PIAGAM KESEPAKATAN PENETAPAN DAN PENGELOLAAN HUTAN ADAT BUKIT SELEBU DESA BARU KIBUL KECAMATAN TABIR BARAT KABUPATEN MERANGIN

Hutan Adat Bukit Selebu yang menjadi warisan nenek moyang masyarakat Desa Baru Kibul telah dijaga selama bertahun-tahun untuk kepentingan perlindungan sumber daya hutan dan perlindungan sumber air. Menyadari keberadaan hutan semakin langka dan semakin habis oleh berbagai aktivitas penebangan liar dan pembukaan lahan pertanian maka hutan yang tersisa yang selama ini sudah dijaga dan dipelihara secara bersama oleh masyarakat Desa Baru Kibul penting untuk dipertahankan.

Maka dari itu, pada hari ini kamis Tanggal 26 Desember 2013 Dalam pertemuan di tingkat desa yang dihadiri oleh Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala Dusun, BPD, Tokoh Adat, Tokoh Agama, Tokoh Pemuda, Tokoh Perempuan, dan Tokoh Masyarakat, masing-masing telah bersepakat menetapkan kesepakatan bersama tentang penetapan, pemeliharaan, dan pengelolaan Hutan Adat Bukit Selebu Sebagai berikut sebagai wujud untuk mengukuhkan, menguatkan, dan melegalkan segala sesuatu yang dulu telah ditetapkan oleh para pendahulu desa sebagai berikut :

