Ringkasan  Eksekutif

Suku Anak Dalam (SAD) merupakan salah satu kelompok masyarakat terasing yang ada di Indonesia yang sudah sejak lama hidup dan mengembara dalam kawasan hutan Bukit Dua Belas di Propinsi Jambi. Upaya untuk mendorong perubahan kualitas hidup SAD sudah dilakukan banyak pihak yang dikemas dalam bentuk pelaksanaan berbagai program pemberdayaan dan bantuan sosial untuk SAD PT. SAL 1 merupakan salah satu perusahaan yang sejak lama turut berperan dalam menggerakkan terjadinya perubahan dalam kehidupan orang rimba melalui berbagai program CSR dan bantuan sosial yang diberikan untuk SAD. Kendatipun demikian, secara selintas belum tampak perubahan yang signifikan dalam kehidupan SAD bahkan dari beberapa riset yang telah dilakukan terhadap SAD terungkap fakta-fakta dimana SAD semakin dihadapkan pada berbagai masalah dalam bertahan hidup dan dalam melangsungkan proses kehidupan sosialnya. Hal ini mendorong pihak PT. SAL 1 untuk melakukan kajian terhadap program CSR baik yang telah dilaksanakan maupun yang direncanakan pelaksanaannya untuk menjawab pertanyaan apakah proses pelaksanaan program sudah berjalan dengan baik serta apakah program memberikan hasil dan dampak positif bagi penerima program. Hasil kajian ini sangat diperlukan untuk melakukan perbaikan dan pengembangan program CSR PT. SAL 1 di masa yang akan datang sehingga segala sumberdaya yang dialokasikan berdayaguna bagi penerima program.

Kegiatan studi dilaksanakan dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan melalui kerjasama PT. ASTRA Agro Lestari Tbk dengan Prakarsa Madani Intitut. Studi dilakukan di 6 (enam) kelompok orang rimba yaitu Kelompok Bepayung, Kelompok Aprizal, Kelompok Nangkus, Kelompok Nggrip, Kelompok Sikar, dan Kelompok Pak Jang dengan sasaran studi meliputi 2 aspek yaitu penilaian terhadap 10 program CSR PT. SAL 1 dan aspek yang berkenaan dengan kehidupan SAD yang dipandang relevan untuk perancangan rekomendasi dan arahan program. Studi dilakukan dengan metode survey dan menggunakan instrument berupa kuesioner untuk wawancara terstruktur dan wawancara mendalam dengan jumlah responden orang rimba yang diwawancarai sebanyak 120 responden ditambah informan sebanyak 12 orang yang diambil dari berbagai pihak terkait. Data dan informasi yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan upaya merumuskan rekomendasi dan arahan program dilandasi oleh analisis kondisi faktual, analisis kebutuhan, dan analisis masalah.

Secara umum hasil studi memperlihatkan bahwa program CSR PT. SAL 1 masih perlu perbaikan di tingkat proses pelaksanaan program dimana masih minimnya upaya pelibatan pihak penerima program baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasi program. Minimnya pelibatan partisipasi penerima program dalam proses pelaksanaan program memposisikan pihak perusahaan sebagai pihak yang dipandang memiliki tanggung jawab sepenuhnya terhadap pelaksanaan program. Dari segi hasil dan dampak program, hasil studi memperlihatkan bahwa seluruh program yang menjadi sasaran studi sudah memberikan hasil dan dampak positif terhadap penerima program. Kelemahannya dijumpai belum terarahnya hasil dan dampak program terhadap target-target perubahan yang ingin dicapai sebagai manifestasi dari keberadaan program.

Di sisi lain, hasil studi menemukan kecenderungan munculnya persepsi negatif SAD terhadap berbagai pihak yang menjadi obyek studi. Hal ini memperlihatkan bahwa seluruh aktivitas yang sifatnya mendorong terjadinya perubahan dalam kehidupan orang rimba dinilai tidak bermanfaat oleh SAD. Faktor penyebabnya adalah hampir seluruh aktivitas para pihak terhadap pemberdayaan orang rimba dinilai tidak memberikan perbaikan terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan hidup orang rimba yang merupakan aspek penting yang diposisikan sebagai jaminan hidup. Secara faktual, temuan studi menunjukkan bahwa persoalan percepatan peningkatan level kebutuhan SAD yang berbanding terbalik terhadap aspek pengembangan sumber-sumber pendapatan merupakan situasi yang membangun SAD semakin sulit untuk bertahan hidup.

Berangkat dari berbagai fenomena dan kondisi faktual yang ditemukan sebagai hasil studi, maka rekomendasi dan arahan program sebagai alat untuk mengintervensi proses perubahan sosial SAD dirumuskan dengan muatan-muatan yang mencakup prinsip-prinsip dasar, target-target perubahan dan capaian, rumusana program yang mencakup jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang, pola implementasi program, penguatan kapasitas pelaksana program, dan persiapan sosial penerima program. Mengingat kompleksnya sarana dan prasarana untuk mencapai sebuah bentuk perubahan sosial, maka sangat diyakini bahwa pihak perusahaan memiliki berbagai keterbatasan dalam melaksanaan serangkaian program yang direkomendasikan. Oleh sebab itu salah satu yang menjadi catatan penting dari rekomendasi studi adalah pentingnya dibangun kerjasama multipihak (bisa dalam bentuk konsorsium) yang memiliki tanggung jawab dan kepedulian terhadap pencapaian tujuan mendorong terjadinya perubahan sosial SAD, minimal SAD bisa hidup setara sebagaimana kehidupan masyarakat desa yang ada di sekitar mereka bermukim. Proses kerjasama multipihak ini juga penting untuk menghindari terjadinya tumpang-tindih program dan pemborosan pendanaan program dimana berbagai penghematan bisa dilakukan jika program dilakukan secara terintegrasi.

