Tulisan ini disalin ulang oleh LSM PRAKARSA MADANI dari Laporan Peninjauan II Saudara Ali Ibrahim, Mahasiswa Jurusan Ilmu Pendidikan dan Pekerjaan Kemasyarakatan FKIP Univ. Padjadjaran, Bandung, Tahun 1962.

I.      Dasar Undang-undang Adat

Undang-undang adat berdasarkan kepada “wajah nan tigo dan perbetulan nan duo”.

  • Wajah nan tigo yaitu:
  1. Buek
  2. Pakai
  3. Peseko
  • Perbetulan nan duo yaitu:
  1. Perbetulan syara’
  2. Perbetulan adat.
  • Wajah nan Tigo
  1. Buek, ialah semua keputusan-keputusan yang telah disahkan bersama, berdasarkan kata sepakat.
  2. Pakai, ialah kewajiban untuk mematuhi dan menjalankan sesuatu yang telah menjadi keputusan bersama.
  3. Peseko (pusako), ialah apa-apa yang telah menjadi ketetapan bersama, wajib dipatuhi dan dijalankan sampai turun-temurun. Jadi harus dipusakakan kepada anak cucu. Kata-kata adat mengatakan “nan tidak lekang karena panas, nan tidak lapuk karena hujan”.
  • Perbetulan nan Duo
  1. Perbetulan syara’, ialah ajaran-ajaran agama islam. Jadi undang-undang adat yang dibuat berdasarkan ajaran-ajaran agama islam, menurut kata adat “adat besendi syara’, syara’ besendi kitab Allah”.
  2. Perbetulan adat, ialah wajah nan tigo. Wajah nan tigo itu wajib dipakai selama-lamanya hendaklah dijadikan contoh dan diikuti oleh generasi-generasi yang akan datang, menurut kata adat demikian “bersesap berjerami, bertunggul berpemarasan, jalan dirambah yang akan diturut, baju berjahit yang akan disarungkan”.

Segala undang-undang adat yang mengatur berbagai segi kehidupan dijiwai oleh “wajah nan tigo, perbetulan nan duo” tersebut di atas.

II.    Sumpah Karang Setio

Undang-undang adat/perjanjian yang tidak tertulis ini disertai oleh semacam sangsi yang dirumuskan “Sumpah Karang Setio”. Sumpah ini berbunyi sebagai berikut:

Eso duo tigo empek

Empek limo enam tujuh

Barang siapo mengubah buek

Anak balimo mati sepuluh

Keateh tidak berpucuk bulek

Kebawah tidak beurek tunggang

Tengah-tengahnyo digirik kumbang

Bak disapu laman nan panjang

Bak disepai rumah nan gadang

 Maksudnya :

Barangsiapa yang memungkiri perjanjian-perjanjian yang telah dibuat bersama-sama (Undang-undang adat) baik oleh dia sendiri maupun oleh anak cucunya dibelakang hari, maka ia akan dimakan oleh “Sumpah Karang Setio – Buek Purbokalo”. Bila ia telah dimakan oleh sumpah tersebut, maka akan pupuslah semua anak cucunya. Diumpamakan sebagai telah disapu bersih halaman nan panjang.

POLA-POLA KEPEMIMPINAN KAMPUNG DI TELENTAM

Kepemimpinan Masa Lalu

  • Kepemimpinan masa lalu secara umum dikategorikan pada kepemimpinan formal dan kepemimpinan non-formal.
  • Kepemimpinan formal masa lalu (sebelum UU No 5 tahun 79) disebut kemargaan. Marga dipimpin oleh seorang kepala yang disebut dengan pasirah. Desa Telentam tergabung ke dalam Marga Ulu Tabir, dimana pusat pemerintahan berlokasi di desa Ngaol.
  • Setelah UU No Tahun 79, Telentam menjadi desa defenitif.
  • Tahun 1988, desa Telentam dikepalai oleh 5 Kepala Desa.
  • Tahun 1994 digabung lagi menjadi 1 desa sampai sekarang.
  • Kekuasaan eksekutif belum terpisah dengan legislatif.
  • Masa kepemimpinan kepala desa sekarang sudah berakhir, tetapi pemilihan kepala desa baru belum dilakukan.
  • Sudah disadari bahwa eksekutif (perangkat pemerintahan desa) harus terpisah dengan legislatif (BPD)
  • Kepemimpinan non-formal (kepemimpinan adat) masa lalu dan sampai sekarang, juga berlaku petitih anak berajo ke mamak, mamak berajo ke ninik mamak, ninik mamak berajo ke mufakat. Di desa Telentam kepemimpinan non-formal dipimpin oleh kerapatan adat yang diketuai oleh Datuk Rajo Gemoyang, suku Caniago. Dibawah Datuk Rajo Gemoyang ada Datuk Rajo Malenggang yang juga suku Caniago.
  • Jika ada anak kemenakan dari datuk nan tigo alur ingin ma urak goluang, mengombang lipek, maka harus izin dari Datuk Rajo Gemoyang.
  • Rajo Malenggang adalah pemegang kunci peti nan malindang, duduk nan tak tapampeh, tegag nan tidak tasundak.
  • Ada tiga ninik mamak lain yang mengepalai suku di Telentam disamping Datuk Rajo Gemoyang dan Datuk Rajo Malenggang suku Caniago, yakni :
  1. Datuk Bagindo Rajo suku Melayu, daerahnya hilir nan bacepak uang, mudik lubuk pandam kerbau, kaiyiek sapa ambue ambuang, kaateh salancang katayo.
  2. Datuk Panghulu Simarajo suku Sikumbang, daerahnya ka ayie nan batukua lantak, ka ateh nan batanam batu.
  3. Datuk Panghulu Kayo suku Jambak, Mangokeh induak mancatuak anak, kayo karena anak kemenakannya. Daerahnya diberi oleh rajo Gemoyang dan Rajo Malenggang.
  • Sampai saat ini belum ada hambatan yang berarti dalam penyelenggaraan pemerintah non-formal (adat), karena memang masyarakat desa Telentam masih memegang teguh kebiasaan-kebiasaan atau adat istiadat mereka yang turun dari Sumatera Barat.

Pemimpin

  • Pemimpin adalah orang bisa dijadikan panutan baik tutur kata maupun perbuatan. Pemimpin adalah sosok yang harus ditonjolkan, jika berjalan didahulukan selangkah, jika duduk ditingikan seranting. Artinya pemimpin adalah orang yang diutamakan dalam segala hal.
  • Pemimpin adalah juga orang yang pembicaraannya ataupun anjurannya diikuti oleh masyarakat luas. Nilai kepemimpinan seseorang dapat dilihat berapa banyak orang yang menjadi pengikut dari pemimpin tersebut.

