Warga Suku Anak Dalam yang tergabung dalam kelompok pembibitan bersama Prakarsa Madani melakukan survey lokasi pembibitan Tanaman Karet dan kebun pangan

Pasca mengikuti pelatihan pembibitan karet di Camp Training Pak Kliwon di Desa Pondok Meja Kecamatan Mestong, Muaro Jambi, warga SAD dari Air Hitam langsung mempraktekkan ilmu dan keterampilan yang didapat, di wilayah tempat tinggal mereka di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD). Mereka melakukan okulasi di beberapa pohon karet berukuran sebesar ibu jari, yang tumbuh di bawah kebun karet mereka, menggunakan mata tempel batang atas yang dibawa dari kebun entris Pak Kliwon.

Sabtu (30/11/2019) tim Prakasa Madani mengunjungi lokasi SAD di TNBD, tepatnya di Kedundung Mudo. Kedatangan kali ini untuk tindak lanjut dari pelatihan pembibitan karet sebelummnya, dengan membuat kebun pembibitan oleh warga SAD.

Tim Prakasa Madani bersama warga SAD di antaranya Selambai, Gentar, Berayat, Senamo, Meluring dan Slamet Riyadi (BTNBD) serta Arif (PT SAL), melakukan survei lokasi rencana kebun pembibitan karet. Survei sudah agak lebih mudah, karena beberapa orang warga SAD sebelumnya sudah melakukan survei awal lokasi rencana kebun pembibitan.

Lokasi yang disepakati bersama dalam survei tersebut adalah lahan seluas 1 Hektar, yang menurut informasi dari warga SAD berada di antara Sungai Sembili dan Sungai Deghem Balaghoi, juga tidak jauh dari Sungai Punti.

Salah satu lokasi sumber air untuk sarana pembibitan Tanaman Karet dan kebun pangan warga SAD yang berada didalam Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas

Usai penandaan lokasi rencana kebun pembibitan, kegiatan selanjutnya diskusi pembentukan kelompok dan rencana penataan ruang kebun. Keputusan diskusi siang itu adalah akan dibentuk satu kelompok formal (kelompok tani) yang akan menaungi kegiatan, baik di kebun pembibitan maupun memgelola ladang pangan. Kelompok ini, setelah dibentuk akan langsung melakukan pembersihan lahan, persiapan untuk kebun pembibitan.

Sebelumnya, Prakasa Madani melalui Ketua Badan Pengurus, Elwamendri, sudah bertemu dengan Kepala Balai TNBD Khaidir Saleh untuk menyampaikan maksud untuk implementasi rencana pembangunan kebun pembibitan warga SAD. Dari pihak Balai TNBD sudah berkomitmen membantu dan memfasilitasi terbentuknya kebun pembibitan karet yang dibangun dan dikelola kelompok tani yang beranggotakan warga SAD. Kelompok tani dan kebun pembibitan ini dicita-citakan akan menjadi pilot project kerja sama antar warga SAD.

Hari kedua pelatihan pembibitan karet di Camp Training Pak Kliwon di Dusun Suka Damai Desa Pondok Meja Kecamatan Mestong Kabupaten Muaro Jambi, peserta mempraktekkan ilmu yang didapat di kelas dengan terjun langsung ke lapangan. Minggu (17/11) pagi, peserta terlebih dahulu dikumpulkan, sebelum benar-benar praktek di kebun bibit dan kebun entres milik Pak Kliwon.Awalnya para peserta diperkenalkan dengan kebun entres (batang atas) dan diajari langsung bagaimana memilih dan memanen batang atas. Beberapa orang dipersilakan memilih dan memanen sendiri batang atas yang nanti akan diambil untuk kemudian diambil mata tidurnya dan ditempelkan ke bagian batang bawah di kebun tersendiri yang sudah disiapkan.Dari kebun entres, para peserta langsung mempraktekkan okulasi di kebun bibit batang bawah. Masing-masing peserta mendapatkan giliran mempraktekkan apa yang didapat di kelas sehari sebelumnya. Oleh Pak Kliwon, setiap orang ditugaskan melakukan okulasi sebanyak 5 bibit batang bawah.