Pilar Ekonomi terbagi menjadi 2 bagian yaitu program peningkatan pendapatan dan program ketahanan pangan. Program peningkatan pendapatan digulirkan oleh perusahaan berdasarkan aspirasi dari warga Suku Anak Dalam sejak tahun 2008 dimulai dari pelatihan montir, budidaya ikan, beternak ayam, pennggemukan labi-labi, budidaya jahe hingga bertanam jernang.
• Program Ketrampilan Montir
Para pemuda dari warga Suku Anak Dalam berminat mengikuti pelatihan montir yang diselenggarakan oleh PT SAL-1 yang bekerja sama dengan Balai Latihan Kerja (BLK), Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sarolangun. Pelatihan ini diselenggarakan pada tahun 2008 .
• Budidaya hortikultura
PT Sari Aditya Loka-1 mendirikan 4 kebun percontohan hortikultura di Rombong Nggrip, Nangkus, Bepayung dan Kelompok Nugrah mulai akhir tahun 2015. Program ini diinisiasi berdasarkan permintaan Suku Anak Dalam yang ingin memanfaatkan lahan yang terbengkalai. Komoditi yang ditanam bervariasi mulai dari kacang panjang, mentimun, kacang kedelai, jagung, kangkung dan cabai. Tujuan pendirian kebun percontohan ini adalah untuk mengenalkan dan menginspirasi Suku Anak Dalam untuk menanam hortikultura di lahan atau pekarangan mereka. Dengan adanya kebun percontohan ini, diharapkan warga rimba akan terinsipirasi untuk memanfaatkan lahan atau pekarangan mereka dengan menanam palawija. Dampak yang diharapkan dari program ini adalah peningkatan pendapatan jangka pendek serta adanya perubahan pola meramu menjadi bercocok tanam dan dari kehidupan nomaden menjadi menetap. Keempat kebun percontohan ini difasilitasi oleh PT SAL-1 yang berperan dalam penyediaan bibit, pupuk, pengolahan lahan dan pestisida. Bibit yang disediakan juga bervariasi tergantung minat dari masing-masing rombong.
• Budaya Menabung
Kegiatan budaya menabung yang digagas PT Sari Aditya Loka-1 bertujuan untuk merangsang warga rimba agar menjadikan menabung menjadi kebiasaan. Ketika sudah menjadi kebiasaan maka mereka diharapkan akan memprioritaskan menyisihkan sebagian dari pendapatannya terlebih dahulu untuk ditabung daripada dikonsumsi. Peserta program diikuti oleh 65 orang dari setiap KK dari 6 sub rombong.
• Program Budidaya Jahe Gajah dan Jahe Merah
Usulan Program usaha budidaya jahe gajah dan jahe merah dikemukakan oleh Pak Tarib kepada PT SAL-1. Permintaan Pak Tarib direspon dengan pendirian 1 unit kebun percontohan di lahannya yang terletak di Kutai, Desa Pematang Kabau, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun pada bulan Agustus 2016. Selain itu PT SAL-1 juga memberangkatkan 7 orang warga Rimbo ke lokasi pembudidayaan jahe organik di PT Sidomuncul Bergas Kab. Semarang untuk mengikuti kegiatan pelatihan budidaya jahe.
• Budidaya Ikan Lele
Program lele berawal dari ide Bapak Tarib yang menyampaikan kepada tim ekonomi mengenai minatnya terhadap budidaya lele. PT SAL memfasilitasi penyediaan kolam lele biofloks yang dilaksanakan di lokasi Pak Tarib dan Pak Nggrip dengan 10 kolam (masing-masing 5 kolam).
• Budidaya Ayam Kampung
Program ayam terbentuk diawali dengan perundingan antara PT SAL 1 dengan Kelompok Mette pada tanggal 18 November 2018 tentang bantuan program apa yang cocok dan diinginkan kelompoknya. Budidaya ayam ini dikelola oleh 1 Kelompok yang terdiri dari 5 orang.
• Budidaya Jernang
Program ini merupakan impelementasi kerja sama antara PT SAL-1 dengan Balai TNBD. Budidaya jernang merupakan salah satu program pengayaan TNBD yaitu Pengayaan Tanaman Jernang. Program ini diharapkan dapat memberikan hasil jangka Panjang dengan memanfaatkan Kawasan TNBD yang sudah menjadi rumah bagi mereka. Selain itu program ini juga bermanfaat untuk pengayaan taman nasional. Sistem yang diberikan dalam kegiatan ini adalah dengan penanaman bibit dewasa, pemberian insentif bagi SAD yang membibitkan dan menanam dan pembuatan lokasi percontohan. Implementasi program kerja sama ini mulai diwujudkan dalam kegiatan pelatihan budidaya jernang oleh 21 orang peserta pada tahun 2018. Setelah pelatihan dilaksanakan, para peserta mendapatkan bibit jernang masing-masing 20-25 pokok untuk ditanam di kawasan TNBD. Total jernang yang telah ditanam adalah sebanyak 520 batang.
• Penampungan labi-labi
PT SAL-1 menyediakan 3 unit kolam penampungan labi-labi yang telah dilaksanakan sejak bulan September 2018. Kolam ini berfungsi sebagai tempat pemeliharaan labi-labi yang diburu oleh OR sampai tahap siap dikonsumsi atau dijual kepada sesama OR. Sementara itu mereka mencari labi labi di sungai untuk dibesarkan di kolam tersebut. Program ini berasal dari usulan Suku Anak Dalam Sub Rombong Ninjo / Meriau. Hal ini dilatarbelakangi oleh kegemaran mereka dalam mengkonsumsi labi –labi yang diikuti oleh Meriau dan Nyerak dari Sub Rombong Ninjo / Meriau.
Hambatan umum yang sering dirasakan dalam program peningkatan pendapatan warga Suku Anak Dalam adalah sulitnya ketika mereka masih sering melangun dan pergi ke dalam hutan sehingga komoditi yang dipelihara tidak diurus. Di awal program, para peserta juga belum terbiasa merawatnya secara rutin sehingga perlu pendampingan yang lebih intensif.
Sementara itu program ketahanan pangan diwujudkan melalui 2 jenis yaitu program ketahanan jangka pendek dan program ketahanan pangan jangka panjang. Program jangka pendek dilaksanakan dalam bentuk pemberian beras dan bahan makanan sesuai dengan kebutuhan Suku Anak Dalam untuk memastikan kecukupan sumber makanan Suku Anak Dalam. Program ini digulirkan sesuai dengan fakta di lapangan bahwa OR belum mampu seluruhnya memenuhi kebutuhan pangan. Bantuan yang diberikan berupa beras dan paket bahan makanan yang terdiri dari mie instan, kopi bubuk, garam dan gula. Proses pendistribusian menggunakan kartu ketahanan pangan yang telah dibagikan kepada seluruh penerima program. Selama tahun 2019, Perusahaan telah mendistribusikan 44 ton beras dan 2700 paket bahan makanan kepada 301 keluarga yang mencakup 1.082 orang. Program ketahanan pangan jangka panjang diwujudkan dalam bentuk penyediaan lahan Suluh Rimbo. Program ini dilaksanakan dalam bentuk penyediaan lahan pertanian sebagai pusat kegiatan Suku Anak Dalam yang dapat dimanfaatkan sebagai lahan ketahanan pangan dan pusat kegiatan OR meningkatkan kualitas hidupnya. Dalam jangka panjang, ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, namun juga kemampuan warga Suku Anak Dalam untuk memproduksi dan mengelola bahan makanan mentah sehingga tidak muncul ketergantungan pangan. Saat ini Perusahaan telah mendirikan 2 unit kebun Suluh Rimbo di Rombong Sikar 0,3 Ha dan 1 unit yang lain seluas 2,04 Ha untuk 4 Rombong warga Suku Anak Dalam yang bermukim di Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun yaitu Nggrip, Afrizal, Bepayung dan Nangkus. Komoditas utama yang ditanam yaitu umbi-umbian dan komoditas pendukung seperti cabe, jagung, kelapa, pinang dan nanas.