  1. Hutan Adat Bukit Selebu merupakan hutan adat yang dikuasai secara komunal oleh masyarakat Desa Baru Kibul Kecamatan Tabir Barat Kabupaten Merangin.
  2. Hutan Adat Bukit Selebu terletak dalam wilayah Desa Baru Kibul yang memiliki luas ± 147 Hektar dengan batas-batas kawasan sebagai berikut :
  • Sebelah Utara berbatasan dengan Perkebunan Masyarakat
  • Sebelah Selatan berbatasan dengan Perkebunan Masyarakat
  • Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Muara Kibul
  • Sebelah Timur berbatasan dengan Perkebunan Masyarakat
  1. Kepada pihak manapun baik warga Desa Baru Kibul, warga desa lainnya, atau pihak-pihak lain dilarang melakukanm aktivitas pembukaan lahan, mengambil hasil hutan kayu dan non kayu, berburu dan menangkap ikan, melakukan aktivitas pertambangan, mendirikan pemukiman, dan aktivitas yang dapat merusak keberadaan sumberdaya dalam kawasan serta menurunkan fungsi kawasan tanpa seizin kepala desa, ketua adat, dan/atau pengelola hutan adat.
  2. Pemanfaatan Hutan Adat Bukit Selebu ditujukan untuk kepentingan umum dan pribadi warga desa serta kepentingan lainnya yang dilakukan secara terbatas dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
  3. Hutan Adat Bukit Selebu boleh dimanfaatkan untuk kepentingan pemenuhan sumber daya alam bagi warga Desa Baru Kibul baik untuk kepentingan umum maupun pribadi, pengembangan kegiatan wisata, pengembangan kegiatan penelitian, pengembangan kegiatan pendidikan, pengembangan kegiatan sosial dan budaya, serta pemanfaatan kawasan untuk aktivitas budidaya yang bersifat tidak merusak sumber daya dan merubah fungsi utama kawasan.
  4. Setiap warga Desa Baru Kibul yang akan mengambil hasil hutan kayu dan non kayu maupun yang akan melakukan aktivitas budidaya dalam kawasan harus memperoleh izin dari pengelola kawasan yang diketahui oleh Kepala Desa dan Ketua Lembaga Adat Desa Baru Kibul yang pengaturannya dilakukan oleh pengelola kawasan.
  5. Pemanfaatan sumberdaya Hutan Adat Bukit Selebu untuk kepentingan umum masyarakat Desa Baru Kibul harus diputuskan melalui musyawarah desa yang dilaksanakan oleh pemerintah Desa Baru Kibul.
  6. Pemanfaatan hasil hutan yang bersifat mengurangi jumlah sumber daya alam yang berada dalam kawasan harus diiringi dengan aktivitas memperbaharui sumber daya alam yang dimaksud.
  7. Penyelenggaraan kegiatan penelitian dan pendidikan di dalam kawasan harus melalui proses penandatanganan kontrak kerja sama antara pihak/lembaga penyelenggara dengan Pemerintah Desa Baru Kibul dan/atau melalui proses perizinan khusus yang diterbitkan oleh Kepala Desa Baru Kibul.
  8. Pihak-pihak yang akan melakukan kegiatan kunjungan wisata dan kunjungan lainnya yang bersifat temporal dalam kawasan harus melapor dan meminta izin kepada pengelola kawasan Hutan Adat Bukit Selebu yang ditembuskan kepada Kepala Desa Baru Kibul.
  9. Pihak-pihak yang memanfaatkan kawasan Hutan Adat Bukit Selebu untuk kepentingan wisata dan aktivitas budidaya dalam kawasan dikenakan kontribusi yang ditetapkan oleh pengelola kawasan Hutan Adat Bukit Selebu.
  10. Bagi pihak-pihak yang melanggar ketentuan-ketentuan pokok sebagaimana diutarakan di atas serta pihak-pihak yang melakukan perusakan sumber daya alam dalam kawasan akan dikenakkan sanksi yang diputuskan oleh Lembaga Adat Desa Baru Kibul dengan kategori sanksi sebagai berikut :
  11. Bagi pihak yang mengambil hasil hutan kayu dan non kayu maupun yang membuka kawasan tanpa izin dari pengelola kawasan akan dikenakkan sanksi berupa denda 1 ekor kambing, beras 20 gantang, kelapa 20 butir, ditambah selemak semanis serta disita hasil hutan yang diambil (digunakan untuk kepentingan desa).
  12. Bagi pihak yang melakukan aktivitas dalam kawasan yang mengakibatkan kerusakan berat terhadap sumberdaya dalam kawasan Hutan Adat Bukit Selebu seperti kepunahan spesies endemik lebih dari 50 individu, mengakibatkan terjadinya longsor sebagian kawasan, dan/atau mengganggu suplai air dari dalam kawasan akan dikenakkan sanksi berupa denda 1 ekor kerbau, 100 gantang beras, 100 butir kelapa, ditambah selemak semanis.
  13. Bagi pihak yang melakukan kunjungan atau memasuki kawasan untuk kepentingan tertentu seperti penyelenggaraan pendidikan, penelitian, kegiatan sosial dan budaya, serta wisata tanpa izin dari pengelola kawasan Hutan Adat Bukit Selebu dan/atau kerjasama dengan pihak pemerintah Desa Baru Kibul akan dikenakkan denda berupa uang senilai 1 ekor kambing.
  14. Bagi pihak-pihak yang tidak menaati denda yang telah diputuskan oleh Lembaga Adat Desa Baru Kibul maka akan diproses secara hukum formal ke pengadilan yang diajukan oleh pengelola kawasan Hutan Adat Bukit Selebu bersama dengan pemerintah Desa Baru Kibul sebagai bentuk pelanggaran pidana.
  15. Seluruh bentuk denda yang diperoleh atas penetapan sanksi terhadap pihak-pihak yang melanggar ketentuan dan melakukan pengrusakan kawasan Hutan Adat Bukit Selebu akan dicatat sebagai sumber dana pengelolaan kawasan Hutan Adat Bukit Selebu dan akan digunakan untuk kepentingan pengelolaan kawasan Hutan Adat Bukit Selebu.
  16. Piagam kesepakatan ini sewaktu-waktu dapat dirubah melalui musyawarah desa dan hasil musyawarah dilegalkan secara bersama oleh ketua adat, pemerintah desa, dan pengelola kawasan.
  17. Hal-hal yang belum diatur dalam kesepakatan ini akan diatur lebih lanjut dalam keputusan pengelola Hutan Adat Bukit Selebu dan/atau peraturan desa.
  18. Ketentuan-ketentuan yang dituangkan dalam piagam kesepakatan ini mulai berlaku sejak tanggal penerbitan piagam kesepakatan ini.

Diterbitkan di  : Desa Baru Kibul, 27 Des 2013

PIAGAM KESEPAKATAN PENETAPAN DAN PENGELOLAAN HUTAN ADAT PENGHULU MERAJOLELO SERUMPUN PUSAKO KECAMATAN TABIR BARAT KABUPATEN MERANGIN

Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako yang menjadi warisan nenek moyang masyarakat Desa Tanjung Beringin telah dijaga selama bertahun-tahun untuk kepentingan perlindungan sumberdaya hutan dan perlindungan sumber air. Menyadari keberadaan hutan semakin langka dan semakin habis oleh berbagai aktivitas penebangan liar dan pembukaan lahan pertanian maka hutan yang tersisa yang selama ini sudah dijaga dan dipelihara secara bersama oleh masyarakat Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar Kecamatan Tabir Barat penting untuk dipertahankan.