Peserta terlihat bersemangat mempraktekkan pelajaran okulasi yang mereka dapat. Batang bawah yang sudah dilakukan okulasi kemudian dituliskan nama masing-masing peserta sesuai apa yang mereka kerjakan.

Tak hanya menuliskan nama, beberapa peserta dari SAD juga meninggalkan nomor HP. Mereka berseloroh, jika nanti okulasi yang mereka kerjakan sudah berhasil dan bertunas, mereka meminta kesediaan Pak Kliwon dan tim memberitahukan perkembangan dan hasil praktek kerja yang mereka lakukan.

“kalo sudah bertunas, tinggal telpon awak. Ko nomornyo.”

Setelah praktek okulasi, para peserta juga mempraktekkan pembuatan bedengan atau persiapan pembibitan untuk kebun bawah. Praktek lapang di kebun bibit disudahi karena matahari sudah meninggi.

Setelah puas beristirahat siang, mendekati pukul 15.00 WIB para peserta diajak lagi untuk melakukan praktek penanaman bibit. Masing-masing orang mempraktekkan cara membuat lubang, persiapan sebelum penanaman bibit, dan penanaman sesuai ketentuannya.

Antusiasme peserta untuk membuat lubang tanam, membersihkan bidang tanam, memupuk dan menanam bibit, berlanjut saat tim pelatih meminta peserta mencarikan bibit karet di bawah rerimbunan pohon karet. Lomba mencari bibit karet ini berlangsung seru, layaknya perlombaan di momen tujuh belasan (Hari Kemerdekaan RI).

Bibit-bibit yang dikumpulkan para peserta kemudian disortir langsung oleh Pak Kliwon. Pria beruban ini dengan telaten dan sabar memilah bibit yang dikumpulkan peserta sambil memberikan penjelasan panjang lebar soal pemilihan bibit karet untuk okulasi yang baik.

Kegiatan terakhir hari kedua ditutup dengan praktek penyadapan yang baik. Bagaimana mendapatkan getah yang banyak, dengan tidak merusak pohon karet. Hal ini pula yang diyakini Pak Kliwon sangat menentukan agar karet yang disadap bisa produksi dalam jumlah banyak.

Pembelajaran tentang pembibitan tanaman karet (Hevea Brasiliensis) dalam konteks persiapan kebun entres sebagai bentuk pembangunan sosial Suku Anak Dalam (SAD) di Jambi, diselenggarakan Prakarsa Madani pada tanggal 15 s.d 19 November 2019. Kegiatan ini dalam rangka mewujudkan mimpi besar Komunitas Suku Anak Dalam dalam meraih masa depan menuju kemandirian dan kesejahtetaan komunitas SAD. Pelatihan ini terselenggara atas kerjasama Prakarsa Madani, PT. Sari Aditia Loka-1, Balai Taman Nasional Bukit Duabelas (BTNBD).

Jumat (15 November 2019) sore, beberapa orang Tumenggung dan perwakilan Suku Anak Dalam (SAD) yang mendiami dan hidup di Taman Nasional Bukit Duabelas sudah berada di Kantor Prakarsa Madani untuk mengikuti pembekalan awal pra pelatihan pembibitan karet. Mereka adalah Tumenggung Nggrip, Tumenggung Kecinto/Afrizal, Tumenggung Bepayung, beserta warga SAD di antaranya Mette, Selambai, Gentar, Senamo, Berayat dan Meluring. Selain itu juga ada Jenang Jalaludin dan Staf Balai Taman Nasional Bukit Duabelas (BTNBD) Slamet Riyadi, serta Sinung Raharjo ( PT. SAL-1) yang ikut mendampingi dan sekaligus menjadi peserta pelatihan pembibitan karet.