Inisiatif program kesehatan untuk Suku Anak Dalam telah dilakukan sejak tahun 2008. Program yang dilakukan adalah penyuluhan dan pelayanan kesehatan. Selain penyuluhan dan pelayanan kesehatan, kepada Dukun Bersalin juga diberikan pelatihan yang bertujuan untuk menambah wawasan para dukun dalam membantu persalinan di dalam kawasan, menekan tingginya angka kematian pada ibu dan bayi serta mendekatkan para dukun dan ibu hamil pada pusat pelayanan kesegatan atau tenaga medis yang berada di desa.

Pada tahun 2012, PT SAL melakukan perbaikan pelayanan dengan tajuk yang berbeda dari sebelumnya, yaitu pembentukan 2 (dua) unit Posyandu untuk Suku Anak Dalam. Posyandu yang pertama berlokasi di Rombong Betaring (Desa Pematang Kabau) yang bernama Posyandu Astera dan posyandu kedua berlokasi di Rombong Nangkus (Desa Bukit Suban) yang bernama Posyandu Raflesia. Kegiatan yang dilaksanakan dalam posyandu tersebut adalah pelatihan kader, pelaksanaan program posyandu 5 (lima) meja dan program tambahan Posyandu. Jumlah peserta pada tahun 2012 pada Posyandu Astera adalah 25 orang dan Posyandu Raflesia adalah 37 orang.

Pada tahun 2014, kegiatan pelayanan kesehatan dan penyuluhan diperluas ke 2 rombong Suku Anak Dalam dengan jumlah peserta yang berobat adalah sebanyak 81 orang. Kegiatan ini dikemas dalam bentuk kerjasama dengan Puskesmas setempat yang juga memberikan penyuluhan mengenai kesehatan gigi dan mulut.

Pada tahun 2015, dengan dokter yang disediakan perusahaan dan kerjasama dengan berbagai pihak, seperti Kodim 0340 Sarko dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sarolangun meningkatkan layanan kesehatan yang melibatkan 112 orang dari rombongan Temenggung Grip, Temenggung Bepayung, Temenggung Tarip dan Nugrah. Penyuluhan juga diberikan kepada peserta mengenai kesehatan diri, lingkungan, dan keluarga berencana.

