Menurut Bapak Idris, tuntutan beberapa keluarga Suku Anak Dalam terhadap lahan yang dikelola perusahaan (perkebunan kelapa sawit) tidak mempunyai dasar yang kuat. Ditambahkan lagi bahwa lahan tersebut sebenarnya milik warga Marga Air Hitam, karena tanah renah diakui oleh SAD merupakan milik warga melayu (Marga Air Hitam), sementara warga melayu mengakui bahwa bukit barisan/bukit kuaran atau wilayah hutan cagar biosfir merupakan bagian ruang hidup dari Suku Anak Dalam.

Ketika tuntutan lahan dari beberapa keluarga SAD ini dikonfirmasi kepada beberapa Temenggung, beberapa Temenggung  tersebut menyatakan bahwa tidak ada lagi permasalahan lahan dengan pihak perusahaan. Kenyataan yang ada adalah beberapa keluarga SAD tersebut dimobilisasi sedemikian rupa oleh pihak-pihak tertentu seolah-olah lahan perusahaan tersebut adalah milik nenek moyang Suku Anak Dalam.

Lahan Perusahaan MP3

Salah satu adat yang ditaati oleh Suku Anak Dalam adalah adat dalam menjatuhkan sangsi kepada siapa yang melanggar aturan. Suku Anak Dalam menetapkan adat dalam menjatuhkan sangsi tersebut sesuai dengan seloko berikut : Jika memukul sesuatu, maka pemalu hendaknya jangan nak patah, yang dipalu jangan nak mati, tanah jangan nak lebang (jangan kelihatan bekasnya). Jadi kalau akan membunuh, jangan sampai nak mati, kalau akan membuang, jangan sampai nak jauh, kalau akan ditanan jangan sampai nak dalam, namun demikian hukum perlu ditegakkan.

Dalam struktur sosial Suku Anak dalam, Temenggung yang memegang undang, sementara teliti dipegang Depati. Jika terdapat kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh warga SAD, maka jika tidak diselesaikan oleh Depati, maka proses selanjutnya dalam menetapkan hukum jatuh kepada Temenggung, dengan hukuman 600 keping kain. Tetapi jika permasalahan tersebut dapat diatasi oleh Depati, maka hukumannya hanya 40 keping kain. Demikian selanjutnya, jika permasalahan dapat diselesaikan oleh Mangku, maka dendanya hanya 20 keping kain dan seterusnya, jika permasalahan tersebut dapat diselesaikan Waris, maka dendanya hanya 2 keping kain. Demikian kondisi berjenjang naik, bertangga turun dalam menetapkan sangsi kepada warga SAD yang bersalah.

Adat SAD MP3

 

Jalaluddin, diakui oleh komunitas suku Anak Dalam di kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas, sebagai pewaris Jenang yang dianggap oleh komunitas Suku Anak Dalam, sebagai tempat mengadu, tempat memecahkan berbagai persoalan yang menimpa komunitas Suku Anak Dalam. Menurut Jenang Jalaluddin, sepengetahuan beliau, Jenang pertama bernama Abdul Latif, atau lebih dikenal dengan nama Jenang Selatih. Setelah Jenang Selatih meninggal, posisi jenang digantikan oleh Jenang Baharuddin (Kakek Jenang Jalaluddin).

Setelah Jenang Baharuddin (Jenang Bahar) meninggal dunia, semestinya yang menggantikan jenang adalah Nasir, anak Jenang Bahar. Namun demikian Nasir ini menetap di Jakarta, padahal sewaktu Nasir masih kecil, Nasir sudah banyak mengenal kehidupan komunitas suku anak dalam, karena sering bepergian dengan Jenang Bahar. Posisi Jenang kemudian digantikan oleh Ismail, anak dari saudara perempuan Jenang Bahar. Akan tetapi Jenang Ismail ini hanya menjabat posisi Jenang selama lebih kurang dua tahun. Tidak dijelaskan oleh Jenang Jalaluddin, alasan dari berhentinya Jenang Ismail ini.

Sekitar Tahun 2015, Pemerintah Kabupaten Sarolangun mengangkat Jenang untuk komunitas Suku Anak Dalam. Nama Jenang yang dilantik pemerintah ini adalah M. Azzek. Jenang Azzek, tidak mendapat legtimasi dari beberapa tokoh suku anak dalam, karena berbagai alasan. Menurut Jenang Jalaluddin, beberapa tokoh yang datang secara pribadi kepada beliau seperti Nggrip, Ngandum (Pamusai) Tarib (Jailani), Betaring, meminta agar Jalaluddin bersedia memangku jabatan Jenang, karena Jalaluddin adalah keturunan dari Jenang, mulai dari Selatih sampai ke Jenang Bahar. Apalagi beberapa benda pusaka Jenang seperti keris tanpa gagang dan tongkat rotan manau, masih berada pada keluarga Jalaluddin.

Keris Tanpa Gagang

Tongkat Rotan Manau

Diakui oleh Jenang Jalaluddin, bahwa benda pusaka ini merupakan media komunikasi antara Jenang dengan komunitas Suku Anak Dalam, terutama para Temenggung. Benda-benda lain yang menjadi media komunikasi antara Jenang dengan para Temenggung adalah baju, topi/kopiah, dan simpul rumput. Masing-masing benda ini menunjukkan tingkat kepentingan yang berbeda. Misalnya keris, jika para Temenggung menerima kiriman keris dari pembawa pesan, maka ini berarti bahwa detik itu juga Temenggung harus berangkat menuju Jenang, karena ini menyangkut kepentingan nyawa manusia. Menurut Jenang Jalauddin, media komunikasi ini berlaku bagi suku anak dalam di kawasan Bukit Duabelas, yang menurut selokonya Tanah Garo Pangkal Wari, Sungai Serengam Ujung Waris, Air Hitam Tanah Bejenang.