Sabtu (16 November 2019) pagi, rombongan peserta sudah berada di Camp Training Bapak Kliwon di Dusun Suka Damai Desa Pondok Menja Kabupaten Muaro Jambi. Hari pertama ini peserta mengikuti penyampaian materi di kelas mulai pagi hingga sore hari.

Dalam kelas materi pembibitan, terlihat para peserta dari warga Suku Anak Dalam sangat antusias mengikuti penyampaian dari Bapak Kliwon. Materi pengenalan dan tata cara pengadaan batang bawah dan batang atas pada proses pembibitan karet, sangat diminati peserta karena disampaikan dengan beberapa perumpamaan dan disertai jokes yang mencairkan suasana.

Selain, Pak Kliwon, training pembibitan karet juga diisi anggota tim trainer seperti Bapak Nuryono dan Bapak Rohimy. Bapak Nuryono menyampaikan materi tentang bagaimana membangun kebun bibit, dilanjutkan Bapak Rohimy dengan materi Okulasi.

Malam hari usai mengikuti materi di kelas pada siang harinya, para peserta bercengkrama dan saling bertukar pikiran dan wawasan. Para peserta bersama pendamping kegiatan dari Prakarsa Madani berdiskusi santai saling sharing soal penguatan ekonomi warga SAD ke depan. Sehingga ke depan, harapannya mereka tidak jadi objek atau komoditi lagi bagi kepentingan luar yang memanfaatkan posisi mereka yang dianggap lemah. Para Temenggung dan warga SAD sudah bertekad membangun kemandirian ekonomi guna kemajuan generasi SAD di masa yang akan datang.

Peserta pelatihan pembibitan karet mengikuti penyampaian materi dari Pak Kliwon

Foto Bersama Peserta Pelatihan Pembibitan Karet di Kantor Prakarsa Madani 

Peserta pelatihan pembibitan karet Suku Anak Dalam kecamatan Air Hitam tiba di Kantor Prakarsa Madani, Jambi. Berangkat dari Resort TNBD pukul 09.00 pagi yang di kordinir oleh Bapak Slamet Riyadi, personil TNBD yang ditugaskan oleh Kepala Balai Taman Nasional Bukit Duabelas, untuk mendampingi saudara-saudara Suku Anak Dalam dalam mengikuti pelatihan Pembibitan Karet di Camp Training Bapak Kliwon, Pondok Meja.

Setibanya di Jambi, dilakukan breafing oleh personil Prakarsa Madani terkait dengan pelatihan yang akan diikuti oleh peserta. Selama tiga hari, peserta akan mendapatkan materi pembibitan karet di Camp Training Pak Kliwon. Pada hari selanjutnya peserta akan melakukan kunjungan ke Balai Pengkajian Teknologi Pertanian – Kebun Percobaan di Sungai Tiga Kecamatan Mestong.

Breafing kepada Peserta Pelatihan oleh Personil Prakarsa Madani

 

Foto Bersama dalam Persiapan Pelatihan Pembibitan Karet Komunitas Suku Anak Dalam

Pada hari Selasa, 12 November 2019, di kantor camat Air Hitam, dilakukan persiapan sosial pelatihan pembibitan karet untuk komunitas Suku Anak Dalam. Gagasan pelatihan ini diawali dari dialog Prakarsa Madani pada hari Minggu, 3 November 2019 dengan kalangan muda kelompok Temenggung Nggrip. Dalam dialog tersebut, disampaikan oleh komunitas SAD bahwa komoditi tanaman karet bisa dijadikan jaminan hidup bagi keluarga Suku Anak Dalam.

Dalam persiapan sosial ini, Camat Air Hitam Bapak Bustra Desman, memberikan arahan kepada calon peserta pelatihan bahwa perwakilan SAD yang dipilih mengikuti pelatihan harus benar-benar menunjukkan keseriusan mengikuti pelatihan pembibitan karet ini. Bapak Bustra Desman juga mengingatkan bahwa selama ini Suku Anak Dalam relatif lebih banyak menunggu bantuan dari berbagai pihak, namun sekarang ini teman-teman Suku Anak Dalam harus mempunyai inisiatif sendiri untuk menapak masa depan bagi anak cucu ke depan. Jangan gantungkan kehidupan kita kepada orang lain, tegasnya.

