Jenis-jenis sumberdaya alam atama yang biasa dimanfaatkan oleh warga Desa Tanjung Beringin adalah sumberdaya hutan baik kayu maupun non kayu. Kayu biasa diakses masyarakat dari hutan untuk keperluan membangun dan merehabilitasi rumah tempat tinggal. Untuk membangun satu rumah yang berukuran 5×7 m2 dibutuhkan kayu sebanyak 10 m3 dan rotan sebanyak 3 m3. Untuk memperoleh kayu sebanyak 10 m3 dibutuhkan pohon sebanyak 3 batang.
Rotan juga merupakan jenis sumberdaya hutan yang memiliki fungsi penting bagi warga desa. Di samping sebagai bahan bangunan, rotan juga merupakan sarana untuk memagar sawah guna menghindari serangan hama terutama babi dan mengamankan sawah dari gangguan ternak kerbau yang dikelola dengan sistem ternak lepas. Saat ini keberadaan rotan sudah semakin langka sehingga warga sudah tidak bisa memagar sawah dan hal ini menjadi salah satu penyebab sawah tidak diolah warga sejak dua tahun terakhir ini. Di samping rotan, sejak dulu masyarakat juga sudah memanfaatkan berbagai hasil hutan non kayu. Berikut ini dapat dilihat beberapa jenis hasil hutan non kayu yang dimanfaatkan warga dulu dan sekarang serta pola pemanfaatannya.
No | Produk Hutan
Non Kayu |
Pengalaman Memanfaatkan
(Produk yang Dimanfaatkan) |
Pola Pemanfaatan (%) | ||
Dulu | Sekarang | Konsumsi | Komersial | ||
1 | Rotan | Batangnya sebagai bahan dasar untuk membuat ambung, keranjang, tapan (tempat ikan) , kiding, dan untuk pengikat pagar | Batangnya sebagai bahan dasar untuk ambung, keranjang, tapan (tempat ikan) , kiding, dan untuk pengikat pagar | 100 | 0 |
2 | Jernang | Lateknya digunakan untuk cat kuku, obat luka, hiasan/ pewarna anyaman | Lateknya digunakan untuk cat kuku, obat luka, hiasan/ pewarna anyaman | 5 | 95
(Produk di jual dalam bentuk setengah jadi. Dijual ke Bangko dengan harga Rp 476.000/kg |
3 | Manau | Batangnya digunakan untuk membuat jembatan, lukah, dan kincir | Batangnya digunakan untuk membuat kaki kursi dan pemukul beduk | 10 | 90
(Produk dijual dalam 3 kategori. S = Rp 1000 M = Rp 3000 Up Doble = Rp 8000 Semua kategori dengan panjang 3 meter) |
5 | Sembung | Batangnya digunakan untuk membuat kincir | Batangnya untuk dijual | 0 | 100
(harganya lebih murah daripada manau) |
7 | Madu | Obat luka bakar, untuk ibu habis melahirkan, untuk kesehatan | Sekarang sudah jarang ada, tapi kalau ada madu dimanfaatkan untuk dijual, Obat luka bakar, untuk ibu habis melahirkan, untuk kesehatan | 20 | 80 |
8 | Kepayang /
Semaung |
Minyaknya untuk minyak makan | Minyaknya untuk minyak makan | 100 | 0 |
11 | Bambu | Batangnya digunakan untuk membuat pagar dan kerajinan anyaman | Batangnya digunakan untuk membuat pagar | 100 | 0
(Dulu pernah dibuat anyaman kursi/meja tapi tidak laku Karen kalah bersaing sehingga tidak diteruskan lagi) |
12 | Damar | Resinnya untuk lilin penerangan dan dempul perahu | Resinnya untuk dempul perahu | Hanya sebagian kecil/sedikit yang dikonsumsi | Lebih banyak di jual dengan harga Rp 1.000 s.d. Rp 1.500 |
13 | Kemenyan | Resinnya digunakan sebagai bahan obat | Resinnya digunakan sebagai bahan obat | 100 | 0 |
31 | Gambir | Resinnya untuk bahan obat | Resinnya untuk bahan obat | 100 | 0 |
Hasil-hasil hutan non kayu sebagaimana disebutkan di atas sudah banyak yang tidak dimanfaatkan oleh warga karena keberadaannya yang sudah semakin langka dan sulit diperoleh. Kondisi ini mendorong warga untuk mencoba memikirkan pengembangan hasil non hutan non kayu yang biasa mereka manfaatkan terutama untuk menopang pemenuhan kebutuhan mereka. Berikut jenis-Jenis produk hutan non kayu yang bernilai ekonomi yang memungkinkan untuk dikembangkan baik yang ada di desa maupun diintrodusir dari luar.
No | Produk Hutan non Kayu | Produk yang bernilai ekonomi | Kebutuhan Pengembangan | Masalah Pengembangan | Langkah Alternatif |
1 | Jernang | Buah (getah yang ada di buah) | Perlu dibudidayakan sebagai sumber penghasilan masyarakat | Warga tidak mengetahui bagaimana teknik dan cara budidaya Jernang. Sepengetahuan warga bahwa
jenang tidak boleh diperjualbelikan karena kalau ketahuan polisi bisa ditangkap
|
Pernah mencoba melakukan budidaya, anaknya di ambil ditanam di rumah tetapi mati dan tidak tumbuh. Bijinya di tanam juga tidak berhasil tumbuh |
2 | Gambir | Getah pohon | Perlu dibudidayakan sebagai sumber penghasilan masyarakat | Warga tidak mengetahui bagaimana teknik dan cara budidaya Gambir | Belum ada |
3 | Karet | Getah pohon | Butuh sarana transportasi yang baik | Lokasi desa yang jauh dan jalur tata niaga karet yang panjang membuat harga karet di tingkat petani sangat murah (harga Rp 700 s.d. 900 per Kg)
Hanya berbeda sedikit dari sawit yaitu Rp 400 per Kg) |
Pembangunan jalan produksi melalui program PNPM dan swadaya |
4 | Gaharu | Getahnya | Butuh pendampingan teknik budidaya mulai dari penanaman hingga pemanenean dan pasca panen gaharu | Saat ini masyarakat sudah mencoba memanen getah gaharu, namun jarang mendapatkan hasil (tidak mendapatkan getahnya) | Belum ada cara lain yang dicoba supaya masyarakat bisa memanen getah gaharu |
5 | NIlam | Minyaknya | Butuh pengembangan keterampilan teknik budidaya dan pengolahan/cara penyulingan nilam | Tidak mengetahui cara dan teknik pasca panen nilam | Perlu penyuluhan cara penyulingan dan pengolahan |
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN ADAT
PENGHULU MERAJOLELO SERUMPUN PUSAKO
DESA TANJUNG BERINGIN – KECAMATAN TABIR BARAT
KABUPTEN MERANGIN – JAMBI
Perbaikan pengelolaan hutan adat yang dapat menjamin kelangsungan sumberdaya dan peningkatan fungsi keberadaan hutan adat bagi kehidupan masyarakat dituangkan dalam peraturan desa sebagai salah satu keluaran studi. Upaya memperbaiki mekanisme pengelolaan hutan adat dimulai dari merumuskan ulang tujuan, fungsi, organisasi pengelola, ketentuan-ketentuan pokok, arah dan kebijakan, serta program dan kegiatan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang.
- Tujuan
Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako dikelola untuk tujuan-tujuan sebagai berikut :
- Kawasan perlindungan sumberdaya hutan berupa kayu dan non kayu untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan bahan bangunan bagi warga desa dan untuk kepentingan lainnya yang bersifat tidak untuk kepentingan komersialisasi dan mencari keuntungan secara pribadi.
- Kawasan perlindungan hutan untuk kepentingan pengembangan kegiatan pendidikan, penelitian, dan wisata serta kegiatan-kegiatan yang mendukung pengembangan sumber-sumber penghasilan alternatif bagi warga desa.
- Kawasan perlindungan hutan untuk pencadangan karbon dalam rangka mengurangi laju peningkatan emisi yang berdampak terhadap pemanasan global.
- Fungsi
Pengelolaan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako memiliki fungsi-fungsi:
- Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako memiliki fungsi konservasi yaitu sebagai kawasan perlindungan dan pelestarian sumberdaya hutan baik kayu maupun non kayu.
- Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako memiliki fungsi sosial yaitu sebagai kawasan pengembangan kegiatan pendidikan, penelitian, wisata, dan pelestarian budaya lokal.
- Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako memiliki fungsi ekonomi yaitu kawasan pengembangan budidaya sumberdaya hutan yang dapat memberikan penmghasilan alternatif bagi masyarakat desa.
- Organisasi Pengelola
Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako dikelola oleh satu organisasi pengelola yang dibentuk oleh pemerintah desa dan merupakan unit pelaksana teknis dalam tubuh pemerintah desa. Komponen dalam struktur Organisasi Pengelola Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako terdiri dari :
- Pelindung, yaitu komponen yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengayomi pelaksanaan aktivitas organisasi pengelola yaitu kepala desa.
- Penasehat, yaitu komponen yang memiliki tugas pokok dan fungsi memberikan saran, usul, dan arahan-arahan mengenai arah dan pengembangan aktivitas pengelolaan kawasan yang terdiri dari Ketua Adat, Ketua BPD, Imam, dan boleh ditambah beberapa orang yang merupakan tokoh masyarakat dan memiliki kontribusi penting dalam pengelolaan kawasan.
- Ketua, yaitu komponen yang memiliki tugas pokok dan fungsi memimpin jalannya aktivitas harian organisasi dalam pengelolaan kawasan.
- Sekretaris, yaitu komponen yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengatur penyelenggaraan aktivitas administrasi organisasi dalam pengelolaan kawasan.
- Bendahara, yaitu komponen yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengatur penyelenggaraan aktivitas keuangan organisasi dalam pengelolaan kawasan.
- Bidang Perlindungan, yaitu komponen yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengatur penyelenggaraan aktivitas perlindungan kawasan yang meliputi satu orang ketua dan beberapa orang anggota sesuai dengan kebutuhan.
- Bidang Pelestarian, yaitu komponen yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengatur penyelenggaraan aktivitas pelestarian kawasan yang meliputi satu orang ketua dan beberapa orang anggota sesuai dengan kebutuhan.
- Bidang Pemanfaatan, yaitu komponen yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengatur penyelenggaraan aktivitas pemanfaatan kawasan yang meliputi satu orang ketua dan beberapa orang anggota sesuai dengan kebutuhan.
- Ketentuan-ketentuan Pokok
Bebeberapa ketentuan pokok dalam pengelolaan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako dapat dijabarkan sebagai berikut :
- Kawasan Hutan Adat merupakan kawasan hutan yang menjadi bagian dari wilayah desa dan merupakan kawasan yang dikuasai secara komunal oleh masyarakat desa. Oleh karena itu, siapapun dan pihak manapun tidak dibenarkan menguasai secara pribadi maupun atas nama keluarga dan kerabat sumberdaya alam baik lahan, tumbuhan, hewan, dan sumberdaya alam lainnya yang berada dalam kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako Desa Tanjung Beringin selama kawasan tersebut berstatus sebagai Hutan Adat.
- Pemanfaatan sumberdaya alam yang berada dalam kawasan Hutan Adat hanya diperuntukan untuk memenuhi kebutuhan pribadi warga dan kepentingan desa melalui prosedur perizinan yang ditetapkan oleh organisasi pengelola serta tidak dibenarkan untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang ada untuk tujuan komersial. Pihak-pihak luar diperkenankan untuk memanfaatkan kawasan Hutan Adat secara terbatas untuk tujuan pendidikan, penelitian, dan wisata.
- Pemberian sanksi atas pelanggaran aturan pengelolaan Hutan Adat dilakukan oleh lembaga adat dengan berpedoman pada hukum adat yang ada.
- Hutan Adat dikelola oleh Organisasi Pengelola yang dibentuk oleh Pemerintah Desa dan dikukuhkan melalui Surat Keputusan Kepala Desa dan oleh karenanya Organisasi Pengelola Hutan Adat bertanggung jawab kepada Kepala Desa.
- Organisasi Pengelola Hutan Adat memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai pelaksana teknis dalam mengelola kawasan sesuai dengan arah dan kebijakan pengelolaan kawasan serta berkewajiban menyampaikan laporan atas pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya kepada Kepala Desa.
- Arah dan Kebijakan
Upaya mengelola kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako pada awalnya digagas sebagai kawasan pencadangan sumberdaya hutan khususnya kayu untuk menyuplai kebutuhan bahan bangunan bagi warga desa dan melindungi sumber-sumber air bagi anak-anak sungai yang mengairi sawah. Pola pengelolaan yang diterapkan sebelumnya hanya terpusat pada aspek perlindungan dan pemanfaatan yang bersifat eksploitatif. Model pengelolaan semacam ini sudah dipandang tidak tepat karena tekanan terhadap kawasan semakin tinggi dan posisi masyarakat yang lemah dalam mengelola dan mempertahankan keberadaan kawasan tanpa dibekali oleh dasar hukum yang menetapkan status kawasan dari pihak yang berwenang. Di samping itu, kondisi pertumbuhan penduduk yang terus meningkat merupakan masalah baru terkait dengan akses pemanfaatan sumberdaya hutan kayu dalam kawasan yang juga terus meningkat. Oleh sebab itu pengelolaan Hutan Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako di masa yang akan datang harus berorientasi kelestarian dan keberlanjutan fungsi kawasan dalam menyuplai kebutuhan masyarakat serta mampu mendorong pengembangan sumber-sumber penghasilan alternatif bagi masyarakat desa. Untuk itu, kebijakan pengelolaan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako diarahkan terhadap :
- Penguatan status kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako untuk memberikan kekuatan secara hukum dalam pengelolaan kawasan.
- Peningkatan perlindungan kawasan melalui peningkatan kapasitas fungsionaris organisasi pengelola kawasan dalam melakukan aktivitas perlindungan terhadap kawasan Hutan Adat.
- Peningkatan pelestarian kawasan melalui pengembangan kegiatan-kegiatan penyelamatan sumberdaya alam yang ada dalam kawasan terutama tumbuhan dan hewan dengan mengembangkan kegiatan-kegiatan penangkaran bibit, budidaya, rehabilitasi, dan pengkayaan jenis species dalam kawasan.
- Peningkatan fungsi kawasan yang mampu mendorong aktivitas perekonomian masyarakat desa melalui pengembangan komoditi hutan yang memiliki nilai ekonomi yang disuplai dari kawasan serta pengembangan kegiatan wisata, pendidikan, dan penelitian yang terpusat dalam kawasan yang dapat mendorong tumbuhnya unit-unit kegiatan ekonomi di dalam desa.
- Program dan Kegiatan
Berdasarkan arah dan kebijakan pengelolaan kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako Desa Tanjung Beringin, program-program dan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tujuan pengelolaan kawasan antara lain :
- Umum
- Peningkatan kapasitas fungsionaris organisasi pengelola dalam mengelola kawasan yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
- Pendidikan dan pelatihan manajemen organisasi bagi fungsionaris organisasi pengelola.
- Pendidikan dan pelatihan pengelolaan kawasan Hutan Adat.
- Pendidikan dan pelatihan pengembangan jaringan komunikasi dalam pengelolaan kawasan Hutan Adat.
- Peningkatan kapasitas masyarakat desa dalam pemanfaatan sumberdaya yang mendukung pengelolaan kawasan yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
- Pelatihan teknis budidaya jernang, gambir, karet, gaharu, dan nilam
- Pelatihan usaha rumah tangga pedesaan berbahan baku produk hutan
- Peningkatan kapasitas masyarakat desa dalam melindungi kawasan yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
- Pendidikan dan pelatihan konservasi bagi masyarakat desa.
- Pembinaan kader konservasi di tingkat desa
2. Bidang Perlindungan
- Penguatan status kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
- Legislasi kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako melalui pengajuan penetapan kawasan sebagai Hutan Adat ke Pemerintah Kabupaten Merangin.
- Penataan batas-batas kawasan melalui pemasangan patok-patok batas secara permanen.
- Sosialisasi keberadaan kawasan melalui pembuatan poster dan liflet yang menginformasikan mengenai keberadaan kawasan Hutan Adat.
- Pengamanan kawasan yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
- Peningkatan kapasitas fungsionaris organisasi pengelola melalui penyelenggaraan pelatihan pengamanan kawasan.
- Pengendalian kebakaran hutan melalui penyelenggaraan pelatihan penanganan bencana kebakaran hutan.
- Pengadaan fasilitas pengamanan kawasan melalui pembangunan pos jaga dan perlengkapan pengamanan kawasan.
- Peningkatan peran warga desa dalam pengamanan kawasan dengan menerapkan sistem patroli dan razia secara berkala dalam kawasan yang melibatkan warga desa.
