Dalam rangka implementasi Forum Kemitraan Multipihak Pembangunan Sosial Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi, Yayasan Prakarsa Madani (YPM) kembali melakukan kegiatan sosialisasi dan diskusi bersama stakeholder terkait. Sabtu (26/10/2019), YPM menyelenggarakan pertemuan di Kantor Kecamatan Nalo Tantan, Kabupaten Merangin.

Sosialisasi dilaksanakan sebagai upaya memberikan penjelasan terkait program yang akan dilaksanakan Forum terhadap Pembangunan Sosial Suku Anak Dalam di Wilayah Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Sosialisasi ini juga mencoba mensinergikan berbagai program dari pemerintah maupun swasta yang berkaitan dengan bantuan dan pemberdayaan terhadap Suku Anak Dalam.

Hadir dalam kegiatan itu dari pihak pemerintah seperti Dinas Sosial Kabupaten Merangin, Guru anak SAD dari Dinas Sosial Provinsi Jambi, Pendamping KAT dari Kementerian Sosial RI, Camat Nalo Tantan, Camat Tabir Selatan, Kepala Desa Sungai Ulak, Kepala Desa Mentawak, Kepala Desa Gading Jaya, Temenggung Jang, Temenggung Sikar, Temenggung Ngepas dan Community Development Admin PT Sari Aditya Loka 1.

Ketua Badan Pengurus YPM, Elwamendri, menjelaskan tujuan sosialisasi adalah menjelaskan program lembaga Yayasan Prakarsa Madani dalam mendorong proses percepatan perubahan sosial Suku Anak Dalam khususnya yang ada di kawasan TNBD dan wilayah Air Hitam. Lebih lanjut, tujuan dari sosialisasi ini adalah mencoba mensinergikan program-program dari berbagai stakeholder, baik pemerintah maupun pihak swasta. Mendorong penguatan fungsi ketemenggungan dan aturan-aturan adat. Yang terakhir adalah mendorong dan memfasilitasi terbentuknya sistem jaringan sosial antara SAD dengan Warga Desa, yang melibatkan unsur temenggung, pemerintah desa, jenang, pemerintah kecamatan, serta TNI dan POLRI.

Camat Nalo Tantan Agus Salim dalam sambutannya mengharapkan kegiatan yang akan dilaksanakan Forum Kemitraan Mulitipihak Pembangunan Sosial Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi dapat berjalan dengan baik. Bisa membantu saudara-saudara kita SAD agar bisa lebih baik lagi kehidupannya.

Selain itu, jika antara SAD dengan warga desa sudah terjadi asimilasi dan berinteraksi, Camat berharap cara atau kebiasaan Suku Anak Dalam dalam aktivitasnya seperti berburu lebih bijaksana. “Misalnya dalam menggunakan senjata api (kecepek), dimana dalam berburu Suku Anak Dalam menggunakan Senjata Api (senjata kecepek), itu kan akan mengundang ketakutan bagi masyarakat desa. Bagaimana agar tidak terlalu dinampakkan,” kata Camat Agus Salim.

Kemudian, hasil berburu (babi) juga ditangani dengan baik agar tidak menimbulkan rasa kurang nyaman di tingkat masyarakat desa.

Riris S Sijabat, Pendamping Sosial KAT Kemensos RI, mengharapkan agar program bantuan dari lembaga atau instansi manapun memiliki tenaga pendamping. Hal ini agar bantuan yang diberikan oleh pihak tersebut tidak menjadi sia-sia.

Pendamping Dinas Sosial Provinsi Jambi yang bertugas sebagai Guru bagi anak-anak SAD, Warsiti, mengatakan warga SAD masih membutuhkan Tenaga Pendidik, karena dengan jumlah tenaga pendidik yang ada dan mengajar anak SAD saat ini belum mencukupi dan menjangkau semua generasi muda SAD yang masih perlu dicerdaskan.

Ajrul Affandi dari Dinas Sosial Kabupaten Merangin mengatakan, dari instansinya akan ada beberapa program lagi yang diperuntukkan kepada SAD, seperti Kolam Terpal untuk kelompok Temenggung Jang sebagai dukungan untuk mencukupi kebutuhan ekonomi kelompok.