Kriteria Pemimpin

  • Bagi masyarakat desa Telentam, tidak banyak kriteria pemimpin yang disyaratkan.
  • Yang paling penting yang menjadi kepala desa akan datang adalah orang yang jujur.
  • Hendaknya pemimpin jangan menjadi tongkat yang membawa rebah, junjung yang membawa condong, metutuh kepayang , merubah tepian. Karena jika tidak jujur maka akan timbul ketidak percayaan sesama warga desa.
  • Jika warga sudah tidak percaya maka program pembangunan akan macet.
  • Pemimpin juga harus bersikap konsisten. Tibo di duri jangan besijongkek, tibo di lantai jangan besijontak.

Mekanisme Pemilihan Pemimpin Desa

  • Pemimpin adat. Pemimpin non-formal (pimpinan adat) merupakan waris yang dijawab, artinya turun temurun.
  • Orang-orang yang menjabat sebagai penghulu sekarang (Datuk Rajo Gemoyang, Datuk Rajo Malenggang, Datuk Penghulu Simarajo, Datuk Penghulu Kayo, dan Datuk Bagindo Rajo) ditetapkan sekali dalam tiga tahun dalam doa padang di Rumah Gedang dengan memotong seekor kerbau. Lama waktu menjabat jabatan tersebut adalah selama tiga tahun dan dapat diperpanjang sesuai keputusan musyawarah.
  • Pemilihan dari orang yang menjabat sebagai penghulu ini, dilakukan di suku masing-masing, dan dinobatkan dalam acara doa turun padang.
  • Kepala Desa. Menurut sebahagian besar anggota BPD, pemilihan Kepala Desa yang akan datang akan dilakukan oleh lembaga Badan Perwakilan Desa, karena harus mengacu kepada UU 22/2000.
  • Kepala Desa sekarang, dipilih dalam pemilihan kepala desa yang dilaksanakan sekitar 8 tahun yang lalu di dusun Rumah Gedang. Artinya masa jabatan kepala desa sekarang sudah habis, tepatnya bulan maret 2003 dan karena belum ada pemilihan, maka jabatannya masih diperpanjang sampai bulan September 2003.
  • Ketua BPD. Ketua BPD otomatis adalah orang yang mendapat suara tebanyak sewaktu dilakukan pemilihan anggota BPD pada waktu lalu.

Bapak Sanusi, memperoleh suara terbanyak. Anggota lainnya adalah Bpk Abusri, Makson, Zulkifli, Mansyur, Hadis dan Nurdin Malai, sementara cadangan adalah Bpk Abbas, Zainal Arifin, Dahlan Ayat, Kaher, M Kamel dan Bunjani, MT.

Tulisan ini disalin ulang oleh LSM PRAKARSA MADANI dari Laporan Peninjauan II Saudara Ali Ibrahim, Mahasiswa Jurusan Ilmu Pendidikan dan Pekerjaan Kemasyarakatan FKIP Univ. Padjadjaran, Bandung, Tahun 1962.

Sejarah Marga Pangkalan Jambu

  1. Sumber Sejarah

Sejarah yang tertulis tidak ada. Piagam Negeri ini adalah piagam pandai berkata. Maksudnya segala sesuatu yang berhubungan dengan marga ini, seperti: batas-batas marga, hak-hak atas tanah, asal usul penduduk, susunan pemerintahan secara adat, undang-undang adat dan sebagainya semuanya hafal dimulut oleh kepala-kepala adat dan diwariskan kepada generasi baru secara lisan.

Sejarah marga ini disusun berdasarkan keterangan-keterangan yang diperoleh dari Pasirah/Kepala Marga, Datuk-Datuk, Rio, Orang-Orang Tua, Cerdik Pandai yang ada dalam desa ini Mereka itu memperoleh keterangan pula dari Ninik Mamak mereka masing-masing. Hal ini sesuai dengan kata-kata adat: Waris nan dijawat, khalifah nan dijunjung, tutur nan disambut, nan terpahat ditiang panjang nan terlukis dibendul jati, nan tidak lekang karena panas, tidak lapuk karena hujan.

  1. Renah Sungai Kunyit

Zaman dahulu, sewaktu marga pangkalan jambu masih ditutupi oleh hutan lebat, namanya ialah Renah Sungai Kunyit. Renah Sungai Kunyit ini pada waktu itu adalah bahagian dari daerah Depati Muara Langkap yang berkedudukan di Tamiai (Kerinci). Di daerah Renah Sungai Kunyit ini banyak terdapat biji emas. Hal ini diketahui oleh orang Minangkabau setelah Cindur Mato melalui daerah ini sewaktu ia kembali dari Palembang.

  1. Orang yang Mula-Mula Membuka Marga Pangkalan Jambu

Setelah mendengar cerita Cindur Mato bahwa di daerah Sungai Kunyit ini banyak terdapat biji emas, maka diutuslah oleh Bundo Kandung dan Basa Ampek Balai, dua orang yang bergelar “Datuk Putih dan Datuk Mangkuto Marajo” untuk mencari Renah Sungai Kunyit. Sebelum sampai ke Renah Sungai Kunyit kedua orang itu pergi menemui Tiang Bungkuk di Ujung Tanjung Muara Sekiau Tamiai. Tiang Bungkuk ini adalah menantu Depati Muara langkap. Setelah mendapat izin dari Tiang Bungkuk, dengan bantuan seorang Puteri Tiang Bungkuk yang bernama Ntai Meh Pasak yang waktu itu tinggal di Sungai Aur, maka sampailah Datuk Putih dan Datuk Mangkuto Marajo di Renah Sungai Kunyit. Kedua orang inilah yang mencencang meratih Marga Pangjalan Jambu zaman dulu. Mula-mula tujuan mereka adalah mencari emas. Tetapi kemudian setelah mereka membawa anak kemenakan mereka ke Renah Sungai Kunyit ini, maka disamping menambang emas mereka membikin sawah pula: karena di tempat ini terdapat tanah-tanah dataran yang baik untuk dijadikan sawah.

Datuk Putih dan Datuk Mangkuto Marajo ingin tinggal menetap di Renah Sungai Kunyit ini bersama anak cucunya yang dibawanya dari Minangkabau. Tetapi tempat ini lambat sekali ramainya. Karena itu timbul pikiran Datuk Putih dan Datuk Mangkuto Marajo untuk meramaikan Renah Sungai Kunyit ini. Maka ditetapkanlah akan mendirikan gelanggang untuk meramaikan negeri.