Pada tahun 2016 tepatnya bulan September, PT SAL membangun 1 (satu) unit klinik untuk pengobatan Suku Anak Dalam di Sub Rombong Betaring. Sejak itu pula, tim medis perusahaan mulai rutin melakukan kunjungan pengobatan di rombongan Temenggung Nangkus, Temenggung Nggrip dan Temenggung Sikar, dengan rata-rata jumlah pasien yang berobat selama bulan Oktober – Desember 2016 adalah sebanyak 81 orang. Selain pengobatan, kegiatan Posyandu juga tetap berjalan, bahkan sudah bertambah 1 (satu) unit Posyandu di rombongan Temenggung Sikar. Kegiatan pelayanan Keluarga Berencana juga dilakukan bagi Suku Anak Dalam yang bersedia untuk menggunakan alat kontrasepsi. Untuk meningkatkan pengetahuan Suku Anak Dalam mengenai kesehatan diri dan lingkungan, perusahaan juga memberikan penyuluhan sebanyak 2 kali dalam sebulan di rombongan-rombongan tersebut.

Mulai tahun 2017, pelaksanaan program kesehatan sudah lebih terstruktur dengan baik dan rutin. Program kesehatan dibagi menjadi 3 sub program, yaitu program preventif yang meliputi Posyandu, pelayanan KB dan pemberian makanan tambahan, program promotif yang meliputi penyuluhan kesehatan diri dan lingkungan dan program kuratif berupa pengobatan gratis.
• Penyuluhan Hidup Bersih dan Sehat
Dilaksanakan 1 kali per bulan untuk setiap sub rombong. Kegiatan ini mulai rutin dan terjadwal dilakukan pada Januari 2019. Materi yang diberikan terkait tentang hidup bersih (cuci tangan, gosok gigi, gunting kuku,dll) dan pencegahan penyakit . Jadwal penyuluhan disosialisasikan di awal bulan
• Pemberian Makanan Tambahan
Pemberian makanan tambahan diberikan kepada OR dibarengkan dengan kegiatan penyuluhan dan siswa sanggar belajar yang dikelola oleh PT SAL
• Program Posyandu
Peserta posyandu adalah bayi, balita, ibu hamil dan ibu menyusui. Pada Posyandu, dilakukan penimbangan dan pengukuran tinggi badan pada anak usia 0-5 tahun, pemeriksaan ibu hamil, pelayanan KB dan penyuluhan. Posyandu dilaksanakan sebulan sekali di 5 unit posyandu yang didirikan oleh Perusahaan
• Penyediaan Fasilitas Air Bersih dan MCK
Permintaan fasilitas sanitasi sumber air bersih dan toilet berasal dari OR sendiri karena akses terhadap fasilitas tersebut tidak ada. PT SAL dan warga OR berkolaborasi dalam mendirikan sumber air bersih dan toilet tersebut. Warga OR menyediakan lahannya, PT SAL menyediakan bahan bangunan dan tenaganya. Saat ini telah disediakan 3 unit MCK dan sumber air bersih di Sub Rombong Saidun, Sikar dan Betaring
• Monitoring Body Mass Index
Pemeriksaan BMI (Body Mass Index) menggunakan metode antropometri melalui pengukuran tinggi badan dan berat badan. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut maka dapat ditentukan kategori BMI masing-masing OR antara lain kurus berat, kurus ringan, kurus, normal, gemuk ringan dan gemuk berat. PT SAL memantau warga yang masuk kategori kurus berat
• Layanan Kesehatan Kuratif
Layanan kesehatan kuratif dilaksanakan oleh 2 orang tenaga medis. Kegiatan layanan kesehatan dilakukan melalui kunjungan rutin ke setiap sub rombong 2 kali seminggu. Kunjungan ke Sub Rombong ini adalah salah satu bentuk aktivitas rutin dan terjadwal untuk memberikan pemeriksaan dan pengobatan gratis bagi OR. Pada saat kunjungan bisa jadi ada pasien dan tidak tergantung kondisi warga. Di awal bulan Tim Medis rutin melaksanakan sosialisasi kepada warga terkait jadwal kunjungan.

Pelayanan kesehatan dilakukan di klinik (Health Care Center) atau kunjungan ke sudung / rumah OR menggunakan ambulance khusus Suku Anak Dalam yang disediakan perusahaan. Kegiatan yang dilakukan adalah pengobatan bagi yang sakit, pengecekan kesehatan bagi ibu hamil dan pelayanan kesehatan pasca melahirkan terhadap ibu dan bayi. Jika ada anggota keluarga yang sakit, mereka dapat mendatangi fasilitas kesehatan terdekat seperti puskesmas atau langsung membeli obat di apotik. Namun, saat mereka berada di dalam kawasan mereka menggunakan obat-obatan tradisional yang tersedia di alam. Pelayanan rutin kesehatan selama tahun 2019 adalah 1469 kali. Jumlah warga yang telah mendapatkan fasilitas ini adalah 658 jiwa dari 235 KK.