Amanah yang diberikan kepada kepala desa Gading Jaya, Bapak Nur Widianto telah ditunaikan dengan baik. Proses negosiasi pengadaan lahan telah dilakukan oleh Kepala Desa Gading Jaya kepada pemilik lahan (Bapak Seboya). Diakui oleh Bapak Nur Widianto, pelibatan pemerintah desa dalam kegiatan yang dilakukan untuk komunitas SAD sangat menggembirakan dan ke depan sinergi dan koordinasi seperti kegiatan ini perlu ditingkatkan lagi.

Tanggal 11 September 2019, dimulailah renovasi sumur sumber air bersih untuk kelompok Temenggung Ngepas. Beriringan dengan itu juga dilakukan pembangunan gedung sekolah untuk tempat belajar anak-anak. Kini, sumber air bersih untuk kelompok Temenggung Ngepas relatif sudah memadai dan bangunan sekolah juga telah berdiri, sehingga anak-anak bisa belajar dengan nyaman.

Menindaklanjuti pertemuan Bukit Suban tanggal 29 Juni 2019, sesuai mandat yang diberikan kepada Prakarsa Madani pada Workshop Forum Kemitraan di Golden Harves Jambi, Prakarsa Madani melakukan koordinasi dengan Kepala Desa Gading Jaya, Camat Tabir Selatan, Dinas Sosial-PPPA Merangin dan PT. SAL 1, terkait dengan kebutuhan kelompok Temenggung Ngepas akan bangunan sekolah dan sumber air bersih.

Tanggal 8 September 2019, stakeholder Bpk. Azrul Affandi dari Dinas Sosial PPPA Merangin, Bpk. Nur Widianto Kades Gading Jaya, Bpk. Afrizal Sekcam Tabir Selatan dan beberapa perwakilan dari PT. SAL 1 berdiskusi di tempat Temenggung Ngepas terkait lokasi pendirian bangunan sekolah dan sumber air bersih.

Pada kesempatan tersebut, juga dilakukan survei calon lokasi pendirian bangunan sekolah dan calon lokasi untuk pembuatan sumur air bersih. Setelah di telisik lebih lanjut, ternyata sumur yang digunakan selama ini oleh kelompok Temenggung Ngepas masih mempunyai persediaan air (meskipun pada musim kemarau). Oleh karena itu di sekapati bahwa sumur yang ada saat ini akan direnovasi sedemikian rupa, ditambah kedalamannya sekitar 2 meter dan akan dipasang cincin beton. Sementara untuk calon lokasi bangunan sekolah, akan didirikan disamping pemukiman Temenggung Ngepas, namun tanah tersebut merupakan tanah milik Bapak Seboya. Terkait dengan ini ditugaskan kepada Bpk Nur Widianto untuk melakukan negosiasi dengan Bpk. Seboya dalam hal pengadaan lahan untuk bangunan sekolah.

Pasca dilakukan Workshop Forum Kemitraan Pembangunan Sosial Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi, tanggal 16 – 18 Juni 2019, Prakarsa Madani mengambil inisiatif melakukan pertemuan dengan para Temenggung dan Tengganai untuk menggali permasalahan-permasalahan yang mungkin belum terkamomodasi dalam Workshop di Golden Harvest tersebut. Pertemuan dilakukan di Balai Pertemuan desa Bukit Suban tanggal 29 Juni 2019.

Beberapa hal yang mengemuka didiskusikan dalam  pertemuan ini diantaranya:

  1. Persoalan jual beli lahan oleh Suku Anak Dalam
  2. Persoalan konflik lahan
  3. Persoalan fasilitas sekolah dan air bersih pada kelompok Temenggung Ngepas.

Secara umum, Komunitas Suku Anak Dalam sudah merasa resah dengan proses jual beli lahan yang dilakukan oleh komunitas. Proses jual beli lahan ini terutama terjadi karena adanya kebutuhan-kebutuhan jangka pendek seperti untuk perkawinan, yang menurut komunitas, aturan perkawinan saat ini telah jauh menyimpang dari apa yang dipahami komunitas pada masa lalu. Selain itu jual beli lahan juga disebabkan karena adanya kebutuhan berbagai fasilitas kekinian seperti untuk membeli kendaraan, genset dan handphone. Jika kondisi ini terus di biarkan, maka suatu saat nanti komunitas SAD tidak lagi akan mempunyai lahan untuk melakukan aktivitas pertanian guna memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Forum diskusi mengharapkan adanya pertemuan lebih lanjut yang membahas aturan-aturan adat terkait soal jual beli lahan ini dan sekaligus aturan-aturan adat terkait dengan perkawinan.