- Pengembangan jaringan perlindungan kawasan Hutan Adat yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
- Membangun kerjasama dan koordinasi dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Merangin dalam rangka pengamanan kawasan.
- Membangun kerjasama dan komunikasi dengan organisasi dan lembaga yang terkait dengan pengelolaan dan penyelamatan hutan adat.
3. Bidang Pelestarian
- Pembuatan data base sumberdaya alam dalam kawasan yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
- Inventarisasi jenis tumbuhan yang terdapat dalam kawasan Hutan Adat.
- Inventarisasi jenis hewan/satwa yang terdapat dalam kawasan Hutan Adat.
- Inventarisasi potensi sumberdaya alam lainnya yang terdapat dalam kawasan Hutan Adat.
- Pelestarian sumberdaya dalam kawasan yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
- Pembangunan kebun penangkaran bibit untuk jenis tumbuhan yang memiliki nilai ekonomi.
- Pengembangan species endemik
- Rehabilitasi kawasan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
- Melakukan penanaman pohon pada daerah-daerah yang mengalami kerusakan
- Pengkayaan keragaman species dengan mengintrodusir species-species baru yang berasal dari kesamaan karakteristik ekologis dengan kawasan hutan adat.
4. Bidang Pemanfaatan
- Penataan ruang kawasan yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
- Penetapan dan pembuatan peta zona pemanfaatan kawasan.
- Pembuatan papan informasi pada masing-masing zona dalam kawasan hutan adat.
- Pengembangan budidaya tanaman kehutanan baik kayu maupun non kayu yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
- Pengembangan budidaya tanaman jernang
- Pengembangan budidaya tanaman gambir
- Pengembangan budidaya tanaman karet
- Pengembangan budidaya tanaman gaharu
- Pengembangan budidaya tanaman nilam
- Peningkatan fungsi kawasan sebagai media pendidikan yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
- Penyusunan buku yang memuat berbagai aspek tentang keberadaan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako Desa Tanjung Beringin sebagai bahan ajar muatan kurikulum lokal.
- Membangun kerjasama dengan sekolah-sekolah dan prguruan tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan lapangan.
- Peningkatan fungsi kawasan sebagai media penelitian yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
- Membangun kerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian di perguruan tinggi untuk pengembangan kegiatan penelitian di dalam kawasan Hutan Adat.
- Memfungsikan kawasan sebagai laboratorium melalui kerjasama dengan perguruan tinggi yang memiliki jurusan/fakultas kehutanan.
- Pengembangan kegiatan wisata alam yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
- Pendidikan dan pelatihan pemandu wisata lokal (local tourist guide).
- Pembangunan pesanggerahan dalam kawasan Hutan Adat.
- Penataan jalur/tapak wisata dalam kawasan.
PIAGAM KESEPAKATAN PENETAPAN DAN PENGELOLAAN HUTAN ADAT BUKIT SELEBU DESA BARU KIBUL KECAMATAN TABIR BARAT KABUPATEN MERANGIN
Hutan Adat Bukit Selebu yang menjadi warisan nenek moyang masyarakat Desa Baru Kibul telah dijaga selama bertahun-tahun untuk kepentingan perlindungan sumber daya hutan dan perlindungan sumber air. Menyadari keberadaan hutan semakin langka dan semakin habis oleh berbagai aktivitas penebangan liar dan pembukaan lahan pertanian maka hutan yang tersisa yang selama ini sudah dijaga dan dipelihara secara bersama oleh masyarakat Desa Baru Kibul penting untuk dipertahankan.
Maka dari itu, pada hari ini kamis Tanggal 26 Desember 2013 Dalam pertemuan di tingkat desa yang dihadiri oleh Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala Dusun, BPD, Tokoh Adat, Tokoh Agama, Tokoh Pemuda, Tokoh Perempuan, dan Tokoh Masyarakat, masing-masing telah bersepakat menetapkan kesepakatan bersama tentang penetapan, pemeliharaan, dan pengelolaan Hutan Adat Bukit Selebu Sebagai berikut sebagai wujud untuk mengukuhkan, menguatkan, dan melegalkan segala sesuatu yang dulu telah ditetapkan oleh para pendahulu desa sebagai berikut :
- Hutan Adat Bukit Selebu merupakan hutan adat yang dikuasai secara komunal oleh masyarakat Desa Baru Kibul Kecamatan Tabir Barat Kabupaten Merangin.
- Hutan Adat Bukit Selebu terletak dalam wilayah Desa Baru Kibul yang memiliki luas ± 147 Hektar dengan batas-batas kawasan sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Perkebunan Masyarakat
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Perkebunan Masyarakat
- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Muara Kibul
- Sebelah Timur berbatasan dengan Perkebunan Masyarakat
- Kepada pihak manapun baik warga Desa Baru Kibul, warga desa lainnya, atau pihak-pihak lain dilarang melakukanm aktivitas pembukaan lahan, mengambil hasil hutan kayu dan non kayu, berburu dan menangkap ikan, melakukan aktivitas pertambangan, mendirikan pemukiman, dan aktivitas yang dapat merusak keberadaan sumberdaya dalam kawasan serta menurunkan fungsi kawasan tanpa seizin kepala desa, ketua adat, dan/atau pengelola hutan adat.
- Pemanfaatan Hutan Adat Bukit Selebu ditujukan untuk kepentingan umum dan pribadi warga desa serta kepentingan lainnya yang dilakukan secara terbatas dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
- Hutan Adat Bukit Selebu boleh dimanfaatkan untuk kepentingan pemenuhan sumber daya alam bagi warga Desa Baru Kibul baik untuk kepentingan umum maupun pribadi, pengembangan kegiatan wisata, pengembangan kegiatan penelitian, pengembangan kegiatan pendidikan, pengembangan kegiatan sosial dan budaya, serta pemanfaatan kawasan untuk aktivitas budidaya yang bersifat tidak merusak sumber daya dan merubah fungsi utama kawasan.
- Setiap warga Desa Baru Kibul yang akan mengambil hasil hutan kayu dan non kayu maupun yang akan melakukan aktivitas budidaya dalam kawasan harus memperoleh izin dari pengelola kawasan yang diketahui oleh Kepala Desa dan Ketua Lembaga Adat Desa Baru Kibul yang pengaturannya dilakukan oleh pengelola kawasan.
- Pemanfaatan sumberdaya Hutan Adat Bukit Selebu untuk kepentingan umum masyarakat Desa Baru Kibul harus diputuskan melalui musyawarah desa yang dilaksanakan oleh pemerintah Desa Baru Kibul.
- Pemanfaatan hasil hutan yang bersifat mengurangi jumlah sumber daya alam yang berada dalam kawasan harus diiringi dengan aktivitas memperbaharui sumber daya alam yang dimaksud.
- Penyelenggaraan kegiatan penelitian dan pendidikan di dalam kawasan harus melalui proses penandatanganan kontrak kerja sama antara pihak/lembaga penyelenggara dengan Pemerintah Desa Baru Kibul dan/atau melalui proses perizinan khusus yang diterbitkan oleh Kepala Desa Baru Kibul.
- Pihak-pihak yang akan melakukan kegiatan kunjungan wisata dan kunjungan lainnya yang bersifat temporal dalam kawasan harus melapor dan meminta izin kepada pengelola kawasan Hutan Adat Bukit Selebu yang ditembuskan kepada Kepala Desa Baru Kibul.
- Pihak-pihak yang memanfaatkan kawasan Hutan Adat Bukit Selebu untuk kepentingan wisata dan aktivitas budidaya dalam kawasan dikenakan kontribusi yang ditetapkan oleh pengelola kawasan Hutan Adat Bukit Selebu.
- Bagi pihak-pihak yang melanggar ketentuan-ketentuan pokok sebagaimana diutarakan di atas serta pihak-pihak yang melakukan perusakan sumber daya alam dalam kawasan akan dikenakkan sanksi yang diputuskan oleh Lembaga Adat Desa Baru Kibul dengan kategori sanksi sebagai berikut :
- Bagi pihak yang mengambil hasil hutan kayu dan non kayu maupun yang membuka kawasan tanpa izin dari pengelola kawasan akan dikenakkan sanksi berupa denda 1 ekor kambing, beras 20 gantang, kelapa 20 butir, ditambah selemak semanis serta disita hasil hutan yang diambil (digunakan untuk kepentingan desa).
