannya “mencik sikok pemukul banyak” adalah indikasi bahwa dugaan seperti yang dikemukakan di atas mendekati kebenaran.
Beliaupun menyadari bahwa jika beliau salah maka sudah sewajarnya diberitahu karena tadorong biaso disabuik, ta salah biaso disapo. Tetapi tidak ada satupun kanti yang memberitahu keteledoran beliau, kalau memang beliau salah. Tindakan Pak Jahari tinggal diam dalam persoalan ICDP dan dalam persoalan pembangunan desa BPJ barangkali juga merupakan tindakan yang keliru. Kelirunya adalah karena beliau sendiri ada dalam struktur pelaksana ICDP di desa BPJ dan beliaupun juga masuk kedalam pengurus kelompok kerja HAD.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!