Terkait dengan konflik lahan, para Temenggung dan Tengganai mengakui, bahwa tidak ada lagi konflik lahan baik dengan pihak TNBD maupun dengan pihak perusahaan yang berada di sekitar pemukiman SAD. Diakui oleh Tengganai H. Jaelani bahwa komunitas SAD memang memiliki pohon-pohon yang mereka lindungi, seperti Tenggeris, Setubung Anak, dan Sialang. Dan ketika pohon-pohon ini di tumbang oleh orang/perusahaan HPH, maka komunitas SAD menetapkan denda kepada pihak-pihak tersebut. Tengganai H. Jaelani menegaskan bahwa semua denda yang diminta kepada pihak-pihak tersebut, telah ditunaikan oleh mereka, dan dengan demikian tidak adalagi persoalan terkait dengan sumberdaya kayu yang dilestarikan oleh komunitas SAD.

Salah satu masalah yang mengemuka di kemukakan oleh Temenggung Ngepas pada waktu pertemuan tersebut adalah tidak adanya fasilitas sekolah dan fasilitas air minum untuk kelompok temenggung ini. Saat ini sekolah anak-anak dilakukan di rumah Temenggung Ngepas. karena belum ada fasilitas sekolah. Menurut Temenggung kondisi ini tentu tidak baik untuk jangka panjang dan tentunya juga akan menganggu kenyamanan Temenggung dan keluarganya. Terkait dengan air bersih, Temenggung Ngepas menegaskan diwilayah pemukimannya sumber air terbatas, terutama pada musim kemarau seperti sekarang ini. Keluarga-keluarga sudah kesulitan mendapatkan air bersih dan juga menimbulkan masalah bagi ternak kura-kura yang dibudidayakan oleh kelompok Temenggung Ngepas ini.

 

Berdasarkan informasi dari Bupati Merangin, jumlah/populasi Suku Anak Dalam (SAD) di Kabupaten Merangin mencapai 350 Kepala Keluarga dan terdiri dari 1.148 jiwa. Populasi Suku Anak Dalam ini tersebat di 7 Kecamatan, diamana Kecamatan nalo Tantan memiliki populasi SAD terbanyak, kemudian diikuti oleh kecamatan Tabir Selatan.

Sementara itu, Bupati Sarolangun yang diwakili Asisten II, menegaskan bahwa jumlah /populasi SAD di kabupaten Sarolangun mencapai 576 Kepala Keluarga terdiri dari 2.213 jiwa. Populasi SAD ini tersebar di 7 Kecamatan, dimana Kecamatan Air Hitam merupakan kecamatan yang memiliki populasi SAD terbanyak, kemudian diikuti oleh kecamatan Batin VIII.

Berdasarkan data dari Balai Taman nasional Bukit Duabelas, Maret Tahun 2018, populasi SAD yang tersebat di kawasan Taman nasional adalah sebanyak 2.960 jiwa yang terdiri dari 718 Kepala Keluarga. Suku Anak Dalam yang tersebar di kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas ini terdiri dari 13 Temenggung, meliputi 3 kabupaten: Kabupaten Batanghari, Tebo dan Kabupaten Sarolangun.

 

No Kelompok/Temenggung Jlh KK Jlh Jiwa
A Batanghari
1 Nyurau 62 161
2 Ngamal 21 77
3 Nyenong 29 113
4 Girang 35 164
5 Celitai 45 235
6 Bebayang 19 80
7 Meladang 46 172
B Tebo
8 Ngadap 101 428
9 Jelitai 142 553
10 Nggrip 95 434
C Sarolangun
11 Nangkus 83 378
12 Bepayung 20 87
13 Afrizal 20 78
JUMLAH 718 2960