- Bagi pihak yang melakukan aktivitas dalam kawasan yang mengakibatkan kerusakan berat terhadap sumberdaya dalam kawasan Hutan Adat Bukit Selebu seperti kepunahan spesies endemik lebih dari 50 individu, mengakibatkan terjadinya longsor sebagian kawasan, dan/atau mengganggu suplai air dari dalam kawasan akan dikenakkan sanksi berupa denda 1 ekor kerbau, 100 gantang beras, 100 butir kelapa, ditambah selemak semanis.
- Bagi pihak yang melakukan kunjungan atau memasuki kawasan untuk kepentingan tertentu seperti penyelenggaraan pendidikan, penelitian, kegiatan sosial dan budaya, serta wisata tanpa izin dari pengelola kawasan Hutan Adat Bukit Selebu dan/atau kerjasama dengan pihak pemerintah Desa Baru Kibul akan dikenakkan denda berupa uang senilai 1 ekor kambing.
- Bagi pihak-pihak yang tidak menaati denda yang telah diputuskan oleh Lembaga Adat Desa Baru Kibul maka akan diproses secara hukum formal ke pengadilan yang diajukan oleh pengelola kawasan Hutan Adat Bukit Selebu bersama dengan pemerintah Desa Baru Kibul sebagai bentuk pelanggaran pidana.
- Seluruh bentuk denda yang diperoleh atas penetapan sanksi terhadap pihak-pihak yang melanggar ketentuan dan melakukan pengrusakan kawasan Hutan Adat Bukit Selebu akan dicatat sebagai sumber dana pengelolaan kawasan Hutan Adat Bukit Selebu dan akan digunakan untuk kepentingan pengelolaan kawasan Hutan Adat Bukit Selebu.
- Piagam kesepakatan ini sewaktu-waktu dapat dirubah melalui musyawarah desa dan hasil musyawarah dilegalkan secara bersama oleh ketua adat, pemerintah desa, dan pengelola kawasan.
- Hal-hal yang belum diatur dalam kesepakatan ini akan diatur lebih lanjut dalam keputusan pengelola Hutan Adat Bukit Selebu dan/atau peraturan desa.
- Ketentuan-ketentuan yang dituangkan dalam piagam kesepakatan ini mulai berlaku sejak tanggal penerbitan piagam kesepakatan ini.
Diterbitkan di : Desa Baru Kibul, 27 Des 2013
PIAGAM KESEPAKATAN PENETAPAN DAN PENGELOLAAN HUTAN ADAT PENGHULU MERAJOLELO SERUMPUN PUSAKO KECAMATAN TABIR BARAT KABUPATEN MERANGIN
Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako yang menjadi warisan nenek moyang masyarakat Desa Tanjung Beringin telah dijaga selama bertahun-tahun untuk kepentingan perlindungan sumberdaya hutan dan perlindungan sumber air. Menyadari keberadaan hutan semakin langka dan semakin habis oleh berbagai aktivitas penebangan liar dan pembukaan lahan pertanian maka hutan yang tersisa yang selama ini sudah dijaga dan dipelihara secara bersama oleh masyarakat Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar Kecamatan Tabir Barat penting untuk dipertahankan.
Maka dari itu, pada hari ini Minggu Tanggal 22 Desember 2013 Dalam pertemuan di tingkat desa yang dihadiri oleh Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala Dusun, BPD, Tokoh Adat, Tokoh Agama, Tokoh Pemuda, Tokoh Perempuan, dan Tokoh Masyarakat, masing-masing telah bersepakat menetapkan kesepakatan bersama tentang penetapan, pemeliharaan, dan pengelolaan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako Sebagai wujud untuk mengukuhkan, menguatkan, dan melegalkan segala sesuatu yang dulu telah ditetapkan oleh para pendahulu desa sebagai berikut :
- Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako merupakan hutan adat yang dikuasai secara komunal oleh masyarakat Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar Kecamatan Tabir Barat Kabupaten Merangin.
- Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako terletak dalam wilayah Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar yang memiliki luas 33 Hektar dengan batas-batas kawasan sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Perkebunan Masyarakat
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Perkebunan Masyarakat
- Sebelah Barat berbatasan dengan Perkebunan Masyarakat
- Sebelah Timur berbatasan dengan Perkebunan Masyarakat
- Kepada pihak manapun baik warga Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar, warga desa lainnya, atau pihak-pihak lain dilarang melakukanm aktivitas pembukaan lahan, mengambil hasil hutan kayu dan non kayu, berburu dan menangkap satwa, melakukan aktivitas pertambangan, mendirikan pemukiman, dan aktivitas yang dapat merusak keberadaan sumberdaya dalam kawasan serta menurunkan fungsi kawasan tanpa seizin kepala desa, ketua adat, dan/atau pengelola hutan adat.
- Pemanfaatan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako ditujukan untuk kepentingan umum dan pribadi warga desa serta kepentingan lainnya yang dilakukan secara terbatas dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
- Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako boleh dimanfaatkan untuk kepentingan pemenuhan sumberdaya alam bagi warga Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar baik untuk kepentingan umum maupun pribadi, pengembangan kegiatan wisata, pengembangan kegiatan penelitian, pengembangan kegiatan pendidikan, pengembangan kegiatan sosial dan budaya, serta pemanfaatan kawasan untuk aktivitas budidaya yang bersifat tidak merusak sumberdaya dan merubah fungsi utama kawasan.
- Setiap warga Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar yang akan mengambil hasil hutan kayu dan non kayu maupun yang akan melakukan aktivitas budidaya dalam kawasan harus memperoleh izin dari pengelola kawasan yang diketahui oleh Kepala Desa dan Ketua Lembaga Adat Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar yang pengaturannya dilakukan oleh pengelola kawasan.
- Pemanfaatan sumberdaya Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako untuk kepentingan umum masyarakat Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar harus diputuskan melalui musyawarah desa yang dilaksanakan oleh pemerintah Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar.
- Pemanfaatan hasil hutan yang bersifat mengurangi jumlah sumberdaya alam yang berada dalam kawasan harus diiringi dengan aktivitas memperbaharui sumberdaya alam yang dimaksud.
- Penyelenggaraan kegiatan penelitian dan pendidikan di dalam kawasan harus melalui proses penandatanganan kontrak kerjasama antara pihak/lembaga penyelenggara dengan Pemerintah Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar dan/atau melalui proses perizinan khusus yang diterbitkan oleh Kepala Desa Tanjung Baeringin / Pulau Terbakar.
- Pihak-pihak yang akan melakukan kegiatan kunjungan wisata dan kunjungan lainnya yang bersifat temporal dalam kawasan harus melapor dan meminta izin kepada pengelola kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako yang ditembuskan kepada Kepala Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar.
- Pihak-pihak yang memanfaatkan kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako untuk kepentingan wisata dan aktivitas budidaya dalam kawasan dikenakan kontribusi yang ditetapkan oleh pengelola kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako.
- Bagi pihak-pihak yang melanggar ketentuan-ketentuan pokok sebagaimana diutarakan di atas serta pihak-pihak yang melakukan pengrusakan sumberdaya alam dalam kawasan akan dikenakkan sanksi yang diputuskan oleh Lembaga Adat Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar dengan kategori sanksi sebagai berikut :
- Bagi pihak yang mengambil hasil hutan kayu dan non kayu maupun yang membuka kawasan tanpa izin dari pengelola kawasan akan dikenakkan sanksi berupa denda 1 ekor kambing, beras 20 gantang, kelapa 20 butir, ditambah selemak semanis.
- Bagi pihak yang melakukan aktivitas dalam kawasan yang mengakibatkan kerusakan berat terhadap sumberdaya dalam kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako seperti kepunahan spesies endemik lebih dari 50 individu, mengakibatkan terjadinya longsor sebagian kawasan, dan/atau mengganggu suplai air dari dalam kawasan akan dikenakkan sanksi berupa denda 1 ekor kerbau, 100 gantang beras, 100 butir kelapa, ditambah selemak semanis.
- Bagi pihak yang melakukan kunjungan atau memasuki kawasan untuk kepentingan tertentu seperti penyelenggaraan pendidikan, penelitian, kegiatan sosial dan budaya, serta wisata tanpa izin dari pengelola kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako dan/atau kerjasama dengan pihak pemerintah Desa Tanjung Beringin akan dikenakkan denda berupa uang senilai 1 ekor kambing.
- Bagi pihak-pihak yang tidak menaati denda yang telah diputuskan oleh Lembaga Adat Desa Tanjung Beringin maka akan diproses secara hukum formal ke pengadilan yang diajukan oleh pengelola kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako bersama dengan pemerintah Desa Tanjung Beringin sebagai bentuk pelanggaran pidana.