Sejarah “Jenang” juga dinukilkan oleh Tengganai H Jailani, bahwa dulunya Suku Anak Dalam tidak mengenal Jenang. Akan tetapi ketika penjajah masuk ke Air Hitam, ada sosok Abdul Latif tampil membela komunitas Suku Anak Dalam dari keinginan penjajah (Jepang) untuk memperlakukan Suku Anak Dalam sebagai tenaga kerja paksa  dan melindungi kaum wanita dari hasrat untuk memperkosa Suku Anak Dalam. Semenjak itu sosok Abdul Latif dianggap sebagai “Bapak/Pelindung atau Jenang” oleh Suku Anak Dalam.

 

Transmigran Hitam Ulu mendapat lahan 0,25 Ha untuk lahan pekarangan, 1 Ha untuk lahan pangan serta 2 Ha untuk lahan Perkebunan. Para transmigran mulai menempati lahan semenjak tahun 1979 sampai dengan Tahun 1983.  Warga transmirasi Hitam Ulu berasal dari penduduk Kabupaten Pekalongan, Kendal, Purworejo, Grobogan, Sekitar Provinsi Jawa Timur, Sekitar Provinsi Jawa Barat, Bandung dan Intransum ABRI Diponegoro.

[table id=1 /]

Diawal penempatan, ketika LU 1 belum menghasilkan, para transmigran mendapat jaminan hidup dari pemerintah berupa beras 50 Kg, ikan asin 5 Kg, minyak goreng 3 Kg, minyak tanah 8 liter, garam 2 Kg, sabun cuci batangan serta peralatan dapur.

Dalam mengelola LU 1, pemerintah juga memberikan bantuan bibit padi sebanyak 30 Kg, bibit tanaman pekarangan 20 batang, pestisida dan racun tikus/babi 3 Kg, pupuk urea dan TSP 3000 Kg serta kapur pertanian.  Para transmigran harus belerja keras dalam memanfaatkan LU 1 karena sebagian besar mereka menerika LU 1 masih banyak tunggul-tunggul kayu dan batang-batang kayu yang masih belum di chipping.

Pada awalnya LU 1 ditanam dengan tanaman kebutuhan pokok seperti padi, cabe, singkong, ubi rambat, terong, bawang putih, bawang merah dan berbagai jenis palawija. Tahap ini dikenal dengan tahap konsolidasi dan tahap konsolidasi ini berlangsung sekitar sampai tahun 1984.

Setelah melewati tahap konsolidasi, para transmigran ini memasuki tahap pengembangan. Pada tahap ini pemerintah berupaya mendorong terbentuknya koperasi unit desa (KUD), pembinaan pendidikan, kesehatan dan keluarga berencana, serta mulai dibentuk perangkat desa sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Pada tahap ini juga pemerintah berupaya merintis hubungan dengan pihak swasta terutama dalam mengembangkan LU 2 yang sama sekali belum tersentuh pembangunan.

Untuk pembangunan Lhan Usaha 2 (LU 2), pemerintah pada tahun 1987, meminta PT Sari Aditya Loka-1 (SAL-1) untuk membantu pelaksanaan program transmigrasi untuk memfasilitasi pembangunan kebun plasma (PIR-TRANS) untuk 6,600 KK seluas 13,221 Ha (realisasi). Pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No 353/ Kpts / KB.510 / 6 / 1987 yang menunjuk PT SAL-1 sebagai pelaksana program pengembangan PIR Trans Kelapa Sawit di Daerah Rantau Panjang Tabir, Kabupaten Sarolangun Bangko dan wilayah Muara Bungo, Kabupaten Bungo Tebo Provinsi Daerah Tingkat I Jambi.

Persiapan pembangunan kebun plasma dilakukan dalam kurun waktu 2 tahun dari 1987 hingga 1989. Pola yang diterapkan adalah Operasional dengan PT 100% artinya seluruh kegiatan operasional mulai dari pembukaan lahan, produksi hingga penerimaan TBS di PKS dikelola seluruhnya oleh PT SAL-1. Dari pola tersebut ditetapkan dengan komposisi perhitungan pembagian hasil panen yaitu 45% untuk biaya operasional, 45% untuk cicilan ke bank, dan 10% untuk fee petani sebagai pemilik lahan. Realisasi pembangunan kebun plasma oleh PT SAL-1 adalah seluas 13.221 Ha dan diikuti oleh 6.591 orang petani. Pola kemitraan ini selesai / lunas dalam kurun waktu tahun 1998-2004.

Namun demikian pada rentang tahun 2001-2003, sekitar 1060 Ha lahan yang diperoleh dari sisa Lahan Usaha II diperuntukkan sebagai kebun dengan pola KKPA (Kredit Koperasi Primer Anggota) sehingga HGU PT SAL-1 pada tahun tersebut seluas 5.171 Ha. PT SAL-1 hanya menggunakan cadangan lahan seluas 5.171 Ha untuk menjadi HGU. Sedangkan lahan seluas 1060 ha yang berasal dari sisa lahan usaha II dikembalikan kepada Pemerintah Kabupaten Merangin (Berdasarkan Surat Administratur PT SAL-1 kepada Gubernur KDH Tingkat I Jambi Nomor 244/ADM/SAL-1/IX/2000, agar dapat diberikan kepada masyarakat sekitar termasuk kepada warga Melayu dan Suku Anak Dalam dalam bentuk Kebun KKPA. Kesepakatan di Kantor Gubernur Jambi pada tahun 2000 telah memutuskan bahwa PT SAL-1 akan mengembalikan lahan seluas 1060 ha kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Merangin agar dapat dimanfaatkan untuk masyarakat melalui pola KKPA.  Proyek KKPA ini dikelola oleh Koperasi Unit Desa (KUD) Bangun Setia. Dari sinilah interaksi pertama kali antara PT SAL-1 dengan Suku Anak Dalam.