  1. Mendirikan Gelanggang

Pada waktu itu rakyat Datuk Putih dan Datuk Mangkuto Marajo adalah anak dan kemenakan mereka sendiri. Tempat tinggal mereka berpusat di Pondok Barung-Barung. Dengan bantuan anak dan kemenakannya itu disiapkannyalah segala perlengkapan yang diperlukan. Untuk meramaikan gelanggang ini, dikabarkanlah ke Minangkabau dan diundang negeri-negeri yang terdekat dari tempat ini seperti negeri Depati IV Tiga Helai Kain yaitu tujuh orang Depati yang masing-masingnya bergelar: Depati Muara Langkap di Tamiai, Depati Rencong Telang di Pulau Sangka, Depati Atur Bumi di Hiang, Depati Biang Seri di Pangasi, Depati Cojo Nyato di Muara Panco, Depati Setio Rajo di Lubuk Gaung dan Depati Cojo Dati di Nalo Tantan. Selain dari itu, juga diundang negeri Luhak XVI Muara Siau/Pamuncak Koto Tapus Serampas, Siangit Sungai Tabir, Limun Batang Asai dan daerah uluan Palembang.

Dengan demikian ramailah orang datang ke tanah Sungai Kunyit, pergi menyabung dan berjudi. Gelanggang semakin lama semakin ramai juga. Orang yang kalah menyabung dan berjudi pergi menambang emas untuk pokok berjudi kembali. Setengahnya ada pula yang membuka tanah persawahan dan tidak mau berjudi lagi. Gelanggang berlangsung beberapa tahun. Pendatang baru telah banyak yang tinggal menetap.

Pada suatu hari turunlah beberapa orang keluarga Depati Muara Langkap dari Tamiai Kerinci meminta hasil paguan kepada Datuk Putih dan Datuk Mangkuto Marajo karena Renah Sungai Kunyit yang merupakan bagian dari daerahnya itu, telah ramai didatangi orang dan telah banyak pendatang baru yang tinggal menetap. Karena suatu hal maka terjadilah perselisihan antara Datuk Putih dan Datuk Mangkuto Marajo dengan keluarga Depati Muara Langkap tadi, sehingga mengakibatkan terjadinya pembunuhan.

Setelah terjadi perselisihan itu, Renah Sungai Kunyit yang baru saja mulai ramai menjadi muram kembali karena padi ditanam buahnya hampa, emas dicari sukar didapat. Berhubung karena keadaan ini maka timbullah pikiran pada Datuk Putih dan Datuk Mangkuot Marajo untuk pergi bermaaf-maafan dengan keluarga Depati Muara Langkap di Tamiai. Beberapa hari kemudian, pergilah Datuk Putih dan Datuk Mangkuto Marajo beserta beberapa orang pengiringnya ke Tamiai. Kedatangannya itu selain dari untuk bermaafan, juga akan mnegajak kaum keluarga Depati Muara Langkap tinggal bersama-sama dengan mereka di Renah Sungai Kunyit supaya dapat bersama-sama memerintah dan hidup rukun dan damai.

Pada mulanya kedatangan Datuk Putih dan Datuk Mangkuto Marajo, tidak dilayani oleh Depati Muara Langkap karena kekhawatiran kedatangan Datuk Putih dan Datuk Mangkuto Marajo ini akan memerangi keluarganya. Tetapi berkat kebijaksanaan Datuk Putih dan Datuk Mangkuto Marajo, mereka dapat menimbulkan kepercayaan Depati Muara Langkap, sehingga akhirnya kedatangan mereka diterima dengan baik dan saling memaafkan kesalahan yang telah lalu. Sehabisnya silang persengketaan, diutuslah oleh Depati Muara Langkap beberapa orang keluarganya untuk bersama-sama memerintah dengan Datuk Putih dan Datuk Mangkuto Marajo di Renah Sungai Kunyit dan semenjak itu kehidupan penduduk mulai baik kembali.

Gelanggang sudah hampir habis karena orang telah banyak kembali me negerinya masing-masing. Tetapi sebagian dari pengunjung gelanggang ini ada yang tinggal menetap. Mereka telah membikin rumah dan sawah. Pada waktu itu belum ada keseragaman undang-undang yang mengatur hubungan anggota-anggota masyarakat yang berasal dari berbagai daerah itu. Masing-masing bertindak menurut adat istiadat mereka sendiri-sendiri.

Untuk mengatur masyarakat Renah Sungai Kunyit yang telah bertambah ramai tadi, bersidanglah Datuk Putih dan Datuk Mangkuto Marajo serta utusan Depati Muara Langkap yang telah menetap di tempat ini. Sidang tersebut menelurkan suatu konsepsi mengenai susunan pemerintahan dan undang-undang adat yang meliputi berbagai segi kehidupan. Konsepsi tersebut merupakan U.U.D dari negeri Renah Sungai Kunyit. Untuk meresmikan konsepsi ini, diputuskan pulalah akan mengadakan suatu perhelatan besar.

  1. Meresmikan Susunan Pemerintahan dan Undang-Undang Adat

Setelah selesai semua persiapan yang diperlukan untuk mengadakan kenduri besar itu, diundanglah negeri-negeri: Depati IV Tiga Helai Kain, Luhak XVI/Pamuncak Koto Tapus Serampas Muko-muko, Siangit Sungai Tabir dan Limun Batang Asai.

Pada akhir bulan Sya’ban sebelum masuk puasa diadakanlah perhelatan disuatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Pondok Pekan Puaso. Dalam jamuan besar itu dipotong kerbau 48 ekor (menurut kata pusaka kurang dua limapuluh). Kemeriahan itu diramaikan pula dengan sabung-judi, bermacam-macam bunyi-bunyian dan taria-tarian rakyat.

Setelah hadir semua Depati/Datuk/Penghulu-Penghulu dari negeri-negeri yang diundang, diterangkanlah oleh Datuk Putih tujuan dan maksud dari perhelatan itu. Kemudian diumumkanlah oleh Datuk Mangkuto Marajo kepada pembesar-pembesar dan seluruh rakyat isi dari konsepsi mengenai susunan pemerintahan dan undang-undang adat yang akan dijadikan pedoman dalam menjalankan pemerintahan sampai turun temurun.

  1. Undang-Undang Adat

Undang-undang Adat Marga Pangkalan Jambu adalah kombinasi antara “Undang-undang yang turun dari Minangkabau dan Teliti-teliti yang turun (mudik) dari Jambi”.