Maka dari itu, pada hari ini Minggu Tanggal 22 Desember 2013 Dalam pertemuan di tingkat desa yang dihadiri oleh Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala Dusun, BPD, Tokoh Adat, Tokoh Agama, Tokoh Pemuda, Tokoh Perempuan, dan Tokoh Masyarakat, masing-masing telah bersepakat menetapkan kesepakatan bersama tentang penetapan, pemeliharaan, dan pengelolaan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako Sebagai wujud untuk mengukuhkan, menguatkan, dan melegalkan segala sesuatu yang dulu telah ditetapkan oleh para pendahulu desa sebagai berikut :

  1. Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako merupakan hutan adat yang dikuasai secara komunal oleh masyarakat Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar Kecamatan Tabir Barat Kabupaten Merangin.
  2. Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako terletak dalam wilayah Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar yang memiliki luas 33 Hektar dengan batas-batas kawasan sebagai berikut :
  • Sebelah Utara berbatasan dengan Perkebunan Masyarakat
  • Sebelah Selatan berbatasan dengan Perkebunan Masyarakat
  • Sebelah Barat berbatasan dengan Perkebunan Masyarakat
  • Sebelah Timur berbatasan dengan Perkebunan Masyarakat
  1. Kepada pihak manapun baik warga Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar, warga desa lainnya, atau pihak-pihak lain dilarang melakukanm aktivitas pembukaan lahan, mengambil hasil hutan kayu dan non kayu, berburu dan menangkap satwa, melakukan aktivitas pertambangan, mendirikan pemukiman, dan aktivitas yang dapat merusak keberadaan sumberdaya dalam kawasan serta menurunkan fungsi kawasan tanpa seizin kepala desa, ketua adat, dan/atau pengelola hutan adat.
  2. Pemanfaatan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako ditujukan untuk kepentingan umum dan pribadi warga desa serta kepentingan lainnya yang dilakukan secara terbatas dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
  3. Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako boleh dimanfaatkan untuk kepentingan pemenuhan sumberdaya alam bagi warga Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar baik untuk kepentingan umum maupun pribadi, pengembangan kegiatan wisata, pengembangan kegiatan penelitian, pengembangan kegiatan pendidikan, pengembangan kegiatan sosial dan budaya, serta pemanfaatan kawasan untuk aktivitas budidaya yang bersifat tidak merusak sumberdaya dan merubah fungsi utama kawasan.
  4. Setiap warga Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar yang akan mengambil hasil hutan kayu dan non kayu maupun yang akan melakukan aktivitas budidaya dalam kawasan harus memperoleh izin dari pengelola kawasan yang diketahui oleh Kepala Desa dan Ketua Lembaga Adat Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar yang pengaturannya dilakukan oleh pengelola kawasan.
  5. Pemanfaatan sumberdaya Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako untuk kepentingan umum masyarakat Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar harus diputuskan melalui musyawarah desa yang dilaksanakan oleh pemerintah Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar.
  6. Pemanfaatan hasil hutan yang bersifat mengurangi jumlah sumberdaya alam yang berada dalam kawasan harus diiringi dengan aktivitas memperbaharui sumberdaya alam yang dimaksud.
  7. Penyelenggaraan kegiatan penelitian dan pendidikan di dalam kawasan harus melalui proses penandatanganan kontrak kerjasama antara pihak/lembaga penyelenggara dengan Pemerintah Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar dan/atau melalui proses perizinan khusus yang diterbitkan oleh Kepala Desa Tanjung Baeringin / Pulau Terbakar.
  8. Pihak-pihak yang akan melakukan kegiatan kunjungan wisata dan kunjungan lainnya yang bersifat temporal dalam kawasan harus melapor dan meminta izin kepada pengelola kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako yang ditembuskan kepada Kepala Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar.
  9. Pihak-pihak yang memanfaatkan kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako untuk kepentingan wisata dan aktivitas budidaya dalam kawasan dikenakan kontribusi yang ditetapkan oleh pengelola kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako.
  10. Bagi pihak-pihak yang melanggar ketentuan-ketentuan pokok sebagaimana diutarakan di atas serta pihak-pihak yang melakukan pengrusakan sumberdaya alam dalam kawasan akan dikenakkan sanksi yang diputuskan oleh Lembaga Adat Desa Tanjung Beringin / Pulau Terbakar dengan kategori sanksi sebagai berikut :
  11. Bagi pihak yang mengambil hasil hutan kayu dan non kayu maupun yang membuka kawasan tanpa izin dari pengelola kawasan akan dikenakkan sanksi berupa denda 1 ekor kambing, beras 20 gantang, kelapa 20 butir, ditambah selemak semanis.
  12. Bagi pihak yang melakukan aktivitas dalam kawasan yang mengakibatkan kerusakan berat terhadap sumberdaya dalam kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako seperti kepunahan spesies endemik lebih dari 50 individu, mengakibatkan terjadinya longsor sebagian kawasan, dan/atau mengganggu suplai air dari dalam kawasan akan dikenakkan sanksi berupa denda 1 ekor kerbau, 100 gantang beras, 100 butir kelapa, ditambah selemak semanis.
  13. Bagi pihak yang melakukan kunjungan atau memasuki kawasan untuk kepentingan tertentu seperti penyelenggaraan pendidikan, penelitian, kegiatan sosial dan budaya, serta wisata tanpa izin dari pengelola kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako dan/atau kerjasama dengan pihak pemerintah Desa Tanjung Beringin akan dikenakkan denda berupa uang senilai 1 ekor kambing.
  14. Bagi pihak-pihak yang tidak menaati denda yang telah diputuskan oleh Lembaga Adat Desa Tanjung Beringin maka akan diproses secara hukum formal ke pengadilan yang diajukan oleh pengelola kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako bersama dengan pemerintah Desa Tanjung Beringin sebagai bentuk pelanggaran pidana.
  15. Seluruh bentuk denda yang diperoleh atas penetapan sanksi terhadap pihak-pihak yang melanggar ketentuan dan melakukan pengrusakan kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako akan dicatat sebagai sumber dana pengelolaan kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako dan akan digunakan untuk kepentingan pengelolaan kawasan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako.
  16. Piagam kesepakatan ini sewaktu-waktu dapat dirubah melalui musyawarah desa dan hasil musyawarah dilegalkan secara bersama oleh ketua adat, pemerintah desa, dan pengelola kawasan.
  17. Hal-hal yang belum diatur dalam kesepakatan ini akan diatur lebih lanjut dalam keputusan pengelola Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako dan/atau peraturan desa.
  18. Ketentuan-ketentuan yang dituangkan dalam piagam kesepakatan ini mulai berlaku sejak tanggal penerbitan piagam kesepakatan ini.