Bagi peserta yang berasal dari Suku Anak Dalam mereka harus memenuhi syarat bahwa calon penerima program KKPA wajib mendiami rumah yang disediakan pemerintah. Bupati Sarolangun saat itu mengeluarkan Surat Keputusan nomor 299 tahun 2002 mengenai penunjukkan petani KKPA bagi peserta yang berasal dari Kelompok Suku Anak Dalam . Pemerintah menetapkan 50 KK untuk 100 Ha lahan yang diperuntukkan bagi Suku Anak Dalam. Namun demikian tidak semuanya mau mengikuti program KKPA dan hanya 36 KK yang mengikuti sedangkan 14 KK yang lain tidak mau mengikuti program karena tidak bersedia untuk hidup menetap dengan menempati rumah. Namun demikian lahan KKPA yang telah diberikan kepada Suku Anak Dalam pada prosesnya digadaikan dan dikontrakkan  kepada masyarakat lain sehingga perusahaan sebagai operator tidak dapat melaksanakan kegiatan di kebun tersebut seperti panen dan rawat. PT SAL-1 telah berupaya membantu untuk mengembalikan lahan tersebut kepada Suku Anak Dalam dengan mengganti biaya gadai / biaya kontrak yang telah disepakati. Akan tetapi akhirnya semua peserta yang berasal dari komunitas Suku Anak Dalam menjual lahan di bawah tangan tanpa sepengetahuan dari perusahaan maupun pihak KUD yang menaungi program KKPA. Pada tahun 2005 terdapat penambahan luas HGU PT SAL-1 di Inti 2 sebesar 308,5 Ha sehingga total luas HGU yang diusahakan oleh PT SAL-1 saat ini adalah 5479,5 Ha.

 

Jenis-jenis sumberdaya alam atama yang biasa dimanfaatkan oleh warga Desa Tanjung Beringin adalah sumberdaya hutan baik kayu maupun non kayu. Kayu biasa diakses masyarakat dari hutan untuk keperluan membangun dan merehabilitasi rumah tempat tinggal. Untuk membangun satu rumah yang berukuran 5×7 m2 dibutuhkan kayu sebanyak 10 m3 dan rotan sebanyak 3 m3. Untuk memperoleh kayu sebanyak 10 m3  dibutuhkan pohon sebanyak 3 batang.

Rotan juga merupakan jenis sumberdaya hutan yang memiliki fungsi penting bagi warga desa. Di samping sebagai bahan bangunan, rotan juga merupakan sarana untuk memagar sawah guna menghindari serangan hama terutama babi dan mengamankan sawah dari gangguan ternak kerbau yang dikelola dengan sistem ternak lepas. Saat ini keberadaan rotan sudah semakin langka sehingga warga sudah tidak bisa memagar sawah dan hal ini menjadi salah satu penyebab sawah tidak diolah warga sejak dua tahun terakhir ini. Di samping rotan, sejak dulu masyarakat juga sudah memanfaatkan berbagai hasil hutan non kayu. Berikut ini dapat dilihat beberapa jenis hasil hutan non kayu yang dimanfaatkan warga dulu dan sekarang serta pola pemanfaatannya.

 

No Produk Hutan

Non Kayu

Pengalaman Memanfaatkan

(Produk  yang Dimanfaatkan)

Pola Pemanfaatan (%)
Dulu Sekarang Konsumsi Komersial
1 Rotan Batangnya sebagai bahan dasar untuk membuat ambung, keranjang, tapan (tempat ikan) , kiding, dan untuk pengikat pagar Batangnya sebagai bahan dasar untuk ambung, keranjang, tapan (tempat ikan) , kiding, dan untuk pengikat pagar 100 0
2 Jernang Lateknya digunakan untuk cat kuku, obat luka, hiasan/ pewarna anyaman Lateknya digunakan untuk cat kuku, obat luka, hiasan/ pewarna anyaman 5 95

(Produk di jual dalam bentuk setengah jadi. Dijual ke Bangko dengan harga

Rp 476.000/kg

3 Manau Batangnya digunakan untuk membuat jembatan, lukah, dan kincir Batangnya digunakan untuk membuat kaki kursi dan pemukul  beduk 10 90

(Produk dijual dalam 3 kategori.

S = Rp 1000

M = Rp 3000

Up Doble = Rp 8000

Semua kategori dengan panjang 3 meter)

5 Sembung Batangnya digunakan untuk membuat kincir Batangnya untuk dijual 0 100

(harganya lebih murah daripada manau)

7 Madu Obat luka bakar, untuk ibu habis melahirkan, untuk kesehatan Sekarang sudah jarang ada, tapi kalau ada madu dimanfaatkan untuk dijual, Obat luka bakar, untuk ibu habis melahirkan, untuk kesehatan 20 80
8 Kepayang /

Semaung

Minyaknya untuk minyak makan Minyaknya untuk minyak makan 100 0
11 Bambu Batangnya digunakan untuk membuat pagar dan kerajinan anyaman Batangnya digunakan untuk membuat pagar 100 0

(Dulu pernah dibuat anyaman kursi/meja tapi tidak laku Karen kalah bersaing sehingga tidak diteruskan lagi)

12 Damar Resinnya untuk lilin penerangan dan dempul perahu Resinnya untuk dempul perahu Hanya sebagian kecil/sedikit yang dikonsumsi Lebih banyak di jual dengan harga Rp 1.000 s.d. Rp 1.500
13 Kemenyan Resinnya digunakan sebagai bahan obat Resinnya digunakan sebagai bahan obat 100 0
31 Gambir Resinnya untuk bahan obat Resinnya untuk bahan obat 100 0

 

Hasil-hasil hutan non kayu sebagaimana disebutkan di atas sudah banyak yang tidak dimanfaatkan oleh warga karena keberadaannya yang sudah semakin langka dan sulit diperoleh. Kondisi ini mendorong warga untuk mencoba memikirkan pengembangan hasil non hutan non kayu yang biasa mereka manfaatkan terutama untuk menopang pemenuhan kebutuhan mereka. Berikut jenis-Jenis produk hutan non kayu yang bernilai ekonomi yang memungkinkan untuk dikembangkan baik yang ada di desa maupun diintrodusir dari luar.