Materi pertemuan     : Musyawarah Tokoh Masyarakat dan Adat Rembuk bersama antara beberapa pihak yaitu Desa Baru Pangkalan Jambu dengan Desa Sungai Pinang dan Desa Bukit Perentak dalam hal menyepakati batas-batas wilayah administratif Desa Baru Pangkalan Jambu.

Hari/Tanggal             : Jum’at, 9 Mei 2003

Tempat                       : Mesjid Nurul Jadid Desa Baru Pangkalan Jambu

Fasilitator                   : Abdul Hadison

Co Fasilitator             : Ibnu Adrian (Dudung)

Pencatat Proses         : Dermanto

 

Peserta                        :

 

No
Nama Utusan
1 H.M. Lijaruddin Mewakili Camat Sungai Manau
2 Tajudin Kepala Desa Baru Pangkalan Jambu
3 Jahari Tokoh Adat Desa Baru Pangkalan Jambu
4 H. Ali Basar Tokoh Agama Desa Baru Pangkalan Jambu
5 Zubir Tokoh Pemdes Baru Pangkalan Jambu
6 Ali Bahar Tokoh Agama Desa Baru Pangkalan Jambu
7 Bahrul Kauidin Ketua LPM Desa Baru Pangkalan Jambu
8 Kartini Tokoh Perempuan Desa Baru Pangkalan Jambu
9 Maimunah Tokoh Perempuan Desa Baru Pangkalan Jambu
10 Darkismi Tokoh Perempuan Desa Baru Pangkalan Jambu
11 Rakinah Tokoh Perempuan Desa Baru Pangkalan Jambu
12 Karni Tokoh Perempuan Desa Baru Pangkalan Jambu
13 M. Yusuf Kepala Desa Sungai Pinang
14 Ahmad Tokoh Adat Desa Sungai Pinang
15 Syanusi Tokoh Pemuda Desa Sungai Pinang
16 Hotobri Ketua Karng Taruna Desa Sungai Pinang
17 Sapri Pemuda Desa Baru Pangkalan Jambu
18 Fakhruddin Desa Bukit Perentak
19 Irwanto Desa Bukit Perentak
20 Yusri Anggota Masyarakat Desa Bukit Perentak
21 Pauzi Anggota Masyarakat Desa Sungai Pinang
22 Fahrizal Sekretaris Desa Bukit Perentak
23 Bustarudin Pemuda Desa Baru Pangkalan Jambu
24 Zulkarnain Tokoh Adat Desa Bukit Perentak/Baru Pangkalan Jambu

Rakaman Proses       :

Acara dibuka oleh utusan dari Kantor Camat Sungai Manau yang mengutus Bapak H.M. Lijarudin yang sekaligus merupakan Tokoh Adat Desa Baru Pangkalan Jambu.

H.M. Lizarudin           : (acara diawali dengan ucapan salam) Assalamualaikum warahmatullah wabarakaatuh”. Yang terhormat Bapak Kepala Desa Baru Pangkalan Jambu, yang terhormat Bapak Kepala Desa Bukit Perentak, yang terhormat Bapak Kepala Desa Sungai Pinang dan rombongan sekalian serta Bapak-Bapak dari Yayasan Prakarsa Madani, kemudian Bapak/Ibu dan hadirin yang berada di sini. Pertama-tama kita panjatkan puji dan syukur kepada Allah S.A.W yang mana pada siang hari ini kita dapat berkumpul di Mesjid Nurul Jadid dan juga kita bersyukur kepada Nabi Muhammad S.A.W yang mana telah memperjuangkan dan membawa umatnya dari kejahilan menjadi beragama. Sebelum melajutkan acara ini, saya menyampaikan permohonan maaf dari Bapak Camat yang mana beliau tidak dapat hadir pada acara ini karena jadwal karena ada jadwal kunjungan ke Desa Muara Buat. Jadi untuk itu saya di tunjuk untuk mewakili beliau.

Bapak/Ibu yang kami muliakan yang mana pada sore hari ini kita bersama berkumpul dalam acara musyawarah antar desa dalam upaya membagun kesepakatan batas wilayah administratif Desa Baru Pangkalan Jambu. Jadi harapan dari kami dalam menentukan batas, kita harus berpedoman pada tata batas dari nenek moyang kita, yang kita tahu yang berguna dalam membagun kesepakatan. Kesepakatan yang kita buat nanti akan menjadi dasar atau pedoman tentang bentuk suatu wilayah yang gunanya untuk menghindari sengketa antar wilayah desa, yang mana dapat di ambil suatu contoh sengketa wilayah yaitu wilayah administratif Kecamatan Tabir hulu dengan kecamatan Pemenang yang mana musyawarah di tingkat Kabupaten oleh Bapak Bupati belum memperoleh kesepakatan karena masing-masing pihak bertahan dengan pendapat mereka masing-masing. Jadi untuk itu perlu kesepakatan demi untuk kelancaran dari pada pembagunan desa. Setelah kita tahu batas antar desa sehingga kta dapat mengali potensi desa di wilayah masing-masing dan memperlancar pembagunan desanya. Dengan Otonomi daerah sekarang kita kembali kepada kemampuan desa masing-masing untuk membagun desanya, karena dari pemerintah sendiri hanya sebagian kecil yang dapat menyentuh dari pada pembagunan dan bila kita hanya berpangku tanggan saja hal itu sama saja dengan istilah jalan di tempat dan hanya sebatas itu pula kemajuan pembangunan desa. Jadi itulah yang dapat saya sampaikan dan untuk kelanjutan dari acara ini saya kembalikan kepada Yayasan Prakarsa Madani.