PT. SAL-1 melihat bahwa pendidikan merupakan faktor utama untuk menghasilkan generasi masa depan yang mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Di saat yang sama, Suku Anak Dalam juga memiliki akses yang terbatas terhadap pendidikan formal. Kebiasaan hidup berpindah (melangun) juga merupakan salah satu faktor budaya yang menjadi kendala pendidikan anak-anak Suku Anak Dalam. Sekolah Halom atau Sekolah Alam adalah alternatif solusi yang dikembangkan sebagai langkah awal dalam mengenalkan dunia pendidikan ke komunitas Suku Anak Dalam. Perusahaan berinisiatif untuk mendirikan beberapa fasilitas pendidikan untuk komunitas Suku Anak Dalam dalam kelas PAUD, Kelas Jauh dan PLS. Kelas PAUD bertujuan membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa. Sementara itu PLS (Pendidikan Luar Sekolah) memberikan dasar-dasar kemampuan CALISTUNG yaitu membaca, menulis dan berhitung. memberikan pengalaman belajar yang mandiri dan produktif. Program kelas jauh adalah fasilitas yang diberikan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Sarolangun dan diperuntukkan kepada masyarakat (dalam hal ini Suku Anak Dalam) yang memiliki keterbatasan akses terhadap sekolah formal karena jarak yang relatif jauh dari tempat tinggalnya. Dalam periode 1 minggu, para siswa akan bergantian menempuh pendidikan di sanggar belajar dan sekolah formal.

Saat ini PT. SAL-1 menyediakan 11 unit fasilitas sanggar belajar sejak tahun 2009 yang melayani 3 tipe kelas di atas baik yang dikelola sendiri maupun dikelola bersama dengan instansi pemerintah (Dinas Pendidikan dan Balai TNBD). Kesebelas sanggar belajar itu antara lain Sekolah Alam Putri Tijah, PAUD Nurul Ikhlas, Rajo Nasar, Nurul Islam, Rimbo Aur Duri, Punti Kayu 1, Punti Kayu 2, Rimbo Pintar Sungai Kuning, Gading Rimba Jaya, Rimbo Sako Selensing dan Rimbo Pagar Alam. Total siswa di sanggar belajar ini adalah 261 siswa. PT. SAL-1 juga mendirikan program “Madu Rimbo” atau Wisma Terpadu Suku Anak Dalam yang merupakan program lanjutan dari program sekolah non formal. Di dalam program ini, perusahaan memberikan beasiswa penuh dan asrama bagi siswa Suku Anak Dalam sehingga kegiatan sekolah tidak terganggu dengan budaya berpindah seperti “melangun”. Program ini diberikan untuk mempersiapkan Suku Anak Dalam menempuh pendidikan di sekolah formal. Saat ini terdapat 6 anak yang tinggal di Asrama Madu Rimbo dan menempuh pendidikan di SDN 274 Muara Delang dan SMK Negeri 4 Merangin

Setelah mengikuti program Madu Rimbo, PT. SAL-1-1 menyediakan beasiswa yang dimulai sejak tahun 2016 ditandai dengan pemberian beasiswa untuk Abdul Rahman di SMK MM Yogyakarta. Sementara itu sejak tahun 2018, warga OR lain yang telah masuk usia sekolah mendapatkan beasiswa dari PT. SAL-1. Beasiwa yang diberikan berupa uang saku, alat sekolah dan seragam. Besaran uang saku tergantung pada kelas yang diikuti. Total siswa yang mendapatkan beasiswa sejumlah 37 orang. Mereka tersebar di 5 sekolah formal yaitu SDN 191 Pematang Kabau, SDN 275 Pematang Kabau, SMPN Satu Atap Bukit Suban, SMK Kehutanan Pekanbaru dan SMK MM Yogyakarta. Hingga bulan Agustus 2019, dari 453 anak usia sekolah kini telah tercatat 304 anak usia sekolah telah mengikuti program pendidikan yang difasilitasi oleh perusahaan.

Bapak Idris, adalah salah seorang putra Desa Jernih yang merasakan hidup bersama Suku Anak Dalam selama 6 tahun. Pada masa ketika beliau berumur 2 tahun, beliau dibawa oleh kedua orang tuanya berkebun di daerah renah, daerah tempat warga desa biasa menanam padi, berkebun ubi dan menanam tanaman perkebunan seperti karet dan menanam tanaman buah-buahan seperti durian, jengkol, petai dan duku. Diuraikan oleh Bapak Idris bahwa  ketika itu, beliau jatuh dari pondok dan bertepatan pula dengan itu, orang tuanya kedatangan Temenggung Berambai dengan isterinya. Antara Temenggung Berambai dan orang tua Bapak Idris, sudah berteman dari lama dan mereka menyebut dengan istilah “sanak” satu sama lainnya. Temenggung Berambai meminta izin untuk mengobati “Idris kecil” dan dapat sembuh. Selanjutnya Temenggung Berambai meminta izin kepada orang tua Bapak Idris, untuk membawa Idris ke dalam rimba (istilahnya dibawa ke gunung) dan meminta agar “Idris kecil” dijadikan anak angkat Temenggung Berambai. Orang tua Bapak Idris pun mengizinkan dan dibawalah “Idris kecil” ke dalam rimba serta menjadi anak angkat Temenggung Berambai. Semenjak itu, beliau resmi sebagai anak rajo Temenggung Berambai  dan selama 6 (enam) tahun beliau didik oleh Temenggung Berambai, dan dikembalikan kepada orang tuanya di Desa Jernih pada umur 8 tahun.