 

No Produk Hutan non Kayu Produk yang bernilai ekonomi Kebutuhan Pengembangan Masalah Pengembangan Langkah Alternatif
1 Jernang Buah (getah yang ada di buah) Perlu dibudidayakan sebagai sumber penghasilan masyarakat Warga tidak mengetahui bagaimana teknik dan cara budidaya Jernang. Sepengetahuan warga bahwa

jenang tidak boleh diperjualbelikan karena kalau ketahuan polisi bisa ditangkap

 

Pernah mencoba melakukan budidaya, anaknya di ambil ditanam di rumah tetapi mati dan tidak tumbuh. Bijinya di tanam juga tidak berhasil tumbuh
2 Gambir Getah pohon Perlu dibudidayakan sebagai sumber penghasilan masyarakat Warga tidak mengetahui bagaimana teknik dan cara budidaya Gambir Belum ada
3 Karet Getah pohon Butuh sarana transportasi yang baik Lokasi desa yang jauh dan jalur tata niaga karet yang panjang membuat harga karet di tingkat petani sangat murah (harga Rp 700 s.d. 900 per Kg)

Hanya berbeda sedikit dari sawit yaitu Rp 400 per Kg)

Pembangunan jalan produksi melalui program PNPM dan swadaya
4 Gaharu Getahnya Butuh pendampingan teknik budidaya  mulai dari penanaman hingga pemanenean dan pasca panen gaharu Saat ini masyarakat sudah mencoba memanen getah gaharu, namun jarang mendapatkan hasil (tidak mendapatkan getahnya) Belum ada cara lain yang dicoba supaya masyarakat bisa memanen getah gaharu
5 NIlam Minyaknya Butuh pengembangan keterampilan teknik budidaya dan pengolahan/cara penyulingan nilam Tidak mengetahui cara dan teknik pasca panen nilam Perlu penyuluhan cara penyulingan dan pengolahan

 

 

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN ADAT

PENGHULU  MERAJOLELO SERUMPUN PUSAKO

DESA TANJUNG BERINGIN – KECAMATAN TABIR BARAT

KABUPTEN MERANGIN – JAMBI

 

Perbaikan pengelolaan hutan adat yang dapat menjamin kelangsungan sumberdaya dan peningkatan fungsi keberadaan hutan adat bagi kehidupan masyarakat dituangkan dalam peraturan desa sebagai salah satu keluaran studi. Upaya memperbaiki mekanisme pengelolaan hutan adat dimulai dari merumuskan ulang tujuan, fungsi, organisasi pengelola, ketentuan-ketentuan pokok, arah dan kebijakan, serta program dan kegiatan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang.

  1. Tujuan

Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako dikelola untuk tujuan-tujuan sebagai berikut :

  1. Kawasan perlindungan sumberdaya hutan berupa kayu dan non kayu untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan bahan bangunan bagi warga desa dan untuk kepentingan lainnya yang bersifat tidak untuk kepentingan komersialisasi dan mencari keuntungan secara pribadi.
  2. Kawasan perlindungan hutan untuk kepentingan pengembangan kegiatan pendidikan, penelitian, dan wisata serta kegiatan-kegiatan yang mendukung pengembangan sumber-sumber penghasilan alternatif bagi warga desa.
  3. Kawasan perlindungan hutan untuk pencadangan karbon dalam rangka mengurangi laju peningkatan emisi yang berdampak terhadap pemanasan global.

 

  1. Fungsi

Pengelolaan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako memiliki fungsi-fungsi:

  1. Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako memiliki fungsi konservasi yaitu sebagai kawasan perlindungan dan pelestarian sumberdaya hutan baik kayu maupun non kayu.
  2. Hutan Adat  Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako memiliki fungsi sosial yaitu sebagai kawasan pengembangan kegiatan pendidikan, penelitian, wisata, dan pelestarian budaya lokal.
  3. Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako memiliki fungsi ekonomi yaitu kawasan pengembangan budidaya sumberdaya hutan yang dapat memberikan penmghasilan alternatif bagi masyarakat desa.

 

  1. Organisasi Pengelola

Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako dikelola oleh satu organisasi pengelola yang dibentuk oleh pemerintah desa dan merupakan unit pelaksana teknis dalam tubuh pemerintah desa. Komponen dalam struktur Organisasi Pengelola Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako terdiri dari :

  1. Pelindung, yaitu komponen yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengayomi pelaksanaan aktivitas organisasi pengelola yaitu kepala desa.
  2. Penasehat, yaitu komponen yang memiliki tugas pokok dan fungsi memberikan saran, usul, dan arahan-arahan mengenai arah dan pengembangan aktivitas pengelolaan kawasan yang terdiri dari Ketua Adat, Ketua BPD, Imam, dan boleh ditambah beberapa orang yang merupakan tokoh masyarakat dan memiliki kontribusi penting dalam pengelolaan kawasan.
  3. Ketua, yaitu komponen yang memiliki tugas pokok dan fungsi memimpin jalannya aktivitas harian organisasi dalam pengelolaan kawasan.
  4. Sekretaris, yaitu komponen yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengatur penyelenggaraan aktivitas administrasi organisasi dalam pengelolaan kawasan.
  5. Bendahara, yaitu komponen yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengatur penyelenggaraan aktivitas keuangan organisasi dalam pengelolaan kawasan.
  6. Bidang Perlindungan, yaitu komponen yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengatur penyelenggaraan aktivitas perlindungan kawasan yang meliputi satu orang ketua dan beberapa orang anggota sesuai dengan kebutuhan.
  7. Bidang Pelestarian, yaitu komponen yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengatur penyelenggaraan aktivitas pelestarian kawasan yang meliputi satu orang ketua dan beberapa orang anggota sesuai dengan kebutuhan.
  8. Bidang Pemanfaatan, yaitu komponen yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengatur penyelenggaraan aktivitas pemanfaatan kawasan yang meliputi satu orang ketua dan beberapa orang anggota sesuai dengan kebutuhan.
  1. Ketentuan-ketentuan Pokok

Bebeberapa ketentuan pokok dalam pengelolaan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako dapat dijabarkan sebagai berikut :