Abdul Hadison            : Terima kasih, Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakaatuh”. Yang terhormat Bapak Camat atau yang mewakili, yang terhormat Bapak Kepala Desa Baru Pangkalan Jambu, yang terhormat Bapak Kepala Desa Sungai Pinang serta rombongan, yang terhormat Bapak Kepala Desa Bukit Perentak serta rombongan. Tadi sudah disebutkan oleh Bapak Lijarudin bahwa dalam kesepakatan kali ini kita akan mencoba membagun kesepakatan, menyelesaikan hal yang sedah kelas di masa lalu untuk diperjelas lagi supaya terang dan tentunya tidak menjadi silang sengketa dan menghambat pembagunan ke depan. Jadi untuk menentukan batas-batas desa dengan desa tetangga yang dilihat dan dikaji lewat sejarah-sejarah desa yang menyatakan dimana batas wilayah Desa Baru Pangkalan Jambu dengan Desa Bukit Perentak dan Desa Sungai Pinang yang di tandai dengan tanda-tanda alam seperti sungai, bukit, lembah, gunung dan tanda lainnya. Dan itu hanya diketahui Bapak dan Ibu yang ada di sini.Baik untuk lebih akrabnya saya akan memperkenalkan diri, nama saya Abdul Hadison biasa di panggil “Didi”. Saya bersama dengan Ibnu Adrian (memperkenalkan co-fasilitator) atau yang akrabnya dipanggil “Dudung” akan coba membantu dengan cara bersama-sama dengan bapak dan ibu mengali informasi bagaimana sebenarnya dan dimana sebenarnya batas desa sesuai dengan informasi yang kita pahhami bersama dari nenek moyang kita.Dan jauh sebelumnya kami sudah datang kedesa-desa tetangga seperti Desa Sungai Pinang dan Desa Bukit Perentak dan menjelaskan maksud dan tujuan kami datang kedesa ini yang mana melakukan pembelajaran bersama dalam perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam dan yang paham akan hal tersebut adalah bapak dan ibu, begitu pula halnya dengan batas wilayah yang paham adalah bapak/ibu yang hadir disini dan itu berguna dalam perencanaan pembagunan desa. Dan penjelasan-penjelasan itu sudah banyak dilakukan oleh koordinator program kami yaitu Bapak Idris Sardi yang melakukan kunjungan-kunjungan ke desa-desa tetangga. Baik untuk mempersingkat waktu karena hari sudah sore dan dalam musyawarah ini kita rilek saja tidak usah tegang dan inginnya terlihat santai dan saya harap kita nanti dapak membangun kesepakatan. Musyawarah ini nanti akan dipandu oleh dudung, dia nanti akan membuka peta dan skesa desa sementara dan disitu nanti kita akan melihat sungai-sungai dan tanda-tanda lain yang akan membantu dalam menentukan batas desa Baru Pangkalan Jambu.

Dudung                       : “Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakaatuh”, terima kasih kepada Bapak dan Ibu semuanya. Sejalan tentang permasalahan batas desa itu akan sangat berkaitan dengan sejarah masa lalu. Saya yakin itu masih menjadi peganggan dari orang-orang tua kita dari desa-desa kita, baik Desa Baru Pangkalan Jambu, Desa Sungai Pinang, dan Desa Bukit Perentak dan saya yakin juga akan hal itu di provinsi Jambi. Pada Dasarnya hanya sedikit sekali desa-desa yang telah dipetakan secara jelas dan sebenarnya apa yang kita lakukan pada saat ini merupakan subangsih yang sangat besar bagi arah pembagunan daerah desa kita dan mempermudah tugas dan kewajiban pemerintah daerah kita. Karena kita tahu untuk urusan batas seperti ini kalaupun harus menunggu dari pemerintah akan lama juga prosesnya. Tetapii sebenarnya masyarakat dapat juga melakukannya dengan syarat yaitu kita harus bersepakat antar desa, supaya kita membagun kerjasama dan tidak terjadi silang sengketa antar desa yang berbatasan. Saya dan rekan-rekan dari Yayasan Prakarsa Madani dan masyarakat desa Baru Pangkalan Jambu belajar bersama dalam upaya membantu desa ini dalam membuat rumusan perencanaan pembagunan desa dan coba memperjelas wilayah administratif desa. Untuk itu kita telah mendatangi desa-desa tetangga yaitu Desa Bukit Perentak dan Desa Sungai Pinang dalam mensosialisasi maksud dan tujuan kami. Dari proses itu kami telah mengundang pihak desa tetangga tersebut di sini, pada hari yang berbahagia ini untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan wilayah administrasi desa. Satu hal yang perlu di ingat oleh Bapak dan Ibu bahwa dalam memperjelas wilayah administrasi desa bukan berarti menghilangkan hak kepemilikan individu. Dapat diambil contoh misalnya ada orang dari desa Bukit Perentak yang berkebun di wilayah adaministrasi Desa Baru Pangkalan Jambu maka kebunnya tetap hak milik individu warga Bukit Perentak dan Hak kepemilikan tersebut tidak akan hilang menjadi milik Desa Baru Pangkalan Jambu, begitu pula sebaliknya. Tetapi kadang orang takut bila sudah berbicara masalah batas wilayah karena kekwatiran mereka akan kehilangan hak milik individu dan itu cendrung membuat silang seketa dan membuat keributan. Dari saya berkunjung ke Desa Sungai Pinang dan ke Desa Bukit Perentak, saya coba tanyo-tanyo kepada pemerintahan desa tentang tata batas wilayah desa mereka dengan Desa Baru Pangkalan Jambu. Misalnyo dimana batas Desa Bukit Perentak dengan Desa Baru Pangkalan Jambu dan apo tanda-tanda alam tentang batas tersebut, begiu pula sebaluiknya apa-apa saja tanda alam batas Desa Sungai Pinang dengan Desa Baru Pangkalan Jambu. Dari tanyo-tanyo tersebut baru sedikit yang saya tahu dan untuk itulah kita berkumpul di sini, duduk bersama untuk berbicara hal tersebut dan harapannya kita akan mendapat suatu kesepakatan bersama. Tindak lanjut setelah ini adalah turun bersama kelapangan untuk mengecek batas-batas tersebut supaya menjadi pasti dan dapat menjadi pegangan Pemerinthan Desa, Kecamatan dan Kabupaten. Dan akan berlanjut sampai proses pengesahan baik itu di kecamatan, kabupaten, dan provinsi. Dari sedikit gambaran tentang batas wilayah itu nanti akan menjadi gambaran yang penuh dan itu akan tergambar dalam musyawarah ini dan saya ingin dalam pembicaraan ini kita santai saja dan tidak usah terlalu formal supaya lebih enak ngomongnya. Sambil sama-sama melihat sketsa dan peta kita akan meminta nanti kepada Desa Sungaii Pinang untuk memaparkan dimana batas-batas wilayah desanya dengan Desa Baru Pangkalan Jambu. Dan nanti akan dijawab pula dengan Desa Baru Pangkalan Jambu bahwa begini batas-batas dengan Desa Sungai Pinang. Begitu pula halnya dengan Desa Bukit Perentak memaparkan wilayah yang berbatasan dengan Desa Baru Pangkalan Jambu. Bila nantinya terjadi perbedaan dalam pengambaran titik batas wilayah desa kita akan coba membuat kesepahaman dan dilanjuti pengecekan kelapangan dari perwakilan tiap desa.

Abdul Hadison            : “(memberi usulan)” Terlebih dahulu Desa Sungai Pinang menggambarkan terlebih dahulu tentang batas wilayah mereka yang berbatasan lansung dengan Desa Baru Pangkalan Jambu. Kemudian Desa baru juga menggambarkan daerah mereka yang berbatasan langsung dengan Desa Sungai Pinang.