Hadir dalam persiapan sosial pelatihan pembibitan karet ini: Temenggung Kecinto, Mette, Selambai, Maruling, Berayat, Gentar, Senamo, dan Bujang. Sementara itu Temenggung Bepayung dan Temenggung Nggrip berhalangan hadir, akan tetapi kedua temenggung ini menegaskan akan mengikuti pelatihan pembibitan karet ini. Disamping Suku Anak Dalam, hadir juga Jenang Jalaluddin, dari personil Taman Nasional Bukit Dua Belas dan dari Prakarsa Madani yang akan mendampingi teman-teman SAD selama mengikuti proses pelatihan pembibitan karet.

 

 

 

 

Rumah Godong, Rumah Suku Anak Dalam di Bukit Duabelas

Dari hasil kajian Prakarsa Madani, restrukturisasi dan penguatan sistem ketemenggungan dan aturan adat Suku Anak Dalam (SAD) merupakan salah satu agenda penting ke depan. Hal ini mengingat sudah semakin lemahnya posisi Temenggung di tingkatan SAD dan sudah mulai terkikisnya adat istiadat SAD dan penerapan aturan adat oleh komunitas.

Idris Sardi, Pengurus Prakarsa Madani (PM) yang juga meneliti SAD, pernah berjumpa salah satu warga SAD yang sedang mengemis di Kota Jambi. Saat ditanya, warga SAD tersebut mengaku dari bukit duabelas. Ditanya lebih lanjut siapa temenggungnya, warga SAD yang dimaksud tidak mampu menjelaskan siapa temenggungnya dan dari kelompok mana.

Jadi menurutnya, banyak di antara saudara-saudara kita SAD sudah tercerai-berai. “Kita melihat, sitem ketemengungan di tingkat SAD ini mulai lemah. Mulai kocar-kacir. Pak temenggung lah jarang didengar. Ada pejabat-pejabat tertentu sudah tidak lagi patuh. Bikin anak buah sendri. Nanti buatlah temenggung sendiri. Ini yang perlu dikuatkan,” jelas Idris Sardi.

Cara menyelesaikan persoalan ini, dalam strategi yang disusun PM, diperlukan diskusi-diskusi di tingkat warga SAD. Agar mereka sendirilah yang menentukan bagaimana keinginan komunitas ke depannya. Tapi pada intinya, adat istiadat lama yang dulu dipegang oleh warga SAD perlu dihidupkan lagi, tentu setelah disaring mana yang baik dan masih relevan dengan kondisi zaman saat ini.

Kalau dulu membunuh pohon sialang misalnya, itu sama dengan membunuh manusia, maka dendanya 500 kain. Menjual tanah sama dengan menjual ibu, makanya dulu kalau menjual tanah itu diusir dari kelompoknya.

Ketika Tim Prakarsa Madani berkunjung ke Rumah Godong di Kedundung Mudo, Tim difasilitasi oleh sekelompok anak muda SAD dari kelompok Tengganai Nggrip di Kedundung Mudo. Ada Jujur, Tegar, Senamo, Surya, Besakti, Maruling, Beteguh, yang bisa digolongkan kedalam kaum muda SAD. Melihat begitu bersemangatnya mereka, Tim merencanakan akan melakukan dialog dengan kaum muda SAD ini, paling tidak untuk memahami pemikiran para kaum muda SAD ini sebagai penerus generasi Suku Anak Dalam.