 

Diterbitkan di   : Desa Tanjung Beringin

Kegiatan ini difasilitasi oleh Flora dan Fauna International (FFI), Desember 2013

Secara akses, wilayah Desa Baru Kibul dan Desa Tanjung Beringin cukup mudah dijangkau dengan menggunakan sarana transportasi darat. Untuk berhubungan ke ke luar desa umumnya warga menggunakan kendaraan sepeda motor dan sebagian warga juga menggunakan sarana angkutan desa karena kedua wilayah tersebut juga dilalui oleh trayek angkutan perdesaan yang memiliki route ke ibukota kabupaten yaitu Kota Bangko.

Jenis-jenis sumberdaya alam utama yang biasa dimanfaatkan oleh warga Desa Baru Kibul dan di Desa Tanjung Beringin adalah sumberdaya hutan baik kayu maupun non kayu. Kayu biasa diakses masyarakat dari hutan untuk keperluan membangun dan merehabilitasi rumah tempat tinggal. Untuk membangun satu rumah yang berukuran 5×7 m2 dibutuhkan kayu sebanyak 10 m3 dan rotan sebanyak 3 m3. Untuk memperoleh kayu sebanyak 10 m3 dibutuhkan pohon sebanyak 3 batang. Di Desa Baru Kibul, rata-rata warga membangun 4 rumah setiap tahunnya. Ini berarti konsumsi kayu rata-rata di Desa Baru Kibul berkisar 12 batang setiap tahunnya. Meskipun jumlah tersebut tidak tergolong besar namun jika proses ini berlangsung secara terus-menerus maka pohon-pohon kayu yang masih tersisa di hutan adat dipastikan akan habis mengingat proses regenerasi/suksesi pohon yang berjalan lambat tidak sebanding dengan laju eksploitasi yang dilakukan oleh warga