- Seluruh bentuk denda yang diperoleh atas penetapan sanksi terhadap pihak-pihak yang melanggar ketentuan dan melakukan pengrusakan kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako akan dicatat sebagai sumber dana pengelolaan kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako dan akan digunakan untuk kepentingan pengelolaan kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako.
- Piagam kesepakatan ini sewaktu-waktu dapat dirubah melalui musyawarah desa dan hasil musyawarah dilegalkan secara bersama oleh ketua adat, pemerintah desa, dan pengelola kawasan.
- Hal-hal yang belum diatur dalam kesepakatan ini akan diatur lebih lanjut dalam keputusan pengelola Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako dan/atau peraturan desa.
- Ketentuan-ketentuan yang dituangkan dalam piagam kesepakatan ini mulai berlaku sejak tanggal penerbitan piagam kesepakatan ini.
Diterbitkan di : Desa Tanjung Beringin
Kegiatan ini difasilitasi oleh Flora dan Fauna International (FFI), Desember 2013
Secara akses, wilayah Desa Baru Kibul dan Desa Tanjung Beringin cukup mudah dijangkau dengan menggunakan sarana transportasi darat. Untuk berhubungan ke ke luar desa umumnya warga menggunakan kendaraan sepeda motor dan sebagian warga juga menggunakan sarana angkutan desa karena kedua wilayah tersebut juga dilalui oleh trayek angkutan perdesaan yang memiliki route ke ibukota kabupaten yaitu Kota Bangko.
Jenis-jenis sumberdaya alam utama yang biasa dimanfaatkan oleh warga Desa Baru Kibul dan di Desa Tanjung Beringin adalah sumberdaya hutan baik kayu maupun non kayu. Kayu biasa diakses masyarakat dari hutan untuk keperluan membangun dan merehabilitasi rumah tempat tinggal. Untuk membangun satu rumah yang berukuran 5×7 m2 dibutuhkan kayu sebanyak 10 m3 dan rotan sebanyak 3 m3. Untuk memperoleh kayu sebanyak 10 m3 dibutuhkan pohon sebanyak 3 batang. Di Desa Baru Kibul, rata-rata warga membangun 4 rumah setiap tahunnya. Ini berarti konsumsi kayu rata-rata di Desa Baru Kibul berkisar 12 batang setiap tahunnya. Meskipun jumlah tersebut tidak tergolong besar namun jika proses ini berlangsung secara terus-menerus maka pohon-pohon kayu yang masih tersisa di hutan adat dipastikan akan habis mengingat proses regenerasi/suksesi pohon yang berjalan lambat tidak sebanding dengan laju eksploitasi yang dilakukan oleh warga
Hutan adat yang ada di Desa Baru Kibul terdiri dari satu lokasi yang diberi nama Hutan Adat Bukit Selebu dan hutan adat yang terdapat di Desa Tanjung Beringin tediri dari dua lokasi yaitu di kawasan Bukit Lumut dan Bukit Murau yang diberi nama Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako. Hutan Adat Bukit Selebu dulunya merupakan hutan adat yang dikelola oleh masyarakat Desa Muara Kibul sebelum terjadinya pemekaran desa. Setelah Desa Muara Kibul dimekarkan dan berdirilah Desa Baru Kibul secara otomatis Hutan Adat Bukit Selebu masuk ke dalam wilayah Desa Baru Kibul. Meskipun demikian warga Desa Baru Kibul menyatakan bahwa warga Desa Muara Kibul tetap boleh mengakses sumberdaya yang ada dalam kawasan Hutan Adat Bukit Selebu karena hutan adat tersebut pada dasarnya dimiliki secara bersama-sama hanya saja secara pembagian wilayah hutan adat tersebut berada dalam wilayah Desa Baru Kibul. Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako memiliki histori yang sama dengan Hutan Adat Bukit Selebu. Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako dulunya merupakan hutan adat yang dikelola oleh masyarakat Desa Pulau Tebakar. Setelah terjadi pemekaran desa dimana Tanjung Beringin yang dulunya merupakan dusun secara resmi menjadi desa dan secara wilayah, Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako berada dalam wilayah Desa Tanjung Beringin. Berbeda halnya dengan Hutan Adat Bukit yang pengelolaannya diklaim oleh warga Desa Baru Kibul dan hanya membuka akses bagi warga Desa Muara Kibul, Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako dinyatakan menjadi wilayah kelola bersama antara warga Desa Tanjung Beringin dan Desa Pulau Tebakar. Oleh karenanya warga dari kedua desa tersebut memiliki akses yang sama terhadap sumberdaya yang ada dalam kawasan hutan adat yang dikelola secara-bersama.
Hutan adat yang dikelola oleh masyarakat Desa Baru Kibul dan Desa Tanjung Beringin pada dasarnya memiliki latar belakang yang sama. Gagasan menetapkan sebagian kawasan hutan yang ada dalam klaim wilayah desa bertujuan sebagai areal perlindungan hutan untuk menyuplai kebutuhan kayu yang biasa digunakan warga untuk membangun dan merehabilitasi rumah tempat tinggal. Di samping itu, Hutan Adat Bukit Selebu juga dilindungi sebagai sumber air bagi sungai-sungai yang mengairi sawah warga. Ini menujukan bahwa upaya perlindungan kawasan hutan yang dilakukan oleh masyarakat setempat lebih berorientasi terhadap aspek pencadangan sumberdaya yang pada prakteknya bersifat eksploitatif. Kondisi semakin meningkatnya jumlah penduduk dan tingginya tekanan ekpsloitasi hasil hutan terutama kayu baik yang berasal dari luar desa maupun dalam desa menimbulkan kekhawatiran warga atas kelangsungan hutan adat yang mereka kelola. Oleh karenanya gagasan untuk memperkuat status kawasan yang mampu memberikan kekuatan dan kepastian hukum dalam pengelolaan kawasan mulai muncul dan dirasakan penting oleh masyarakat sebagai alat untuk menegaskan hak-hak masyarakat atas pengelolaan kawasan hutan. Kepala Desa Baru Kibul telah mengambil inisiatif dengan menerbitkan Peraturan Desa mengenai Penetapan Hutan Adat Bukit Selebu Desa Baru Kibul.
Tujuan
Hutan Adat Bukit Selebu Desa Muara Kibul dan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako dikelola untuk tujuan-tujuan sebagai berikut :
- Kawasan perlindungan sumberdaya hutan berupa kayu dan non kayu untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan bahan bangunan bagi warga desa dan untuk kepentingan lainnya yang bersifat tidak untuk kepentingan komersialisasi dan mencari keuntungan secara pribadi.
- Kawasan perlindungan hutan untuk kepentingan pengembangan kegiatan pendidikan, penelitian, dan wisata serta kegiatan-kegiatan yang mendukung pengembangan sumber-sumber penghasilan alternatif bagi warga desa.
- Kawasan perlindungan hutan untuk pencadangan karbon dalam rangka mengurangi laju peningkatan emisi yang berdampak terhadap pemanasan global.
Fungsi
Pengelolaan Hutan Adat Bukit Selebu Desa Baru Kibul dan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut :
- Hutan Adat Bukit Selebu Desa Baru Kibul dan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako memiliki fungsi konservasi yaitu sebagai kawasan perlindungan dan pelestarian sumberdaya hutan baik kayu maupun non kayu.
- Hutan Adat Bukit Selebu Desa Baru Kibul dan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako memiliki fungsi sosial yaitu sebagai kawasan pengembangan kegiatan pendidikan, penelitian, wisata, dan pelestarian budaya lokal.
- Hutan Adat Bukit Selebu Desa Baru Kibul dan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako memiliki fungsi ekonomi yaitu kawasan pengembangan budidaya sumberdaya hutan yang dapat memberikan penmghasilan alternatif bagi masyarakat desa.
Kegiatan ini didukung oleh: Global Environment Facility-Small Grants Programme (UNDP) Yayasan Bina Usaha Lingkungan, JAKARTA.
Pelatihan pembibitan Jernang, dengan narasumber penggiat Jernang dari desa Lamban Sigatal, Kecamatan pauh: Bpk. H. Lukman.
Pelatihan pembuatan pupuk organik dengan narasumber Dr. Bambang Irawan.
Tujuan Pengelolaan Kawasan
Hutan adat sebagai bagian dari sumberdaya alam yang ada di desa dikelola dengan tujuan sebagai berikut :
- Melestarikan keberadaan hutan sebagai salah satu komponen lingkungan yang memiliki peranan penting bagi kehidupan.