Menurut Bapak Idris, keturunan Temenggung Berambai yang laki-laki bernama Basurau (putra bungsu Temenggung Berambai). Basurau merupakan adik dari Bapak Idris yang meneruskan kepemimpinan Temenggung Berambai, setelah Temenggung Berambai meninggal. Anak dari Temenggung Berambai bernama Mijah, Mulung, keduanya jadi Temenggung, namun keduanya meninggal dunia. Kemudian putri ketiga dari Temenggung Berambai mempunyai suami bernama Marpuk.  Putri keempat dari Temenggung Berambai mempunyai suami yang bernama Mari Tuha (Mari Tuha kemudian dikenal juga sebagai Temenggung), dan putra laki-laki terkecil (bungsu dari Temenggung Berambai yaitu Besurau, yang kemudian melanjutkan kepemimpinan ketemenggungan setelah Temenggung Berambai meninggal dunia.

Diakui juga oleh Bapak Idris, bahwa Temenggung Berambai beserta keluarganya menempati wilayah Sungai Kejasung Besar, Sungai Kejasung Kecil. Sementara adik Temenggung Berambai bernama Temenggung Setenang menempati wilayah Sungai Sungkai dan Sungai Terap. (Wilayah Kejasung Besar, Kejasung Kecil, Sungai dan Sungai Terap sering disebut dengan wilayah hilir). Sementara itu, di daerah tengah (Ulu Air Hitam), wilayah nya ditempati oleh Temenggung Besiring dan untuk wilayah Makekal, ditempati oleh Temenggung Melayar.

Sejarah Idris

 

Kecamatan Air Hitam sekarang, dahulunya dikenal dengan Marga Air Hitam. Marga Air Hitam ini berbatasan dengan dengan Muara Tabir di Kabupaten Tebo, Maro Sebo Ulu, Batin 5, , Batin XXIV  di Kabupaten Batang Hari. Selain itu Marga Air Hitam juga berbatasan dengan Batin 6, Simpang III di Kabupaten Sarolangun dan Marga Batin Batin IV Hilir di Kabupaten Merangin.

Menurut Pak Idris, Orang Kubu, yang kita sebut sebagai Suku Anak Dalam, menempati wilayah Bukit Kuaran, yaitu wilayah Cagar Biosfir atau Taman Nasional Bukit Dua Belas sekarang. Sementara bagian tanah renah, adalah kepunyaan warga kampung atau masyarakat marga Air Hitam. Sebagai bukti, banyak pohon buah-buahan serta pohon karet warga kampung di daerah renah (daerah yang datar) tidak pernah diganggu oleh warga Suku Anak Dalam. Telah menjadi kesepahaman antara warga desa dengan Suku Anak Dalam dari dahulu bahwa wilayah Suku Anak Dalam adalah wilayah Bukit Barisan (Bukit Kuaran) sementara tanah renah adalah wilayah orang desa (warga masyarakat Marga Air Hitam).

 

 

Menurut Bapak Idris, tuntutan beberapa keluarga Suku Anak Dalam terhadap lahan yang dikelola perusahaan (perkebunan kelapa sawit) tidak mempunyai dasar yang kuat. Ditambahkan lagi bahwa lahan tersebut sebenarnya milik warga Marga Air Hitam, karena tanah renah diakui oleh SAD merupakan milik warga melayu (Marga Air Hitam), sementara warga melayu mengakui bahwa bukit barisan/bukit kuaran atau wilayah hutan cagar biosfir merupakan bagian ruang hidup dari Suku Anak Dalam.

Ketika tuntutan lahan dari beberapa keluarga SAD ini dikonfirmasi kepada beberapa Temenggung, beberapa Temenggung  tersebut menyatakan bahwa tidak ada lagi permasalahan lahan dengan pihak perusahaan. Kenyataan yang ada adalah beberapa keluarga SAD tersebut dimobilisasi sedemikian rupa oleh pihak-pihak tertentu seolah-olah lahan perusahaan tersebut adalah milik nenek moyang Suku Anak Dalam.

Lahan Perusahaan MP3

Salah satu adat yang ditaati oleh Suku Anak Dalam adalah adat dalam menjatuhkan sangsi kepada siapa yang melanggar aturan. Suku Anak Dalam menetapkan adat dalam menjatuhkan sangsi tersebut sesuai dengan seloko berikut : Jika memukul sesuatu, maka pemalu hendaknya jangan nak patah, yang dipalu jangan nak mati, tanah jangan nak lebang (jangan kelihatan bekasnya). Jadi kalau akan membunuh, jangan sampai nak mati, kalau akan membuang, jangan sampai nak jauh, kalau akan ditanan jangan sampai nak dalam, namun demikian hukum perlu ditegakkan.

Dalam struktur sosial Suku Anak dalam, Temenggung yang memegang undang, sementara teliti dipegang Depati. Jika terdapat kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh warga SAD, maka jika tidak diselesaikan oleh Depati, maka proses selanjutnya dalam menetapkan hukum jatuh kepada Temenggung, dengan hukuman 600 keping kain. Tetapi jika permasalahan tersebut dapat diatasi oleh Depati, maka hukumannya hanya 40 keping kain. Demikian selanjutnya, jika permasalahan dapat diselesaikan oleh Mangku, maka dendanya hanya 20 keping kain dan seterusnya, jika permasalahan tersebut dapat diselesaikan Waris, maka dendanya hanya 2 keping kain. Demikian kondisi berjenjang naik, bertangga turun dalam menetapkan sangsi kepada warga SAD yang bersalah.