Dudung                       : Baik ada saran dari rekan saya, tetapi saya rasa sebaiknya Desa Baru Pangkalan jambu terlebih dahhulu yang menggambarkan batas wilayahnya setelah itu baru Desa Sungai Pinang menggambarkan batas wilayah mereka dengan Desa Baru Pangkalan jambu.

Tajudin                        : “(Kades Desa Baru Pangkalan Jambu yang baru Dilantik)”. Yang lebih paham tentang desa ini adalah nenek mamak, lebih baik tanyo pado Pak Jahari ?.

Dudung                       : Jadi kato Pak Tajudi yang lebih memahami daerah desa ini Datuk Jahari. Mungkin Datuk biso menceritokan kiro-kiro seperti apo batasnya Desa Baru Pangkalan Jambu dengan Desa Bukit Perentak ?.

Jahari                           : (Melimpahkan kepada Pak Zulkarnain) Yang Mudolah yang cerito .

Zulkarnain                   : (membalas tawaran) Datuklah yang cerito!.

Jahari                           : (menerima) Yang berbatasan dengan Desa Bukit Perentak yaitu Sungai Balo terus ke hulu sungai, kemudian kebukit Padang Enau.

Dudung                       : Terus Tuk, dari Bukit Padang Enau?.

Jahari                           : Terus ke bukit Panion simpang kanan.

Dudung                       : “Hulu Panion “ (mempertegas kata Datuk Jahari)

Jahari                           : “Bukan, hulunyo Panion simpang Ko (menjelaskan dengan gerakan tangan).

Zulkarnain                   : (meluruskan ulasan Datuk Jahari) Hulunyo Sungai Panion simpang kanan.

Dudung                       : “(melanjutkan) Dari situ ?”.

Jahari                           : “Bukit Pela !”.

Dudung                       : Namonyo apo, Tuk ? Bukit Punggung Parang (Menanyakan sekaligus menawarkan jawaban).

Jahari                           : Bukit Punggung Parang (membenarkan)

Dudung                       : Cuman sampai di situ, Tuk?.

Jahari                           : Dari Bukit Punggung Parang terus ke hulu Sungai Tayae.

Dudung                       : Itu yang berbatasan dengan Desa Bukit Perentak?.

Jahari                           : Iya, berbatasan Desa Bukit Perentak dengan Desa Baru Pangkalan Jambu.

Dudung                       : Itu kalo sebelah siko, kalau sebelah sikonyo, Tuk?.(setelah menanyakan batas sebelah timur terus menanyakan batas arah selatan)

Jahari                           : Kalau sebelah siko bebatasan dengan Jalan Kerinci Lamo.

Dudung                       : Sampai kemano, Tuk?.

Jahari                           : Sampai ke hulu Sungai Bandang.

Dudung                       : Itu berbatasan dengan Desa Bukit Perentak.

Jahari                           : (membenarkan) dengan Desa Bukit Perentak.

Dudung                       : Terus itu sampai mano, Tuk ?.

Jahari                           : Sampai Penetai.

Zulkanaen                   : Sampai Penetai itu kiro-kiro dimano, Tuk?,apo di hulu,apo di hilirnyo?.

Jahari                           : Sampai Penetai lamo.

Dudung                       : Bagaiamano perbatasan Desa Baru Pangkalan jambu dengan desa Sungai Pinang.

Jahari                           : Kalau yang berbatasan Desa Baru Pangkalan Jambu yang saya tahu menurut keterangan otang tuo yaitu Pematang Dengung yang berbatasan dengan Desa Sungai Pinang.

Dudung                       : Sampai kemano, Tuk?.

Jahari                           : Sampai ke Gunung Batuah.

Dudung                       : Pematangnyo itu, Tuk!, di puncak bukit?.

Jahari                           : Di puncak!.

Dudung                       : Kalau di tempat sayo, pematang itu adalah pematang sawah, Pak? (berseloroh).

Peserta                         : “Tertawa”.

Dudung                       : Itu yang kato Datuk Jahari yang berbatasan dengan Desa sungai Pinang ? (Melempar pertanyaan kepada peserta MUSTODAT)

Peserta                         : Dengan Desa Sungai Pinang.

Zulkarnain                   : Sebelah Utara (memperjelas arah batas wilayah dengan Desa Sungai Pinang).

Dudung                       : Masih ado kiro-kiro tambahan dari masyarakat Desa Baru Pangkalan Jambu tentang apo yang dikatokan Datuk Jahari ?.

(Suasana sedikit riuh karena terjadi perbincangan hangat diantara peserta Mustodat)

Tajudin                        : Coba minta penjelasan dari Pak Zulkarnain ?.

Dudung                       : Pak Zul. Kato Pak Tajudin, mungkin ado sedikit tambahan tentang batas dan mungkin tahu jugo permasalahannyo?.

Zulkarnain                   : Istilahnyo, berapo jalankolah dimano belayeh pake nabobo, bejalan pake natuo. Apo kato natuo yang mudo ngikut baelah.

Peserta                         : Tertawa mendengar seloko dari Pak Zulkarnain.

Dudung                       : Jadi menurut warga Desa baru Pangkalan Jambu, kalau boleh saya ulangi mulai dari timur yang berbatasan dengan Desa Bukit Perentak Dimulai dari : Sungai Balo, kemudian ke Bukit Padang Enau, terus menuju hulu sungai Panion simpang kanan, melanjut ke Bukit Pela(Bukit Punggung Parang), terus lagi menuju ke hulu sungai Tayae(batas Desa Baru Pangkalan Jambu dengan Desa Bukit Perentak),melanjut lagi ke pematang Bukit Dengung, terus berakhir melewati pematang sampai ke Gunung Batuah. Iya begitu ?.(menujukan pertanyaaan pada pihak tuan rumah)

(melanjutkan ) Itu yang arah timur sampai utara. Kemudian yang dari timur sampai barat, dimulai dari: Dari Sungai Balo, melanjut ke Jalan Kerinci Lamo, kemudian ke hulu Sungai Bandang berakhir sampai batang penetai. Nah, dari Sungai Batang Penetai untuk nyambung sampai ke Gunung Batuah itu macam mano, apokah mengikuti pematang atau sungai ?.

Zulkarnain                   : Kalau mengikuti ruas Jalan Kerinci Lamo, putusnya sampai pada Sungaii Batang Penetai.

Dudung                       : Batas itu terputuslah, Pak. Bagaimano biso berhubungan dengan Gunung Batuah?.