Hutan adat yang ada di Desa Baru Kibul terdiri dari satu lokasi yang diberi nama Hutan Adat Bukit Selebu dan hutan adat yang terdapat di Desa Tanjung Beringin tediri dari dua lokasi yaitu di kawasan Bukit Lumut dan Bukit Murau yang diberi nama Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako. Hutan Adat Bukit Selebu dulunya merupakan hutan adat yang dikelola oleh masyarakat Desa Muara Kibul sebelum terjadinya pemekaran desa. Setelah Desa Muara Kibul dimekarkan dan berdirilah Desa Baru Kibul secara otomatis Hutan Adat Bukit Selebu masuk ke dalam wilayah Desa Baru Kibul. Meskipun demikian warga Desa Baru Kibul menyatakan bahwa warga Desa Muara Kibul tetap boleh mengakses sumberdaya yang ada dalam kawasan Hutan Adat Bukit Selebu karena hutan adat tersebut pada dasarnya dimiliki secara bersama-sama hanya saja secara pembagian wilayah hutan adat tersebut berada dalam wilayah Desa Baru Kibul. Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako memiliki histori yang sama dengan Hutan Adat Bukit Selebu. Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako dulunya merupakan hutan adat yang dikelola oleh masyarakat Desa Pulau Tebakar. Setelah terjadi pemekaran desa dimana Tanjung Beringin yang dulunya merupakan dusun secara resmi menjadi desa dan secara wilayah, Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako berada dalam wilayah Desa Tanjung Beringin. Berbeda halnya dengan Hutan Adat Bukit yang pengelolaannya diklaim oleh warga Desa Baru Kibul dan hanya membuka akses bagi warga Desa Muara Kibul, Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako dinyatakan menjadi wilayah kelola bersama antara warga Desa Tanjung Beringin dan Desa Pulau Tebakar. Oleh karenanya warga dari kedua desa tersebut memiliki akses yang sama terhadap sumberdaya yang ada dalam kawasan hutan adat yang dikelola secara-bersama.

Hutan adat yang dikelola oleh masyarakat Desa Baru Kibul dan Desa Tanjung Beringin pada dasarnya memiliki latar belakang yang sama. Gagasan menetapkan sebagian kawasan hutan yang ada dalam klaim wilayah desa bertujuan sebagai areal perlindungan hutan untuk menyuplai kebutuhan kayu yang biasa digunakan warga untuk membangun dan merehabilitasi rumah tempat tinggal. Di samping itu, Hutan Adat Bukit Selebu juga dilindungi sebagai sumber air bagi sungai-sungai yang mengairi sawah warga. Ini menujukan bahwa upaya perlindungan kawasan hutan yang dilakukan oleh masyarakat setempat lebih berorientasi terhadap aspek pencadangan sumberdaya yang pada prakteknya bersifat eksploitatif. Kondisi semakin meningkatnya jumlah penduduk dan tingginya tekanan ekpsloitasi hasil hutan terutama kayu baik yang berasal dari luar desa maupun dalam desa menimbulkan kekhawatiran warga atas kelangsungan hutan adat yang mereka kelola. Oleh karenanya gagasan untuk memperkuat status kawasan yang mampu memberikan kekuatan dan kepastian hukum dalam pengelolaan kawasan mulai muncul dan dirasakan penting oleh masyarakat sebagai alat untuk menegaskan hak-hak masyarakat atas pengelolaan kawasan hutan. Kepala Desa Baru Kibul telah mengambil inisiatif dengan menerbitkan Peraturan Desa mengenai Penetapan Hutan Adat Bukit Selebu Desa Baru Kibul.

Tujuan

Hutan Adat Bukit Selebu Desa Muara Kibul dan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako dikelola untuk tujuan-tujuan sebagai berikut :

  1. Kawasan perlindungan sumberdaya hutan berupa kayu dan non kayu untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan bahan bangunan bagi warga desa dan untuk kepentingan lainnya yang bersifat tidak untuk kepentingan komersialisasi dan mencari keuntungan secara pribadi.
  2. Kawasan perlindungan hutan untuk kepentingan pengembangan kegiatan pendidikan, penelitian, dan wisata serta kegiatan-kegiatan yang mendukung pengembangan sumber-sumber penghasilan alternatif bagi warga desa.
  3. Kawasan perlindungan hutan untuk pencadangan karbon dalam rangka mengurangi laju peningkatan emisi yang berdampak terhadap pemanasan global.

 

Fungsi

Pengelolaan Hutan Adat Bukit Selebu Desa Baru Kibul dan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut :

  1. Hutan Adat Bukit Selebu Desa Baru Kibul dan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako memiliki fungsi konservasi yaitu sebagai kawasan perlindungan dan pelestarian sumberdaya hutan baik kayu maupun non kayu.
  2. Hutan Adat Bukit Selebu Desa Baru Kibul dan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako memiliki fungsi sosial yaitu sebagai kawasan pengembangan kegiatan pendidikan, penelitian, wisata, dan pelestarian budaya lokal.
  3. Hutan Adat Bukit Selebu Desa Baru Kibul dan Hutan Adat Penghulu Merajolelo Serumpun Pusako memiliki fungsi ekonomi yaitu kawasan pengembangan budidaya sumberdaya hutan yang dapat memberikan penmghasilan alternatif bagi masyarakat desa.