Adat SAD MP3

 

Jalaluddin, diakui oleh komunitas suku Anak Dalam di kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas, sebagai pewaris Jenang yang dianggap oleh komunitas Suku Anak Dalam, sebagai tempat mengadu, tempat memecahkan berbagai persoalan yang menimpa komunitas Suku Anak Dalam. Menurut Jenang Jalaluddin, sepengetahuan beliau, Jenang pertama bernama Abdul Latif, atau lebih dikenal dengan nama Jenang Selatih. Setelah Jenang Selatih meninggal, posisi jenang digantikan oleh Jenang Baharuddin (Kakek Jenang Jalaluddin).

Setelah Jenang Baharuddin (Jenang Bahar) meninggal dunia, semestinya yang menggantikan jenang adalah Nasir, anak Jenang Bahar. Namun demikian Nasir ini menetap di Jakarta, padahal sewaktu Nasir masih kecil, Nasir sudah banyak mengenal kehidupan komunitas suku anak dalam, karena sering bepergian dengan Jenang Bahar. Posisi Jenang kemudian digantikan oleh Ismail, anak dari saudara perempuan Jenang Bahar. Akan tetapi Jenang Ismail ini hanya menjabat posisi Jenang selama lebih kurang dua tahun. Tidak dijelaskan oleh Jenang Jalaluddin, alasan dari berhentinya Jenang Ismail ini.

Sekitar Tahun 2015, Pemerintah Kabupaten Sarolangun mengangkat Jenang untuk komunitas Suku Anak Dalam. Nama Jenang yang dilantik pemerintah ini adalah M. Azzek. Jenang Azzek, tidak mendapat legtimasi dari beberapa tokoh suku anak dalam, karena berbagai alasan. Menurut Jenang Jalaluddin, beberapa tokoh yang datang secara pribadi kepada beliau seperti Nggrip, Ngandum (Pamusai) Tarib (Jailani), Betaring, meminta agar Jalaluddin bersedia memangku jabatan Jenang, karena Jalaluddin adalah keturunan dari Jenang, mulai dari Selatih sampai ke Jenang Bahar. Apalagi beberapa benda pusaka Jenang seperti keris tanpa gagang dan tongkat rotan manau, masih berada pada keluarga Jalaluddin.

Keris Tanpa Gagang

Tongkat Rotan Manau

Diakui oleh Jenang Jalaluddin, bahwa benda pusaka ini merupakan media komunikasi antara Jenang dengan komunitas Suku Anak Dalam, terutama para Temenggung. Benda-benda lain yang menjadi media komunikasi antara Jenang dengan para Temenggung adalah baju, topi/kopiah, dan simpul rumput. Masing-masing benda ini menunjukkan tingkat kepentingan yang berbeda. Misalnya keris, jika para Temenggung menerima kiriman keris dari pembawa pesan, maka ini berarti bahwa detik itu juga Temenggung harus berangkat menuju Jenang, karena ini menyangkut kepentingan nyawa manusia. Menurut Jenang Jalauddin, media komunikasi ini berlaku bagi suku anak dalam di kawasan Bukit Duabelas, yang menurut selokonya Tanah Garo Pangkal Wari, Sungai Serengam Ujung Waris, Air Hitam Tanah Bejenang.

Sejarah “Jenang” juga dinukilkan oleh Tengganai H Jailani, bahwa dulunya Suku Anak Dalam tidak mengenal Jenang. Akan tetapi ketika penjajah masuk ke Air Hitam, ada sosok Abdul Latif tampil membela komunitas Suku Anak Dalam dari keinginan penjajah (Jepang) untuk memperlakukan Suku Anak Dalam sebagai tenaga kerja paksa  dan melindungi kaum wanita dari hasrat untuk memperkosa Suku Anak Dalam. Semenjak itu sosok Abdul Latif dianggap sebagai “Bapak/Pelindung atau Jenang” oleh Suku Anak Dalam.

 

Transmigran Hitam Ulu mendapat lahan 0,25 Ha untuk lahan pekarangan, 1 Ha untuk lahan pangan serta 2 Ha untuk lahan Perkebunan. Para transmigran mulai menempati lahan semenjak tahun 1979 sampai dengan Tahun 1983.  Warga transmirasi Hitam Ulu berasal dari penduduk Kabupaten Pekalongan, Kendal, Purworejo, Grobogan, Sekitar Provinsi Jawa Timur, Sekitar Provinsi Jawa Barat, Bandung dan Intransum ABRI Diponegoro.

[table id=1 /]

Diawal penempatan, ketika LU 1 belum menghasilkan, para transmigran mendapat jaminan hidup dari pemerintah berupa beras 50 Kg, ikan asin 5 Kg, minyak goreng 3 Kg, minyak tanah 8 liter, garam 2 Kg, sabun cuci batangan serta peralatan dapur.

Dalam mengelola LU 1, pemerintah juga memberikan bantuan bibit padi sebanyak 30 Kg, bibit tanaman pekarangan 20 batang, pestisida dan racun tikus/babi 3 Kg, pupuk urea dan TSP 3000 Kg serta kapur pertanian.  Para transmigran harus belerja keras dalam memanfaatkan LU 1 karena sebagian besar mereka menerika LU 1 masih banyak tunggul-tunggul kayu dan batang-batang kayu yang masih belum di chipping.