  1. Kawasan Hutan Adat merupakan kawasan hutan yang menjadi bagian dari wilayah desa dan merupakan kawasan yang dikuasai secara komunal oleh masyarakat desa. Oleh karena itu, siapapun dan pihak manapun tidak dibenarkan menguasai secara pribadi maupun atas nama keluarga dan kerabat sumberdaya alam baik lahan, tumbuhan, hewan, dan sumberdaya alam lainnya yang berada dalam kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako Desa Tanjung Beringin selama kawasan tersebut berstatus sebagai Hutan Adat.
  2. Pemanfaatan sumberdaya alam yang berada dalam kawasan Hutan Adat hanya diperuntukan untuk memenuhi kebutuhan pribadi warga dan kepentingan desa melalui prosedur perizinan yang ditetapkan oleh organisasi pengelola serta tidak dibenarkan untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang ada untuk tujuan komersial. Pihak-pihak luar diperkenankan untuk memanfaatkan kawasan Hutan Adat secara terbatas untuk tujuan pendidikan, penelitian, dan wisata.
  3. Pemberian sanksi atas pelanggaran aturan pengelolaan Hutan Adat dilakukan oleh lembaga adat dengan berpedoman pada hukum adat yang ada.
  4. Hutan Adat dikelola oleh Organisasi Pengelola yang dibentuk oleh Pemerintah Desa dan dikukuhkan melalui Surat Keputusan Kepala Desa dan oleh karenanya Organisasi Pengelola Hutan Adat bertanggung jawab kepada Kepala Desa.
  5. Organisasi Pengelola Hutan Adat memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai pelaksana teknis dalam mengelola kawasan sesuai dengan arah dan kebijakan pengelolaan kawasan serta berkewajiban menyampaikan laporan atas pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya kepada Kepala Desa.

 

  1. Arah dan Kebijakan

Upaya mengelola kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako pada awalnya digagas sebagai kawasan pencadangan sumberdaya hutan khususnya kayu untuk menyuplai kebutuhan bahan bangunan bagi warga desa dan melindungi sumber-sumber air bagi anak-anak sungai yang mengairi sawah. Pola pengelolaan yang diterapkan sebelumnya hanya terpusat pada aspek perlindungan dan pemanfaatan yang bersifat eksploitatif. Model pengelolaan semacam ini sudah dipandang tidak tepat karena tekanan terhadap kawasan semakin tinggi dan posisi masyarakat yang lemah dalam mengelola dan mempertahankan keberadaan kawasan tanpa dibekali oleh dasar hukum yang menetapkan status kawasan dari pihak yang berwenang. Di samping itu, kondisi pertumbuhan penduduk yang terus meningkat merupakan masalah baru terkait dengan akses pemanfaatan sumberdaya hutan kayu dalam kawasan yang juga terus meningkat.  Oleh sebab itu pengelolaan Hutan Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako di masa yang akan datang harus berorientasi kelestarian dan keberlanjutan fungsi kawasan dalam menyuplai kebutuhan masyarakat serta mampu mendorong pengembangan sumber-sumber penghasilan alternatif bagi masyarakat desa. Untuk itu, kebijakan pengelolaan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako diarahkan terhadap :

  1. Penguatan status kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako untuk memberikan kekuatan secara hukum dalam pengelolaan kawasan.
  2. Peningkatan perlindungan kawasan melalui peningkatan kapasitas fungsionaris organisasi pengelola kawasan dalam melakukan aktivitas perlindungan terhadap kawasan Hutan Adat.
  3. Peningkatan pelestarian kawasan melalui pengembangan kegiatan-kegiatan penyelamatan sumberdaya alam yang ada dalam kawasan terutama tumbuhan dan hewan dengan mengembangkan kegiatan-kegiatan penangkaran bibit, budidaya, rehabilitasi, dan pengkayaan jenis species dalam kawasan.
  4. Peningkatan fungsi kawasan yang mampu mendorong aktivitas perekonomian masyarakat desa melalui pengembangan komoditi hutan yang memiliki nilai ekonomi yang disuplai dari kawasan serta pengembangan kegiatan wisata, pendidikan, dan penelitian yang terpusat dalam kawasan yang dapat mendorong tumbuhnya unit-unit kegiatan ekonomi di dalam desa.

 

  1. Program dan Kegiatan

Berdasarkan arah dan kebijakan pengelolaan kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako Desa Tanjung Beringin, program-program dan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tujuan pengelolaan kawasan antara lain :

  1. Umum
  • Peningkatan kapasitas fungsionaris organisasi pengelola dalam mengelola kawasan yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
  • Pendidikan dan pelatihan manajemen organisasi bagi fungsionaris organisasi pengelola.
  • Pendidikan dan pelatihan pengelolaan kawasan Hutan Adat.
  • Pendidikan dan pelatihan pengembangan jaringan komunikasi dalam pengelolaan kawasan Hutan Adat.
  • Peningkatan kapasitas masyarakat desa dalam pemanfaatan sumberdaya yang mendukung pengelolaan kawasan yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
  • Pelatihan teknis budidaya jernang, gambir, karet, gaharu, dan nilam
  • Pelatihan usaha rumah tangga pedesaan berbahan baku produk hutan
  • Peningkatan kapasitas masyarakat desa dalam melindungi kawasan yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
  • Pendidikan dan pelatihan konservasi bagi masyarakat desa.
  • Pembinaan kader konservasi di tingkat desa

2. Bidang Perlindungan

  • Penguatan status kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
  • Legislasi kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako melalui pengajuan penetapan kawasan sebagai Hutan Adat ke Pemerintah Kabupaten Merangin.
  • Penataan batas-batas kawasan melalui pemasangan patok-patok batas secara permanen.
  • Sosialisasi keberadaan kawasan melalui pembuatan poster dan liflet yang menginformasikan mengenai keberadaan kawasan Hutan Adat.
  • Pengamanan kawasan yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
  • Peningkatan kapasitas fungsionaris organisasi pengelola melalui penyelenggaraan pelatihan pengamanan kawasan.
  • Pengendalian kebakaran hutan melalui penyelenggaraan pelatihan penanganan bencana kebakaran hutan.
  • Pengadaan fasilitas pengamanan kawasan melalui pembangunan pos jaga dan perlengkapan pengamanan kawasan.
  • Peningkatan peran warga desa dalam pengamanan kawasan dengan menerapkan sistem patroli dan razia secara berkala dalam kawasan yang melibatkan warga desa.
  • Pengembangan jaringan perlindungan kawasan Hutan Adat yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
  • Membangun kerjasama dan koordinasi dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Merangin dalam rangka pengamanan kawasan.
  • Membangun kerjasama dan komunikasi dengan organisasi dan lembaga yang terkait dengan pengelolaan dan penyelamatan hutan adat.