Zulkarnain                   : Menuruti ruas Jalan Kerinci lamo ke Sungai Penetai, berarti sudah turun ke Sungai Batang Penetai sudah habis bats wilayah Desa Bukit Perentak dan selanjutnya milik Desa Baru Pangkalan Jambu mengikuti sungai menuju Ke Gunung Batuah. Jadi sebelah kiri ruas Jalan Kerinci Lamo untuk Desa Bukit dan sebelah kanan untuk Desa Baru Pangkalan Jambu.

Dudung                       : Saya ingin dengar dari Desa Sungai Pinang, bagaimana tanggapannya dengan penjelasan dari Desa Baru Pangkalan Jambu. Apakah ada permasalahan ?, kalau ado dimano ?.

Yusuf                          : (Kepala Desa Sungai Pinang) Pengetahuan kami hampir lebih kurang, menurut keterangan dari orang tuo batas di mulai dari pematang Bukit Punggung Parang , menlanjut ke Bukit Nagan, terakhir ke Gunung Betuah. Yang mana sebelah sikomasuk ke Desa Sungai Pinang dan sebelah siko masuk ke dalam wilayah Desa Baru Pangkalan Jambu(bercerita dengan gerakan tangan).

Dudung                       : Ado masalah, Pak?.

Yusuf                          : Tidak ado masalah.

(Suasana musyawarah riuh terjadi perbincangan kecil sesama peserta karena ada salah tanggap dari penjelasan Pak Yusuf)

Tajudin                        : Jadi tanggapannyo biso samo, tapi pemahan kito berpikir biso berbeda dalam pemahaman. Jadi dari Bukit Dengung atau Bukit punggung Parang dari penjelasan Pak Yusuf tersebut bahwa air yang mencucur dari pematang Bukit Punggung Parang yang mengarah ke Desa Sungai Pinang menjadi milik Desa Sungai Pinang dan air yang mencucur ke arah Desa Baru Pangkalan Jambu menjadi milik Desa Baru Pangkalan Jambu.

Zulkarnain                   : Jadi intinyo pematang bukit itulah, entah itu Bukit Pematang Parang atau Bukit Kapak.(berseloroh sambil menegaskan tanda batas)

Peserta                         : Tertawa.

Tajudin                        : Selaku orang tuo, kito minta pendapat samo Mak Kina karena orang tuo ko sudah jauh perjalanannyo sampai ke bukit perbatasan itu.

Dudung                       : Cerito, Mak.Sedikit tentang wilayah kito ini?.

Rakinah                       : Cerito Bukit Bedengung itu, karena bukit itu tinggi dan di bawahnya ado sungai dan di kelilingi bukit lain. Nah, kalau kita ngomong (teriak), omongan kito bedengung (gema) dan di sebut Bukit Dengung.

Dudung                       : Jadi sudah pas itu Pak Yusuf , bahwa itu melewati pematang Bukit Punggung Parang (Bukit Degung) terus ke Gunung Batuah.

Yusuf                          : Iyo.

Dudung                       : Kito minta lagi pendapat dari Desa Bukit Perentak tentang penjelasan dari Desa Baru Pangkalan jambu . Yang mana penjelasan batas tadi dimulai dari seberang berupa Hulu sungai Tayae, terus ke Bukit Pela, melanjut Hulu Panion simpang kanan , kemudian ke Padang Enau terus mennyusuri sungai Balo, ke Jalan Kerinci Lamo, terus ke Hulu Sungai Bandang dan berakhir di Sungai Batang Penetai.

Fahrizal                       : (Utusan Desa Bukit Perentak) Terima kasih kepada Yayasan Prakarsa Madani, sebenarnya saya masih kabur soal batas wilayah, tapi sesuai kato orang tuo kito dulu batas Desa Bukit Perentak dengan Desa Baru Pangkalan Jambu dari timur ke utara adalah dari Sungai Balo, ke Padang Enau, kemudian ke Hulu Sungai Panion sebelah kanan dan terakhinya Bukit Pela dan sesuai dengan kato orang tuo Desa Baru Pangkalan Jambu. Untuk arah baratnya dimulai dari Jalan Kerinci Lamo, terus ke Hulu Sungai Bandang dan berakhir di Sungai Batang Penetai.

Dudung                       : Jadi itu sudah pas?.

Fahrizal                       : Iya, sudah pas.

Dudung                       : Jadi dari Sungai Balo, terus menyebrang ke Jalan Keinci Lamo, melewati Hulu Sungai Bandang dan berakhir di Sungai Batang Penetai. Dari Sungai Balo ke Jalan Kerinci Lamo itu lurus, Pak?.

Fahrizal                       : Tidak, dari Sungai Balo melengkung ke Lubuk Panjang baru naik ke ateh.

Tajudin                        : Untuk lebih jelas batas dengan Desa Bukit Perentak coba kita tanyo samo Pak Lizarudin.

Dudung                       : Biso beri keterangan kiro-kiro Pak Haji?.

Lijarudin                     : Kalau masalah ko saya ini jarang ado di dusun coba kito tanyo samo nenek mamak ?.

(Peserta tersenyum mendengar jawaban Pak Lijarudin.)

Dudung                       : Macam mano, Tuk?.

Jahari                           : Memang pas lah apo yang dikatokan oleh orang Desa bukit Perentak.

Dudung                       : Apo ado yang lain lagi bapak-bapak kkarena kito nampaknyo tidak ado masalah batas dengan Desa Bukit Perentak dan Desa Sungai Pinang ?.

Jahari                           : Ado sedikit, sesuai pepatah mengatakan “kepompong kapal ngetapo , kapal pelito pelitina. berbohong ambo tidak tanggung kabar berito darii nenek moyang dahulu.

(peserta tertawa mendengar pepatah dari Datuk Jahari)

Abdul Hadison            : Apo artinyo, Tuk?.

Zulkarnain                   : artinyi dio itu menerimo apo kato orang tuo terdahulu tapi kalai orang tuo bohong dio tidak mau tanggung jawab. Macam itulah kiri-kiro artinyo.

Dudung                       : Jadi intinya kito tidak ada masalah batas dengan Desa Bukit Perentak dan Desa Sungai Pinang. Ado baiknyo saya cerito kan lagi batas desa tersebut supaya kito samo-samo dapat mengecek apo-apo yang dikatokan Datu-Datuk dan nantinya akan kita buat peta kayak yang dii buat oleh bapak-bapak dari pertanahan. Dari utara yang berbatas dengan Desa Sungai Pinang yaitu dimulai dari pematang Bukit Punggung Parang/Bukit Dengung terus ke Bukit Nagan dan berakhir ke Gunung Batuah. Dan yang berbatasan dengan Desa Bukit Perentak yaitu dari arah timur ke barat dimulai dari Bukit Pela terus menuju ke Hulu Sungai Panion simpang kanan, melanjut ke Padang enau dan terus ke Sungai Balo dan melengkung ke Lubuk Panjang naik ke atas melewati Jalan kerinci Lamo, menyusuri pematang ke Hulu sungai Bandang dan berakhir sampai pada Sungai Batang Penetai tepatnya di Penetai Lamo.