Pada awalnya LU 1 ditanam dengan tanaman kebutuhan pokok seperti padi, cabe, singkong, ubi rambat, terong, bawang putih, bawang merah dan berbagai jenis palawija. Tahap ini dikenal dengan tahap konsolidasi dan tahap konsolidasi ini berlangsung sekitar sampai tahun 1984.

Setelah melewati tahap konsolidasi, para transmigran ini memasuki tahap pengembangan. Pada tahap ini pemerintah berupaya mendorong terbentuknya koperasi unit desa (KUD), pembinaan pendidikan, kesehatan dan keluarga berencana, serta mulai dibentuk perangkat desa sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Pada tahap ini juga pemerintah berupaya merintis hubungan dengan pihak swasta terutama dalam mengembangkan LU 2 yang sama sekali belum tersentuh pembangunan.

Untuk pembangunan Lhan Usaha 2 (LU 2), pemerintah pada tahun 1987, meminta PT Sari Aditya Loka-1 (SAL-1) untuk membantu pelaksanaan program transmigrasi untuk memfasilitasi pembangunan kebun plasma (PIR-TRANS) untuk 6,600 KK seluas 13,221 Ha (realisasi). Pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No 353/ Kpts / KB.510 / 6 / 1987 yang menunjuk PT SAL-1 sebagai pelaksana program pengembangan PIR Trans Kelapa Sawit di Daerah Rantau Panjang Tabir, Kabupaten Sarolangun Bangko dan wilayah Muara Bungo, Kabupaten Bungo Tebo Provinsi Daerah Tingkat I Jambi.

Persiapan pembangunan kebun plasma dilakukan dalam kurun waktu 2 tahun dari 1987 hingga 1989. Pola yang diterapkan adalah Operasional dengan PT 100% artinya seluruh kegiatan operasional mulai dari pembukaan lahan, produksi hingga penerimaan TBS di PKS dikelola seluruhnya oleh PT SAL-1. Dari pola tersebut ditetapkan dengan komposisi perhitungan pembagian hasil panen yaitu 45% untuk biaya operasional, 45% untuk cicilan ke bank, dan 10% untuk fee petani sebagai pemilik lahan. Realisasi pembangunan kebun plasma oleh PT SAL-1 adalah seluas 13.221 Ha dan diikuti oleh 6.591 orang petani. Pola kemitraan ini selesai / lunas dalam kurun waktu tahun 1998-2004.

Namun demikian pada rentang tahun 2001-2003, sekitar 1060 Ha lahan yang diperoleh dari sisa Lahan Usaha II diperuntukkan sebagai kebun dengan pola KKPA (Kredit Koperasi Primer Anggota) sehingga HGU PT SAL-1 pada tahun tersebut seluas 5.171 Ha. PT SAL-1 hanya menggunakan cadangan lahan seluas 5.171 Ha untuk menjadi HGU. Sedangkan lahan seluas 1060 ha yang berasal dari sisa lahan usaha II dikembalikan kepada Pemerintah Kabupaten Merangin (Berdasarkan Surat Administratur PT SAL-1 kepada Gubernur KDH Tingkat I Jambi Nomor 244/ADM/SAL-1/IX/2000, agar dapat diberikan kepada masyarakat sekitar termasuk kepada warga Melayu dan Suku Anak Dalam dalam bentuk Kebun KKPA. Kesepakatan di Kantor Gubernur Jambi pada tahun 2000 telah memutuskan bahwa PT SAL-1 akan mengembalikan lahan seluas 1060 ha kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Merangin agar dapat dimanfaatkan untuk masyarakat melalui pola KKPA.  Proyek KKPA ini dikelola oleh Koperasi Unit Desa (KUD) Bangun Setia. Dari sinilah interaksi pertama kali antara PT SAL-1 dengan Suku Anak Dalam.

Bagi peserta yang berasal dari Suku Anak Dalam mereka harus memenuhi syarat bahwa calon penerima program KKPA wajib mendiami rumah yang disediakan pemerintah. Bupati Sarolangun saat itu mengeluarkan Surat Keputusan nomor 299 tahun 2002 mengenai penunjukkan petani KKPA bagi peserta yang berasal dari Kelompok Suku Anak Dalam . Pemerintah menetapkan 50 KK untuk 100 Ha lahan yang diperuntukkan bagi Suku Anak Dalam. Namun demikian tidak semuanya mau mengikuti program KKPA dan hanya 36 KK yang mengikuti sedangkan 14 KK yang lain tidak mau mengikuti program karena tidak bersedia untuk hidup menetap dengan menempati rumah. Namun demikian lahan KKPA yang telah diberikan kepada Suku Anak Dalam pada prosesnya digadaikan dan dikontrakkan  kepada masyarakat lain sehingga perusahaan sebagai operator tidak dapat melaksanakan kegiatan di kebun tersebut seperti panen dan rawat. PT SAL-1 telah berupaya membantu untuk mengembalikan lahan tersebut kepada Suku Anak Dalam dengan mengganti biaya gadai / biaya kontrak yang telah disepakati. Akan tetapi akhirnya semua peserta yang berasal dari komunitas Suku Anak Dalam menjual lahan di bawah tangan tanpa sepengetahuan dari perusahaan maupun pihak KUD yang menaungi program KKPA. Pada tahun 2005 terdapat penambahan luas HGU PT SAL-1 di Inti 2 sebesar 308,5 Ha sehingga total luas HGU yang diusahakan oleh PT SAL-1 saat ini adalah 5479,5 Ha.