3. Bidang Pelestarian

  • Pembuatan data base sumberdaya alam dalam kawasan yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
  • Inventarisasi jenis tumbuhan yang terdapat dalam kawasan Hutan Adat.
  • Inventarisasi jenis hewan/satwa yang terdapat dalam kawasan Hutan Adat.
  • Inventarisasi potensi sumberdaya alam lainnya yang terdapat dalam kawasan Hutan Adat.
  • Pelestarian sumberdaya dalam kawasan yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
  • Pembangunan kebun penangkaran bibit untuk jenis tumbuhan yang memiliki nilai ekonomi.
  • Pengembangan species endemik
  • Rehabilitasi kawasan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
  • Melakukan penanaman pohon pada daerah-daerah yang mengalami kerusakan
  • Pengkayaan keragaman species dengan mengintrodusir species-species baru yang berasal dari kesamaan karakteristik ekologis dengan kawasan hutan adat.

4. Bidang Pemanfaatan

  • Penataan ruang kawasan yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
  • Penetapan dan pembuatan peta zona pemanfaatan kawasan.
  • Pembuatan papan informasi pada masing-masing zona dalam kawasan hutan adat.
  • Pengembangan budidaya tanaman kehutanan baik kayu maupun non kayu yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
  • Pengembangan budidaya tanaman jernang
  • Pengembangan budidaya tanaman gambir
  • Pengembangan budidaya tanaman karet
  • Pengembangan budidaya tanaman gaharu
  • Pengembangan budidaya tanaman nilam
  • Peningkatan fungsi kawasan sebagai media pendidikan yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
  • Penyusunan buku yang memuat berbagai aspek tentang keberadaan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako Desa Tanjung Beringin sebagai bahan ajar muatan kurikulum lokal.
  • Membangun kerjasama dengan sekolah-sekolah dan prguruan tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan lapangan.
  • Peningkatan fungsi kawasan sebagai media penelitian yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
  • Membangun kerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian di perguruan tinggi untuk pengembangan kegiatan penelitian di dalam kawasan Hutan Adat.
  • Memfungsikan kawasan sebagai laboratorium melalui kerjasama dengan perguruan tinggi yang memiliki jurusan/fakultas kehutanan.
  • Pengembangan kegiatan wisata alam yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
  • Pendidikan dan pelatihan pemandu wisata lokal (local tourist guide).
  • Pembangunan pesanggerahan dalam kawasan Hutan Adat.
  • Penataan jalur/tapak wisata dalam kawasan.

PIAGAM KESEPAKATAN PENETAPAN DAN PENGELOLAAN HUTAN ADAT BUKIT SELEBU DESA BARU KIBUL KECAMATAN TABIR BARAT KABUPATEN MERANGIN

Hutan Adat Bukit Selebu yang menjadi warisan nenek moyang masyarakat Desa Baru Kibul telah dijaga selama bertahun-tahun untuk kepentingan perlindungan sumber daya hutan dan perlindungan sumber air. Menyadari keberadaan hutan semakin langka dan semakin habis oleh berbagai aktivitas penebangan liar dan pembukaan lahan pertanian maka hutan yang tersisa yang selama ini sudah dijaga dan dipelihara secara bersama oleh masyarakat Desa Baru Kibul penting untuk dipertahankan.

Maka dari itu, pada hari ini kamis Tanggal 26 Desember 2013 Dalam pertemuan di tingkat desa yang dihadiri oleh Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala Dusun, BPD, Tokoh Adat, Tokoh Agama, Tokoh Pemuda, Tokoh Perempuan, dan Tokoh Masyarakat, masing-masing telah bersepakat menetapkan kesepakatan bersama tentang penetapan, pemeliharaan, dan pengelolaan Hutan Adat Bukit Selebu Sebagai berikut sebagai wujud untuk mengukuhkan, menguatkan, dan melegalkan segala sesuatu yang dulu telah ditetapkan oleh para pendahulu desa sebagai berikut :