- Memberikan sumber-sumber pendapatan asli desa (PADes) sebagai sumber dukungan dana dalam menggerakkan pembangunan desa.
- Memberikan akses bagi desa dalam mengelola sumberdaya alam hutan yang dimiliki sebagai bentuk implementasi otonomi desa.
Prinsip-prinsip Pengelolaan Kawasan
Prinsip adalah sesuatu yang diyakini apabila dilaksanakan atau diterapkan akan menjadi faktor penentu dalam pencapaian suatu tujuan. Pencapaian tujuan pengelolaan hutan adat akan diyakini mampu diwujudkan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
- Prinsip Pengaturan, yaitu pengelolaan hutan desa harus diatur sedemikian rupa untuk memberikan arah pengelolaan yang jelas. Prinsip ini berorientasi terhadap upaya mempertahankan fungsi.
- Prinsip Pemanfaatan, yaitu pengelolaan hutan desa harus memberikan manfaat bagi seluruh komponen masyarakat desa. Untuk itu dalam pengelolaan hutan desa harus membuka akses yang seluas-luasnya bagi pihak yang ingin memanfaatkan dengan pengaturan pola pemanfaatan secara khusus yang memperhatikan aspek kelestarian dan keberlanjutan.
- Prinsip Perlindungan, yaitu pengelolaan hutan desa harus memuat kaidah-kaidah konservasi yang mampu mempertahankan keanekaragaman flora dan fauna terutama yang tergolong langka dan aspek mempertahankan daya dukung terhadap kualitas lingkungan.
Fungsi Hutan Adat
Pengelolaan hutan adat sebagai bagian dari sumberdaya alam yang dimiliki didasarkan pada aspek pemenuhan jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu pengelolaan hutan adat harus diarahkan terhadap upaya mempertahankan fungsi sehingga keberadaan hutan desa yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang akan tetap terpelihara. Ada tiga fungsi pokok dari hutan desa yang harus tetap dipertahankan, diantaranya :
- Fungsi konservasi, yaitu hutan adat merupakan suatu kawasan perlindungan sumberdaya alam dan perlindungan terhadap kualitas lingkungan yang meliputi aspek ;
- Pelestraian plasma nutfah (flora dan fauna).
- Mempertahankan tata air.
- Pengendali erosi
- Pengendali polusi
- Fungsi ekonomi, yaitu suatu hutan adat yang dikelola diarahkan untuk memberikan nilai secara ekonomis baik dalam pemenuhan kebutuhan individual (bersifat temporal) maupun kebutuhan kolektif (pembangunan desa). Produk hutan kayu dan non kayu bisa dimanfaatkan oleh warga desa dengan pengelolaan terbatas yang diatur sedemikian rupa dengan bertumpu pada aspek kelestarian dan keberlanjutan.
- Fungsi sosial, yaitu suatu hutan adat yang dikelola diarahkan untuk memfasilitasi pencapaian tujuan-tujuan sosial yang meliputi :
- Tempat pengembangan kegiatan-kegiatan penelitian.
- Tempat wisata atau rekreasi
- Tempat penyelenggaraan upacara-upaya ritual yang menjadi keyakinan dan tradisi bagi masyarakat desa.
Pengelolaan Fisik
Keberadaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu secara fisik pada faktanya masih memiliki banyak aspek kelemahan terutama berkenaan dengan luasan, tutupan permukaan, dan pengelolaan ruang.
Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu menurut Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Sarolangun Bangko (sekarang Kabupaten Merangin) Nomor 225 Tahun 1993 tanggal 15 Juni 1993 tercatat memiliki luas sekitar 753,74 ha dengan berpedoman dari peta yang dibuat oleh WWF ID 0094 bersama BAPPEDA Tingkat II Kabupaten Sarolangun Bangko. Berdasarkan hasil pengukuran melalui peta yang dibuat secara bersama oleh masyarakat setempat dengan berlandaskan atas batas-batas yang menjadi kesepakatan awal penetapan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu, tercatat luas hutan Desa Baru Pangkalan Jambu berkisar 1.442,50 ha.
Dalam pelaksanaan pemasangan patok tata batas Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu ternyata tidak mengikuti batas-batas yang menjadi kesepakatan awal yang menurut masyarakat setempat mengikuti batas-batas alam berupa aliran sungai. Pada kenyataannya hal ini pula yang mendorong munculnya kasus pencurian kayu yang pernah terjadi di kawasan Hutan adat Desa Baru Pangkalan Jambu yang dilakukan oleh warga desa dan pihak mitra TNKS.
Dalam mengelola hutan adat, pada dasarnya masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu sudah berorientasi pada fungsi-fungsi ruang dimana mereka menyepakati adanya pembagian ruang dalam kawasan hutan desa tersebut seperti kawasan perlindungan dan kawasan pemanfaatan. Namun pembagian ruang tersebut baru sampai pada tahapan membangun prinsip-prinsip dan sama sekali belum dilakukan pembagian ruang secara khusus. Dan model pembagian ruang yang pernah dilakukan oleh WWF ID 0094 dan BAPPEDA Tingkat II Kabupaten Sarolangun Bangko ternyata tidak tersosialisasi dengan baik yang pada kenyataannya tidak dapat diimplementasikan oleh warga dan organisasi pengelola hutan adat Desa Baru Pangkalan Jambu.
Berdasarkan hasil kesepakatan yang dibangun dalam kegiatan lokakarya di tingkat desa berkenaan dengan rekonstruksi pengelolaan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu, model keruangan yang akan diterapkan dalam pengelolaan kawasan mencakup pembagian ruang-ruang atas tiga pola keruangan, yaitu :
- Ruang perlindungan, meliputi daerah-daerah sekitaran hulu dan bantaran sungai, daerah inum satwa, habitat tanaman langka dan dilindungi, daerah pada kemiringan curam/terjal, dan puncak bukit atau gunung. Ruang perlindungan ini berfungsi sebagai kawasan perlindungan terhadap sumberdaya alam hayati dan non hayati yang tidak boleh dilakukan aktivitas eksploitasi.
- Ruang pemanfaatan, meliputi daerah-daerah di luar ruang perlindungan. Ruang pemanfaatan berfungsi mensuplai produk kayu dan non kayu yang dapat memberikan nilai ekonomis baik bagi desa secara menyeluruh atau bagi warga secara individual yang dimanfaatkan secara terbatas dengan pola khusus, berkesinambungan, dan berorientasi jangka panjang.
- Ruang penyangga, meliputi daerah di luar tata batas kawasan (boundary) yang memiliki interaksi baik secara ekologis maupun sosial dengan keberadaan kawasan. Ruang penyangga berfungsi untuk memberikan daya dukung terhadap upaya mempertahankan fungsi keberadaan ruang perlindungan dan ruang pemanfaatan yang dikelola secara khusus dengan memperhatikan aspek-aspek yang mendukung kelangsungan pengelolaan kawasan.
Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu adalah suatu kawasan hutan yang dikelola yang berorientasi pada aspek perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya alam khsusnya hutan. Warga Desa Baru Pangkalan Jambu mengakses kayu yang berada di kawasan hutan adat untuk kebutuhan pembangunan sarana umum desa. Ada dua sarana pokok yang telah mereka bangun dengan memanfaatkan hasil dari hutan adat yaitu mesjid dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang sebagian dananya merupakan bantuan program ICDP TNKS. Realitas di lapangan menunjukkan bahwa upaya memanfaatkan hutan adat tidak dibarengi dengan upaya melakukan penanaman kembali sehingga kemungkinan suksesi tutupan permukaan jika terus diterapkan pola ini akan membutuhkan waktu yang sangat panjang.
Berdasarkan realitas dan fakta tersebut, maka pada aspek perencanaan pengelolaan fisik kawasan hutan desa ke depan perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :
- Pengukuhan kembali luas hutan desa.
- Penataan patok tata batas hutan desa.
- Pembagian ruang kawasan hutan desa yang berorientasi fungsi.
- Rehabilitasi kawasan penebangan.