Namun demikian, pada Sabtu 2 Nov 2019 di pagi yang cerah tersebut, tidak hanya kaum muda SAD yang hadir di Balai Pertemuan desa Bukit Suban. Ada Bapak Ngendum (dari Kelompok Makekal Bersatu), Bapak Mette (dari Kelompok Temenggung Nangkus), Temenggung Nggrip, Temenggung Bepayung, Temenggung Afrizal, Temenggung Bebayang, Sergi, Mangku Begenje dan  dari golongan relatif tua juga hadir pada pertemuan tersebut. Selain itu pertemuan itu juga dihadiri oleh Depati Melimun, Depati Njalo dan beberapa orang lain dari kelompok Lubuk Jering. Sepintak, juga menjambangi Balai Pertemuan Bukit Suban ini, akan tetapi Sepintak tidak mengikuti dialog, karena beliau hanya datang untuk mengambil beberapa dokumentasi dan kemudian beliaupun berlalu. Besarnya animo teman-teman Suku Anak Dalam ini untuk hadir dalam dialog tersebut, sangat menggembirakan hati.

Beberapa hal yang mengemuka dalam dialog tersebut adalah:

  1.  Peserta dialog mesti dapat menyadari bahwa masa depan komunitas Suku Anak Dalam tergantung dari diri mereka sendiri. Ketergantungan kepada pihak lain seperti pemerintah, LSM, perusahaan dan lainnya justru akan memperlemah komunitas mereka sendiri.
  2.  Peserta juga menyadari bahwa salah satu komoditi andalan yang dapat dijadikan jaminan hidup keluarga SAD ke depan adalah komoditi karet.
  3.  Kekhawatiran terhadap Taman Nasional Bukit Dua Belas sebagai ruang hidup Suku Anak Dalam, sebenarnya tidak perlu diragukan lagi, karena pemerintah telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang Taman Nasional Bukit Dua Belas, dan telah dinyatakan sebagai ruang hidup Suku Anak Dalam. Hal ini sejalan dengan perjuangan panjang Suku Anak Dalam untuk menjadikan TNBD sebagai ruang hidup Suku Anak Dalam.

 

Pertemuan tim Prakarsa Madani bersama unsur pemerintah, swasta, dengan SAD di Kecamatan Air Hitam / foto: YPM

Yayasan Prakarsa Madani (YPM) kembali menggelar pertemuan dengan sejumlah pihak untuk mensosialisasikan program dan kegiatan dalam rangka pemberdayaan sosial Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi. Kali ini YPM mengundang berbagai stakeholder terkait untuk duduk berdiskusi menyamakan persepsi dan merangkum gagasan bersama.

Pertemuan bertempat di aula kantor Camat Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, pada Sabtu tanggal 02 November 2019. Hadir dalam pertemuan ini Camat Air Hitam, Kapolsek Air Hitam, Ketua Lembaga Adat Kecamatan Air Hitam, Kepala Desa Bukit Suban, Kepala Desa Pematang Kabau, Kepala Desa Lubuk Jering, dan utusan mewakili Kepala Desa Jernih.

Dari SAD, hadir tokoh adat Ngandun, Temenggung Bebayang, Temenggung Bepayung, Temenggung Meladang, Temenggung Afrizal, perwakilan Temenggung Grib dan Temenggung Nangkus, beberapa utusan Tengganai, warga SAD yang terdiri dari para orang tua, kaum muda. Terlihat pula induk-induk SAD menyaksikan dan mengikuti jalannya pertemuan.

Dalam sambutannya sebelum membuka acara, Camat Air Hitam Bustra Desman mengaku berterima kasih atas kegiatan yang diprakarsai YPM. “Saya berterima kasih yang tak terhingga,” sebutnya.

Camat Bustra Desman juga mengungkapkan rasa bangganya atas kegiatan yang diinisiasi YPM. Baginya, ada banyak hal yang selama ini tidak pernah ada, dalam pertemuan hari itu bisa terwujud, seperti tatap muka bersama warga SAD yang masuk dalam wilayah administrasi yang ia pimpin.

“Kami ingin menyampaikan, pertama, mungkin selama ini (warga SAD, pen) tidak pernah tatap muka dengan kami. Kami sangat bangga, pada hari ini kami bisa bertatap muka. Berkumpul dengan saudara kami, para orang tuo kami, termasuk para Temenggung yang ado di kawasan Air Hitam ini,” kata Camat.