  1. Hutan Adat Bukit Selebu merupakan hutan adat yang dikuasai secara komunal oleh masyarakat Desa Baru Kibul Kecamatan Tabir Barat Kabupaten Merangin.
  2. Hutan Adat Bukit Selebu terletak dalam wilayah Desa Baru Kibul yang memiliki luas ± 147 Hektar dengan batas-batas kawasan sebagai berikut :
  • Sebelah Utara berbatasan dengan Perkebunan Masyarakat
  • Sebelah Selatan berbatasan dengan Perkebunan Masyarakat
  • Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Muara Kibul
  • Sebelah Timur berbatasan dengan Perkebunan Masyarakat
  1. Kepada pihak manapun baik warga Desa Baru Kibul, warga desa lainnya, atau pihak-pihak lain dilarang melakukanm aktivitas pembukaan lahan, mengambil hasil hutan kayu dan non kayu, berburu dan menangkap ikan, melakukan aktivitas pertambangan, mendirikan pemukiman, dan aktivitas yang dapat merusak keberadaan sumberdaya dalam kawasan serta menurunkan fungsi kawasan tanpa seizin kepala desa, ketua adat, dan/atau pengelola hutan adat.
  2. Pemanfaatan Hutan Adat Bukit Selebu ditujukan untuk kepentingan umum dan pribadi warga desa serta kepentingan lainnya yang dilakukan secara terbatas dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
  3. Hutan Adat Bukit Selebu boleh dimanfaatkan untuk kepentingan pemenuhan sumber daya alam bagi warga Desa Baru Kibul baik untuk kepentingan umum maupun pribadi, pengembangan kegiatan wisata, pengembangan kegiatan penelitian, pengembangan kegiatan pendidikan, pengembangan kegiatan sosial dan budaya, serta pemanfaatan kawasan untuk aktivitas budidaya yang bersifat tidak merusak sumber daya dan merubah fungsi utama kawasan.
  4. Setiap warga Desa Baru Kibul yang akan mengambil hasil hutan kayu dan non kayu maupun yang akan melakukan aktivitas budidaya dalam kawasan harus memperoleh izin dari pengelola kawasan yang diketahui oleh Kepala Desa dan Ketua Lembaga Adat Desa Baru Kibul yang pengaturannya dilakukan oleh pengelola kawasan.
  5. Pemanfaatan sumberdaya Hutan Adat Bukit Selebu untuk kepentingan umum masyarakat Desa Baru Kibul harus diputuskan melalui musyawarah desa yang dilaksanakan oleh pemerintah Desa Baru Kibul.
  6. Pemanfaatan hasil hutan yang bersifat mengurangi jumlah sumber daya alam yang berada dalam kawasan harus diiringi dengan aktivitas memperbaharui sumber daya alam yang dimaksud.
  7. Penyelenggaraan kegiatan penelitian dan pendidikan di dalam kawasan harus melalui proses penandatanganan kontrak kerja sama antara pihak/lembaga penyelenggara dengan Pemerintah Desa Baru Kibul dan/atau melalui proses perizinan khusus yang diterbitkan oleh Kepala Desa Baru Kibul.
  8. Pihak-pihak yang akan melakukan kegiatan kunjungan wisata dan kunjungan lainnya yang bersifat temporal dalam kawasan harus melapor dan meminta izin kepada pengelola kawasan Hutan Adat Bukit Selebu yang ditembuskan kepada Kepala Desa Baru Kibul.
  9. Pihak-pihak yang memanfaatkan kawasan Hutan Adat Bukit Selebu untuk kepentingan wisata dan aktivitas budidaya dalam kawasan dikenakan kontribusi yang ditetapkan oleh pengelola kawasan Hutan Adat Bukit Selebu.
  10. Bagi pihak-pihak yang melanggar ketentuan-ketentuan pokok sebagaimana diutarakan di atas serta pihak-pihak yang melakukan perusakan sumber daya alam dalam kawasan akan dikenakkan sanksi yang diputuskan oleh Lembaga Adat Desa Baru Kibul dengan kategori sanksi sebagai berikut :
  11. Bagi pihak yang mengambil hasil hutan kayu dan non kayu maupun yang membuka kawasan tanpa izin dari pengelola kawasan akan dikenakkan sanksi berupa denda 1 ekor kambing, beras 20 gantang, kelapa 20 butir, ditambah selemak semanis serta disita hasil hutan yang diambil (digunakan untuk kepentingan desa).
  12. Bagi pihak yang melakukan aktivitas dalam kawasan yang mengakibatkan kerusakan berat terhadap sumberdaya dalam kawasan Hutan Adat Bukit Selebu seperti kepunahan spesies endemik lebih dari 50 individu, mengakibatkan terjadinya longsor sebagian kawasan, dan/atau mengganggu suplai air dari dalam kawasan akan dikenakkan sanksi berupa denda 1 ekor kerbau, 100 gantang beras, 100 butir kelapa, ditambah selemak semanis.
  13. Bagi pihak yang melakukan kunjungan atau memasuki kawasan untuk kepentingan tertentu seperti penyelenggaraan pendidikan, penelitian, kegiatan sosial dan budaya, serta wisata tanpa izin dari pengelola kawasan Hutan Adat Bukit Selebu dan/atau kerjasama dengan pihak pemerintah Desa Baru Kibul akan dikenakkan denda berupa uang senilai 1 ekor kambing.
  14. Bagi pihak-pihak yang tidak menaati denda yang telah diputuskan oleh Lembaga Adat Desa Baru Kibul maka akan diproses secara hukum formal ke pengadilan yang diajukan oleh pengelola kawasan Hutan Adat Bukit Selebu bersama dengan pemerintah Desa Baru Kibul sebagai bentuk pelanggaran pidana.
  15. Seluruh bentuk denda yang diperoleh atas penetapan sanksi terhadap pihak-pihak yang melanggar ketentuan dan melakukan pengrusakan kawasan Hutan Adat Bukit Selebu akan dicatat sebagai sumber dana pengelolaan kawasan Hutan Adat Bukit Selebu dan akan digunakan untuk kepentingan pengelolaan kawasan Hutan Adat Bukit Selebu.
  16. Piagam kesepakatan ini sewaktu-waktu dapat dirubah melalui musyawarah desa dan hasil musyawarah dilegalkan secara bersama oleh ketua adat, pemerintah desa, dan pengelola kawasan.
  17. Hal-hal yang belum diatur dalam kesepakatan ini akan diatur lebih lanjut dalam keputusan pengelola Hutan Adat Bukit Selebu dan/atau peraturan desa.
  18. Ketentuan-ketentuan yang dituangkan dalam piagam kesepakatan ini mulai berlaku sejak tanggal penerbitan piagam kesepakatan ini.

Diterbitkan di  : Desa Baru Kibul, 27 Des 2013

PIAGAM KESEPAKATAN PENETAPAN DAN PENGELOLAAN HUTAN ADAT PENGHULU MERAJOLELO SERUMPUN PUSAKO KECAMATAN TABIR BARAT KABUPATEN MERANGIN

Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako yang menjadi warisan nenek moyang masyarakat Desa Tanjung Beringin telah dijaga selama bertahun-tahun untuk kepentingan perlindungan sumberdaya hutan dan perlindungan sumber air. Menyadari keberadaan hutan semakin langka dan semakin habis oleh berbagai aktivitas penebangan liar dan pembukaan lahan pertanian maka hutan yang tersisa yang selama ini sudah dijaga dan dipelihara secara bersama oleh masyarakat Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar Kecamatan Tabir Barat penting untuk dipertahankan.