Sebagai wujud implementasi dari upaya-upaya tersebut di atas dapat diformulasikan beberapa kegiatan sebagai berikut :
No | Jenis Kegiatan | Tujuan | Strategi | Output |
1 | Pengajuan revisi SK Bupati tentang Pengukuhan Hutan Desa | Memperoleh legitimasi atas pengelolaan kawasan hutan adat | Membuat surat pengajuan Revisi SK dan melakukan perundingan dengan instansi terkait | Diterbitkannya SK Pengukuhan Pengelolaan Hutan Adat |
2 | Penyebaran Informasi | Mensosialisasikan keberadaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu yang dikelola secara otonom untuk mengurangi tekanan dari pihak luar | Membuat liflet dan brosur yang memuat informasi tentang Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu untuk disebarkan ke desa-desa tetangga | Masyarakat desa sekitar mengakui keberadaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu |
3 | Pemasangan Patok Tata Batas Baru | Mensingkronkan keberadaan letak patok tata batas sesuai dengan peta dan batas-batas alam yang disepakati | Membuat patok yang bersifat permanen dan mudah dikenal oleh masyarakat sekitar dan menetapkan titik-titik koordinat letak masing-masing patok | Hutan Adat memiliki batas-batas yang jelas yang ditunjukkan dari keberadaan patok tata batas |
4 | Pembagian Ruang | Memberikan arah pengelolaan Hutan Adat menurut fungsi masing-masing ruang | Memetakan keberadaan ruang-ruang berdasarkan konstruksi yang telah disepakati | Hutan Adat memiliki ruang-ruang dengan fungsi yang jelas. |
5 | Penanaman pohon spesies endemik di kawasan rehabilitasi | Mempertahankan fungsi kawasan dan mencegah kerusakan dalam kawasan | Membuat tempat pembibitan dan pengaturan waktu dan lokasi tanam | Fungsi kawasan dapat dipertahankan |
Organisasi Pengelola
Organisasi pengelola Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu sebagaimana yang sudah ada belum mampu berfungsi sepenuhnya yang disebabkan adanya beberapa kerancuan di dalam komponen strukturnya. Kerancuan pertama yang ditemukan adalah ketidakjelasan garis pertanggungjawaban pengelolaan hutan adat oleh organisasi pengelola. Di samping itu keberadaan struktur yang melibatkan berbagai komponen pengelola organisasi desa (pemerintahan desa, organisasi adat, dan syara’) menjadikan munculnya dualisme fungsi dalam komponen struktur yang ada sehingga hal ini merupakan sebuah potensi untuk melahirkan persaingan kepentingan dan ego kelembagaan dalam pengelolaan hutan adat. Ketidakjelasan fungsi untuk masing-masing komponen yang ada dalam struktur organisasi pengelola juga merupakan suatu kendala yang dihadapi dalam rangka memfungsikan keberadaan organisasi pengelola.
Organisasi pengelola hutan adat bertanggungjawab kepada kepala desa karena mengingat hutan adat merupakan bagian dari wilayah desa yang pengelolaannya merupakan bagian dari pelaksanaan fungsi eksekutif pemerintah desa. Ketua dipilih dan diangkat langsung oleh kepala desa untuk melaksanakan tugas mengkoordinir pengelolaan hutan adat. Oleh sebab itu ketua ditunjuk langsung melalui Surat Keputusan Kepala Desa. Ketua dalam melaksanakan tugasnya menunjuk beberapa staf pembantu yang terdiri dari staf adminstrasi dan keuangan, beberapa orang staf yang menangani bidang pengaturan, bidang perlindungan, dan bidang pemanfaatan. Staf adminstrasi dan keuangan serta staf-staf bidang dalam melaksanakan tugasnya bertanggungjawab kepada kepala desa melalui ketua organaisasi pengelola.
Bidang pengaturan terutama berfungsi mengatur upaya-upaya dalam rangka mempertahankan fungsi-fungsi keruangan. Bidang perlindungan berfungsi melakukan pengamanan kawasan dari gangguan dan tekanan dari dalam dan luar desa. Bidang pemanfaatan berfungsi mengendalikan aspek pemanfaatan produk kawasan untuk kepentingan bersama warga desa.
Penasehat merupakan komponen yang berfungsi memberikan arahan-arahan dalam pengelolaan hutan adat. Komponen penasehat terdiri dari para pemangku adat, pegawai syara’, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan tokoh perempuan.
Berdasarkan hal tersebut maka beberapa aspek yang menjadi kebutuhan dalam upaya penataan struktur organisasi pengelolaan hutan adat adalah :
- Penyusunan ulang komponen dalam struktur organisasi berdasarkan hasil rekonstruksi.
- Penyusunan perangkat kelengkapan organisasi.
- Peningkatan kapasitas komponen organisasi pengelola.
- Penyusunan rencana kerja pengelolaan kawasan hutan adat.
Sebagai wujud implementasi dari upaya-upaya tersebut di atas dapat diformulasikan beberapa kegiatan sebagai berikut :
No | Jenis Kegiatan | Tujuan | Strategi | Output |
1 | Asistensi penataan organisasi pengelola hutan adat | Menyusun personalia organisasi pengelola hutan adat yang memiliki kapasitas dan representatif | Membangun dialog-dialog dan konsultasi dengan multi steakholder | Terbentuknya organisasi pengelola hutan adat yang berkapasitas dan representatif. |
3 | Asistensi penyusunan aturan-aturan dasar organisasi, tata kerja intern, tata kerja ekstern, garis-garis besar haluan organisasi | Melengkapi perangkat organisasi yang dapat menjadi pedoman bagi komponen organisasi pengelola dalam menjalankan organisasi | Membangun pertemuan-pertemuan internal komponen organisasi pengelola yang melibatkan multi steakholder | Adanya aturan dan mekanisme yang jelas dan terarah bagi keberadaan organisasi pengelola hutan adat |
3 | Pembekalan manejemen organisasi pengelola hutan adat | Meningkatkan kapasitas komponen organisasi pengelola hutan adat dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya | Menyusun modul pelatihan dan melaksanakan pelatihan organisasi pengelola hutan adat | Berfungsinya organisasi pengelola hutan adat |
4 | Asistensi penyusunan rencana kerja organisasi pengelola hutan adat | Memberikan gambaran aktivitas bagi organisasi pengelola dalam meningkatkan pengelolaan hutan adat | Membangun pertemuan-pertemuan internal komponen organisasi pengelola yang melibatkan multi steakholder | Adanya program kerja jangka pendek dan jangka panjang bagi organisasi pengelola hutan adat. |
Institusi Pengelolaan Kawasan
Landasan institusional pengelolaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu adalah Surat Keputusan Bupati Nomor 225 Tahun 1993 tanggal 15 Juni 1993 yang memuat aspek legalitas keberadaan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu dan Peraturan Desa Nomor: 01/Perdes/HAD/02/1994 yang ditetapkan pada tanggal 25 Februari 1994 yang memuat aspek pengelolaan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu.
Keberadaan Peraturan Desa Nomor: 01/Perdes/HAD/02/1994 dinilai sudah tidak relevan untuk dipedomani karena banyak aspek yang menjadi kelemahan dan belum diatur. Kelemahan yang menyangkut struktur organisasi pengelola yang sudah mengalami perombakan melalui rekonstruksi bersama merupakan salah satu aspek yang perlu diatur secara tegas melalui peraturan desa. Di samping itu pola pengelolaan ruang sesuai fungsi juga merupakan bagian yang perlu diatur secara tegas. Berangkat dari hasil studi yang dilakukan teridentifikasi beberapa aspek yang berkaitan dengan pengelolaan hutan adat yang perlu diatur ke depan, yaitu :
- Keberadaan kawasan yang melingkupi aspek batas-batas defenitif yang disepakati.
- Model organisasi pengelola dan mekanisme penyelenggaraan organisasi dengan segala kelengkapan perangkat organisasi pengelola.
- Model pengelolaan kawasan yang melingkupi fungsi keruangan sebagai pedoman dalam pengelolaan kawasan.
- Prosedur dan mekanisme penanganan masalah dan konflik dalam pengelolaan kawasan termasuk di dalamnya mengenai tingkatan sanksi.