“Ini merupakan yang pertama kali kami bisa berkumpul dengan warga kami suku anak dalam. Kami berterima kasih pak,” kata dia lagi.

“Kami sebenarnya berharap dengan hal yang seperti ini. Ini baru Prakasa Madani, lho, yang mengundang Camat, untuk dalam agenda seperti ini,” tambah Camat.

Ketua Badan Pengurus YPM, Elwamendri yang mengantarkan forum dalam pertemuan itu menyampaikan apresiasi atas kehadiran Camat. “Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pak Camat, yang telah memfasilitasi pertemuan kita hari ini. Dan tentu saja saat hari libur, waktu bersama keluarga, tapi beliau menyempatkan hadir bersama kita.”

Tujuan dari pertemuan waktu itu adalah untuk mensosialisasikan program dari Prakasa Madani ke depan. Program yang disusun oleh Yayasan Prakarsa Madani ini nantinya akan direalisasikan dalam payung kelembagaan Forum Kemitraan Multipihak Pembangunan Sosial Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi, yang sudah disahkan dan melibatkan berbagai pihak, mulai dari unsur pemerintahan, LSM, maupun swasta.

 

Wawancara Tenaga Lapang Prakarsa Madani dengan salah satu Temenggung di Air Hitam.

  • Menurut Temenggung G, ada beberapa kelompok yang berupaya menuntut lahan di salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit. Kelompok tersebut adalah kelompok Njalo, Ninjo, Meriau dan Selambai.
  • Ada ditengarai issue yang tidak benar, menyangkut Suku Anak Dalam, Contoh ada orang yang meninggal setelah berkunjung ke hutan Taman Nasional Bukit 12, namun berita yang beredar adalah meninggalnya orang tersebut, karena santet dari Suku Anak Dalam.
  • Ada juga teman-teman penggiat lapang, mengatakan bahwa pemerintah tidak benar, TNBD tidak benar, Camat tidak benar, Bupati tidak benar dan Gubernur tidak benar dan di kampanyekan di luar negeri dan luar negeripun percaya terhadap berita yang di kampanyekan tersebut.
  • Selain itu, berita-berita tidak benar juga disiarkan oleh berbagai media seperti youtube. Salah satu contoh adalah apa yang diviralkan oleh  BBC News Indonesia, dengan link youtubenya: https://www.youtube.com/watch?v=oCO0GQM8vYY
  • Berdasarkan cuplikan video tersebut (menit 05.54), diketahui bahwa “Salah seorang Suku Anak Dalam mengkui bahwa di masa dahulu, mereka mudah untuk mendapatkan akses bahan pangan dari hutan, dan hutanpun sekarang sudah hilang serta akhirnya mereka terpaksa makan buah kelapa sawit”.
  • Begitu juga, laporan HRW yang dirilis 22 September 2019 yang berjudul: “When We Lost the Forest, We Lost Everything” ….

    menceritakan seorang perempuan Suku Anak Dalam bernama Maliau. Menurut laporan tersebut, Maliau, seorang perempuan suku Anak Rimba dan ibu dari sembilan anak, kesulitan bertahan hidup dari lahan yang dulu menghidupi sukunya, namun kini hancur akibat perkebunan kelapa sawit yang mulai beroperasi di sana hampir tiga dekade lalu. Kekeliruan informasi ini terletak pada titik waktu pengamatan yang dilakukan oleh reporter HRW tersebut. Pada galibnya di daerah kecamatan Air Hitam, dulunya wilayah Marga Air Hitam, mulai dari tahun 70 an, telah beroperasi perusahaan konsesi (Hak Pengusahaan Hutan). Ada PT. Alas Kusuma, PT. TGL dan PT. Sumber Mas. Pada tahun 1980, pemerintah membuka daerah transmigrasi Hitam Ulu (Hitam Ulu I sampai dengan Hitam Ulu V). Setelah itu baru kemudian menyusul pembukaan wilayah transmigrasi Hitan Ulu, sampai Hitam Ulu XV. Tahun 1987, pemerintah RI menetapkan wilayah pengembaraan Suku Anak Dalam menjadi Cagar Biosfir dengan luas 29.485 Ha. Dalam waktu bersamaan pemerintah mengundang dan menunjuk PT SAL-1 sebagai pelaksana program pengembangan PIR Trans Kelapa Sawit, melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No 353/ Kpts / KB.510 / 6 / 1987. Menilik kronologis di atas dapat disimpulkan bahwa apa yang dikemukakan oleh HRW dalam laporannya, bahwa perusahaan kelapa sawit telah menghancurkan wilayah hutan di kecamatan Air Hitam atau wilayah Marga Air Hitam, tidak benar.