Maka dari itu, pada hari ini Minggu Tanggal 22 Desember 2013 Dalam pertemuan di tingkat desa yang dihadiri oleh Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala Dusun, BPD, Tokoh Adat, Tokoh Agama, Tokoh Pemuda, Tokoh Perempuan, dan Tokoh Masyarakat, masing-masing telah bersepakat menetapkan kesepakatan bersama tentang penetapan, pemeliharaan, dan pengelolaan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako Sebagai wujud untuk mengukuhkan, menguatkan, dan melegalkan segala sesuatu yang dulu telah ditetapkan oleh para pendahulu desa sebagai berikut :

  1. Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako merupakan hutan adat yang dikuasai secara komunal oleh masyarakat Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar Kecamatan Tabir Barat Kabupaten Merangin.
  2. Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako terletak dalam wilayah Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar yang memiliki luas 33 Hektar dengan batas-batas kawasan sebagai berikut :
  • Sebelah Utara berbatasan dengan Perkebunan Masyarakat
  • Sebelah Selatan berbatasan dengan Perkebunan Masyarakat
  • Sebelah Barat berbatasan dengan Perkebunan Masyarakat
  • Sebelah Timur berbatasan dengan Perkebunan Masyarakat
  1. Kepada pihak manapun baik warga Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar, warga desa lainnya, atau pihak-pihak lain dilarang melakukanm aktivitas pembukaan lahan, mengambil hasil hutan kayu dan non kayu, berburu dan menangkap satwa, melakukan aktivitas pertambangan, mendirikan pemukiman, dan aktivitas yang dapat merusak keberadaan sumberdaya dalam kawasan serta menurunkan fungsi kawasan tanpa seizin kepala desa, ketua adat, dan/atau pengelola hutan adat.
  2. Pemanfaatan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako ditujukan untuk kepentingan umum dan pribadi warga desa serta kepentingan lainnya yang dilakukan secara terbatas dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
  3. Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako boleh dimanfaatkan untuk kepentingan pemenuhan sumberdaya alam bagi warga Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar baik untuk kepentingan umum maupun pribadi, pengembangan kegiatan wisata, pengembangan kegiatan penelitian, pengembangan kegiatan pendidikan, pengembangan kegiatan sosial dan budaya, serta pemanfaatan kawasan untuk aktivitas budidaya yang bersifat tidak merusak sumberdaya dan merubah fungsi utama kawasan.
  4. Setiap warga Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar yang akan mengambil hasil hutan kayu dan non kayu maupun yang akan melakukan aktivitas budidaya dalam kawasan harus memperoleh izin dari pengelola kawasan yang diketahui oleh Kepala Desa dan Ketua Lembaga Adat Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar yang pengaturannya dilakukan oleh pengelola kawasan.
  5. Pemanfaatan sumberdaya Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako untuk kepentingan umum masyarakat Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar harus diputuskan melalui musyawarah desa yang dilaksanakan oleh pemerintah Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar.
  6. Pemanfaatan hasil hutan yang bersifat mengurangi jumlah sumberdaya alam yang berada dalam kawasan harus diiringi dengan aktivitas memperbaharui sumberdaya alam yang dimaksud.
  7. Penyelenggaraan kegiatan penelitian dan pendidikan di dalam kawasan harus melalui proses penandatanganan kontrak kerjasama antara pihak/lembaga penyelenggara dengan Pemerintah Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar dan/atau melalui proses perizinan khusus yang diterbitkan oleh Kepala Desa Tanjung Baeringin / Pulau Terbakar.
  8. Pihak-pihak yang akan melakukan kegiatan kunjungan wisata dan kunjungan lainnya yang bersifat temporal dalam kawasan harus melapor dan meminta izin kepada pengelola kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako yang ditembuskan kepada Kepala Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar.
  9. Pihak-pihak yang memanfaatkan kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako untuk kepentingan wisata dan aktivitas budidaya dalam kawasan dikenakan kontribusi yang ditetapkan oleh pengelola kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako.
  10. Bagi pihak-pihak yang melanggar ketentuan-ketentuan pokok sebagaimana diutarakan di atas serta pihak-pihak yang melakukan pengrusakan sumberdaya alam dalam kawasan akan dikenakkan sanksi yang diputuskan oleh Lembaga Adat Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar dengan kategori sanksi sebagai berikut :
  11. Bagi pihak yang mengambil hasil hutan kayu dan non kayu maupun yang membuka kawasan tanpa izin dari pengelola kawasan akan dikenakkan sanksi berupa denda 1 ekor kambing, beras 20 gantang, kelapa 20 butir, ditambah selemak semanis.
  12. Bagi pihak yang melakukan aktivitas dalam kawasan yang mengakibatkan kerusakan berat terhadap sumberdaya dalam kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako seperti kepunahan spesies endemik lebih dari 50 individu, mengakibatkan terjadinya longsor sebagian kawasan, dan/atau mengganggu suplai air dari dalam kawasan akan dikenakkan sanksi berupa denda 1 ekor kerbau, 100 gantang beras, 100 butir kelapa, ditambah selemak semanis.
  13. Bagi pihak yang melakukan kunjungan atau memasuki kawasan untuk kepentingan tertentu seperti penyelenggaraan pendidikan, penelitian, kegiatan sosial dan budaya, serta wisata tanpa izin dari pengelola kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako dan/atau kerjasama dengan pihak pemerintah Desa Tanjung Beringin akan dikenakkan denda berupa uang senilai 1 ekor kambing.
  14. Bagi pihak-pihak yang tidak menaati denda yang telah diputuskan oleh Lembaga Adat Desa Tanjung Beringin maka akan diproses secara hukum formal ke pengadilan yang diajukan oleh pengelola kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako bersama dengan pemerintah Desa Tanjung Beringin sebagai bentuk pelanggaran pidana.
  15. Seluruh bentuk denda yang diperoleh atas penetapan sanksi terhadap pihak-pihak yang melanggar ketentuan dan melakukan pengrusakan kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako akan dicatat sebagai sumber dana pengelolaan kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako dan akan digunakan untuk kepentingan pengelolaan kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako.
  16. Piagam kesepakatan ini sewaktu-waktu dapat dirubah melalui musyawarah desa dan hasil musyawarah dilegalkan secara bersama oleh ketua adat, pemerintah desa, dan pengelola kawasan.
  17. Hal-hal yang belum diatur dalam kesepakatan ini akan diatur lebih lanjut dalam keputusan pengelola Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako dan/atau peraturan desa.
  18. Ketentuan-ketentuan yang dituangkan dalam piagam kesepakatan ini mulai berlaku sejak tanggal penerbitan piagam kesepakatan ini.

 

Diterbitkan di   : Desa Tanjung Beringin