Sebagai wujud implementasi dari upaya-upaya tersebut di atas dapat diformulasikan beberapa kegiatan sebagai berikut :
No | Jenis Kegiatan | Tujuan | Strategi | Output |
1 | Asistensi penyusunan peraturan desa tentang keberadaan kawasan | Memberikan dasar yang kuat dalam mengelola kawasan hutan adat | Membangun dialog-dialog dan konsultasi dengan multi steakholder | Terbitnya peraturan desa yang mengatur tentang keberadaan kawasan |
2 | Asistensi penyusunan peraturan desa tentang model organisasi dan mekanisme penyelenggaraan organisasi pengelola kawasan | Memberikan dasar yang kuat dalam menetapkan unsur-unsur dalam struktur organisasi pengelola dan pedoman dalam menjalankan organisasi pengelola kawasan | Membangun dialog-dialog dan konsultasi dengan multi steakholder | Terbitnya peraturan desa yang mengatur tentang model organisasi dan mekanisme penyelenggaraan organisasi pengelola kawasan |
3 | Asistensi penyusunan peraturan desa tentang model keruangan pengelolaan kawasan | Memberikan arah yang jelas dalam mengelola kawasan sesuai dengan fungsi-fungsi keruangan pengelolaan kawasan | Membangun dialog-dialog dan konsultasi dengan multi steakholder | Terbitnya peraturan desa yang mengatur model keruangan pengelolaan kawasan |
4 | Asistensi penyusunan peraturan desa tentang prosedur dan mekanisme penanganan masalah dan konflik dalam pengelolaan kawasan | Memberikan arah yang jelas dalam menangani masalah dan konflik dalam pengelolaan kawasan | Membangun dialog-dialog dan konsultasi dengan multi steakholder | Terbitnya peraturan desa yang mengatur prosedur dan mekanisme penanganan masalah dan konflik dalam pengelolaan kawasan |
Pengembangan Jaringan Pengelolaan Kawasan
Di awal penetapan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu, jaringan pengelolaan kawasan melibatkan beberapa komponen penting yaitu pengelola di tingkat desa, WWF ID 0094, dan BAPPEDA Tingkat II Kabupaten Sarolangun Bangko. Jaringan pengelolaan ini terpola karena adanya aspek kepentingan masing-masing yang terkait. Pengelola di tingkat desa secara murni dihadapkan pada aspek kepentingan untuk mengelola kawasan karena merupakan salah satu asset desa yang harus dipertahankan. Sedangkan pihak WWF ID 0094 dinilai terkait dengan kepentingan pelaksanaan Program ICDP TNKS dimana salah satu site-nya adalah Desa baru Pangkalan Jambu yang merupakan salah satu pula desa yang ditetapkan sebagai kawasan penyangga TNKS. Sementara pihak BAPPEDA Tingkat II Sarolangun Bangko dinilai terkait dengan kepentingan Pemerintah Daerah untuk menginisiasi program pengelolaan hutan adat desa.
Jaringan semacam ini sifatnya temporer dan setelah masing-masing kepentingan tercapai maka jaringan itupun mengalami stagnan. Proses pembinaan yang dilakukan oleh WWF ID 0094 mengalami stagnan setelah berakhirnya program ICDP TNKS yang difasilitasinya, sama halnya dengan keberadaan pihak BAPPEDA Tingkat II Kabupaten Sarolangun Bangko yang proses pembinaannya juga mengalami stagnasi setelah penyusunan model keruangan kawasan berakhir.
Dalam pengelolaan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu diperlukan suatu konstruksi jaringan pengelolaan yang luas dan mampu terpola secara jangka panjang. Alasannya adalah bahwa pengelolaan kawasan hutan adat merupakan salah satu model perlindungan sumberdaya yang perlu dikembangkan dan menjadi kebutuhan banyak pihak. Oleh sebab itu, pada tatanan desa khususnya organisasi pengelola sudah harus mampu menjalin hubungan kerjasama dengan berbagai pihak dalam mengelola kawasan. Kebutuhan kerjasama ini bermuara dari aspek upaya meningkatkan pengelolaan kawasan yang tidak hanya berwujud sebagai kawasan perlindungan tetapi juga mampu berfungsi untuk mengembangkan aktivitas-aktivitas yang memberikan kontribusi terhadap desa secara umum.
Berangkat dari kondisi tersebut maka dalam pengelolaan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu, perlu dikembangkan model jaringan pengelolaan yang melibatkan beberapa komponen menurut kepentingan pengembangan kawasan yang meliputi :
- Komponen Pemerintah Daerah dalam hal legalisasi keberadaan kawasan.
- Komponen Unit Pelaksana Teknis TNKS dalam hal keberadaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu sebagai bagian kawasan penyangga TNKS.
- Perguruan Tinggi dalam pengembangan studi dan penelitian di bidang pengelolaan sumberdaya alam.
- Lembaga Swadaya Masyarakat dalam mengembangkan mitra kerja pengelolaan kawasan
- Lembaga donor dalam mendanai program-program pengelolaan kawasan
Berdasarkan hal tersebut, dalam upaya membangun jaringan pengelolaan ini maka perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :
- Membangun komitmen bersama atas dukungan dalam pengelolaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu.
- Pengembangan kader fasilitator desa dan pemandu wisata alam lokal (local ecotourism guide.
Sebagai wujud implementasi dari upaya-upaya tersebut di atas dapat diformulasikan beberapa kegiatan sebagai berikut :
No | Jenis Kegiatan | Tujuan | Strategi | Output |
1 | Mengadakan pertemuan pengelolaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu | Membangun komitmen dan kerjasama serta pembagian peran dalam mendukung pengelolaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu | Workshop dan konsultasi publik | Terbangunnya jaringan pengelolaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu |
2 | Pendidikan kader fasilitator desa | Membentuk kader fasilitator desa yang dapat memfasilitasi pihak-pihak yang akan melakukan aktivitas penelitian dan konservasi di kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu | Penyusunan modul pelatihan dan pelaksanaan pelatihan kader fasilitator desa | Adanya fasilitator desa yang memiliki kapasitas untuk memfasilitasi pelaksanaan kegiatan penelitian dan konservasi dalam kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu |
3 | Pendidikan kader pemandu wisata alam lokal | Membentuk kader pemandu wisata alam lokal yang dapat memandu turis-turis domestik maupun asing yang berkunjung ke kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu | Penyusunan modul pelatihan dan pelaksanaan pelatihan kader pemandu wisata alam lokal | Adanya kader pemandu wisata alam lokal yang mampu memandu turis-turis domestik maupun asing yang berkunjung ke kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu |
Pengembangan Media Komunikasi dan Informasi
Kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu kaya akan keanekaragaman jenis sumberdaya alam hayati yang meliputi flora dan fauna dan menarik untuk pengembangan kegiatan-kegiatan penelitian dan wisata alam. Hal ini menjadi tidak tersosialisasi mengingat penanganan aspek informasi dalam pengelolaan kawasan yang masih terbatas dan dapat dikatakan tidak ada sama sekali. Oleh sebab itu dalam konteks peningkatan pengelolaan kawasan, aspek pengembangan media komunikasi dan informasi berkenaan dengan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangakalan Jambu menjadi penting keberadaannya. Dalam konteks pengembangan dimaksud, beberapa hal yang perlu dilakukan adalah :
- Dokumentasi informasi berkenaan dengan seluruh aspek yang terkait dengan keberadaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu.
- Pengadaan media yang mampu berfungsi sebagai pusat komunikasi dan informasi yang berkenaan dengan keberadaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu.
- Peningkatan kapasitas pengelolaan informasi pengelolaan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu.
Sebagai wujud implementasi dari upaya-upaya tersebut di atas dapat diformulasikan beberapa kegiatan sebagai berikut :
No | Jenis Kegiatan | Tujuan | Strategi | Output |
1 | Penyusunan buku tentang pengelolaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu | Menghimpun semua informasi yang berkaitan dengan pengelolaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu dan menjadikannya sebagai sebuah bahan mata ajar dalam kurikulum muatan lokal | Mengkonsultasikan lay out dan muatan-muatan buku kepada beberapa steakholder | Adanya satu buku yang memuat semua informasi yang berkaitan dengan pengelolaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu |
2 | Pembuatan film tentang pengelolaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu | Mensosialisasikan keberadaan pengelolaan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu melalui media elektronik | Penyusunan naskah dan pengambilan gambar di lapangan | Adanya satu paket informasi pengelolaan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu dalam bentuk tayangan film / compact disk. |
3 | Pembentukan sanggar pembelajaran bersama pengelolaan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu | Memberikan wadah dimana setiap pihak dapat memperoleh informasi dan mempelajari model pengelolaan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu | Menetapkan lokasi yang mudah diakses semua pihak dan mengkoleksi informasi yang berkenaan dengan pengelolaan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu | Adanya sanggar pembelajaran bersama pengelolaan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu |
4 | Pendidikan manajemen informasi dan media komunikasi | Memberikan pembekalan bagi pengelola informasi dalam mengelola informasi berkenaan dengan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu | Menyusun modul pelatihan dan melaksanakan pelatihan manajemen informasi dan media komunikasi | Adanya kader yang mampu mengelola informasi dan media komunikasi pengelolaan kawasan Hutan Adat Desa Baru Pangkalan Jambu secara baik |