 

Badan Pengurus Yayasan Prakarsa Madani Berfoto Bersama Tengganai Basemen

Tengganai Basemen menuturkan bahwa Adat Suku Anak Dalam berasal dari Jambi, sementara Undang berasal dari Minangkabau. Ketika pertemuan adat dengan undang, yang waktu itu orang yang membawa undang bernama Naning Sengalau dan Tebuan Tandang sementara orang yang membawa adat bernama Bayang Pendito dan Semalin Mintan. Ketika terjadi pertemuan orang adat dan orang undang, maka orang adat bertanya kepada pembawa undang. Hal yang ditanyakan adalah, bagaimana kokohnya/kerasnya pegangan undang. Kata orang pembawa undang, pegangan kami sangat kuat. Pegangan kami telintang patah, tebujur lalu, salah mato, mato dicukil, salah lidah, lidah digunting, salah tangan, tangan dikerat. Mendengar penuturan orang undang, maka orang adat sedikit menyindir bahwa pegangan undang tersebut terlalu kejam sekali.

Selanjutnya orang undang mengeluarkan seloko: Sembak di lurut tanggo nan panjang, sembak diguyang antui diguncang, macam ditempuh peluru berantai, bangkitkan perang mak lagi nyo gadih, ayah lagi nyo bujang, maling ikan dalam seruwo semalak simalin mintan.

Seloko ini dibalas lagi oleh Bayang Pendito dan Malin Mintan, May (emas) bejingkek dengan lumbago, may betumbang dengan adat, senggan selutut arung nan darah, senggan sepinggang lambun nan bangkai  hidup mati pado beradat dan bapeseko. Ular dipalu jangan nak mati, pemalu jangan nak patah, tanah dipalu jangan nak lembang, menarik rambut dalam tepung, tepung jangan tebayak, rambut jangan nak putuih, dibuang jangan jauh, dibunuh jangan mati.

Kebetulan ketika mereka berseloko tersebut, datanglah ular besar yang sedang mengunggung seekor kodok, akan tetapi kodok tersebut tidak sampai dimakan, bahkan dilepaskan oleh ular tersebut. Tengganai Basemen menjelaskan bahwa dalam kejadian ini adat menjadi pemenang dan kekuatan adat sebagai petunjuk. Hal yang tidak bisa direbut oleh adat adalah pegangan undang tentang 4 (empat) hal yang di atas: mencerak telur (kawin dengan anak sendiri), mandi dipancuran gading (kawin dengan saudara kandung), menikam bumi (kawin dengan isteri orang), melebung dalam (kawin dengan paman kontan). Kerasnya adat Suku Anak Dalam zaman dulu, jika melanggar empat di atas ini hukumannya mati.

Sementara 4 (empat) di bawah, diambil oleh adat, dan menjadi hukum adat Suku Anak Dalam. Yang mana yang empat di bawah? Luko bepampai, mati bebangun, jadi beradat, sarak bepeninggalan.

Selain hukum adat emapt di atas dan empat di bawah, Suku Anak Dalam mengenal pula hukum yang mereka sebut dengan teliti dua belas. Teliti dua belas ini terdiri dari: samun sakal bunuh banun upas racun maling mencuri maling bongkar tipu dayo umbu umbai.