Artinya batas Desa Baru Pangkalan Jambu dengan Desa Sungai Pinang dan Desa Bukit Perentak sudah satu pemahaman dan ini nantinya sebagi peganggan generasi muda dan pemerintahan desa. Tindak lanjutnya nanti kita akan mengecek ke lapangan untuk pembuktian dan dilanjutkan pada proses pengesahan kesepahaman yang terlebih dahulu di buat berita acaranya dan nanti di periksa bila ada kesalahan penulisan. Untuk acara selanjutnya saya persilakan pemandunya yaitu Bapak Abdul Hadison.(Assalamu alaikum warahmatullah wabarakaatuh)

“Peserta membalas salam “

Abdul Hadison            : Terima kasih kepada Saudara Dudung. Untuk pembuktian nanti kita akan turun kelapangan untuk mengecek Bukit Dengung yang diceritakan oleh Mak kina. Untuk itu terlabih dahulu kita akan mengadakan pelatihan penggunaan alat dan membuat peta yang nantinya akan di buat bersama masyarakat secara partisipatif . Alat pembuat peta itu diberinama GPS (Global Position Sistem) alat ini berfungsi dalam mengambil titik koordinat yang langsung di ambil dari satelit dimana titik ini tidak akan berubah. Alat yang kami bawa ini ada dua jenis yaitu Magelan G 300 dan Garmin 3+. Untuk itu kita akan di dampingi oleh Alex, Dermanto alias D-bot, Kocu dan Dudung bila terlupa dalam proses belajar. Pelatihan ini akan direncanakan akan di ikuti oleh 5 orang dari setiap desa dan rencananya pelatihan akan diadakan selama 2 hari.

Syanusi                        : (Utusan dari Sungai Pinang) Menginap di sini berapa hari?.

Abdul Hadison            : Dua hari, Pak.

Syanusi                        : Sampaikapan bapak ada di sini ?.

Abdul Hadison            : Lima bulan dalam 2 desa yang akan kami kunjungi.

Syanusi                        : Mungkin yang dari Sungai Pinang meminta hari pelatihan yaitu hari sabtu dan minggu.

Abdul Hadison            : Bagaimana dengan Desa Bukit Perentak ?.

Zulkarnain                   : Kami akan persiapkan.

Abdul Hadison            : Bagaimana dengan Desa Baru Pangkalan jambu?.

Tajudi                          : Kita siap menampung karena kita tuan rumah.

Abdul Hadison            : Oke, kita akan pelatihan pemetaan pada sabtu dan minggu dan penginapan kami berada di pukesmas dekat Balai Desa. Untuk menutup acara nanti kita serahkan kepada Bapak Lijarudin tapi sebelumnya mungkin ada yang ingin di sampaikan oleh Koordinator.

Idris Sardi                   : Terima kasih, mengenai tujuan kami kiranya sudah diketahui oleh bapak dan ibu. Satu cita-cita bagi kami adalah melihat desa ini maju dan untuk maju syaratnya adalah melakukan suatu tindakan yang memiliki perencanaan yang baik dan matang. Kami rombongan ini mempunyai keahlian masing-masing sesuai dengan pendidikan yang pernah diperoleh dan sesuai pula dengan pengalaman, ada yang ahli di bidang pertanian, ekonomi, pemetaan dan sebagainya yang nanti teman-teman saya itu akan berupaya membantu, bersama-sama masyarakat memecahkan persoalan dan coba membuat perencanaan desa ke depan terutama berkenaan dengan pengelolaan sumberdaya alam, itupun akan dilakukan bersama dengan masyarakat. Dan salah satu alat yang kita gunakan untuk menuju ke arah sana adalah peta yang mengambarkan keadaan desa secara luas baik mengenai hutan, kebun, sawah, dan semuanya itu akan kita apakan nantinya. Sebenarnya harapan dan cita-cita kami kiranya nanti program ini dapat pula dilakukan di desa Sungai Pinang, Desa bukit Perentak, bahkan kalau bias seluruh desa di Kecamatan Sungai Manau seperti yang juga menjadi harapan pak Camat Sungai Manau ketika yang disampaikan beliau ketika saya bertemu beberapa waktu yang lalu. Demikian barangkali bapak – ibu yang dapat saya sampaikan dan sebelum mengahiri acara kami mengucapkan terima kasih atas kehadiran bapak dan ibu, dan mohon maaf atas kekurangan.

Abdul Hadison            : Terima kasih kepada Pak Idris. Beliau ini adalah seorang sarjana pertanain dan nanti bisa menjadi tempat bertanya-tanya dan kita akan mencoba menjawab permasalahan bapak semampu yang kami tahu. Dan sebenarnya saya sedikit kecewa karena dalam Mustodat ini hanya sedikit sekali seloko-seloko yang dikeluarkan. Sebelum nanti ditutup oleh Pak Lijarudin,saya ingin mengucapkan “Assalamualaikuk wara matulah wibarakatu”.

H.M. Lijarudin            : Harapan kami kepada Yayasan Prakarsa Madani disamping melakukan pembelajaran yang pertama kali di desa ini dapat pula nantinya melakukan program serupa inidi desa-desa lain di Kecamatan Sungai Manau ini. Contohnya desa kami ini kalau tidak ada pemandunya maka desa kami ini belum tentu memiliki Hutan Adat. Dan ada lagi contoh karena keputusan Bupati untuk membuat hutan adat di setaip desa tetapi karena tidak ada pemandunya sehingga hal tersebut tidak menjadi kenyataan di desa lain sehingga membuat kecemburuan dari desa lain. Jadi dengan hutan adat ini kami mencoba melestarikan hutan yang dapat dibandingkan dengan TNKS yang saya rasa sudah mengalami kehancuran. Dengan seizing adat dan pemerintah kabupaten kami telah memamfaatkan hutan tersebut untuk pembangunan mesjid. Satu lagi harapan kami kiranya membantu masyarakat dalam memberi pengetahuan dan penyuluhan dalam bercocok tanam (bertani) karena banyak tanah kosong yang belum dimamfaatkan dan padi hanya ditanam sekali setahun yang mana sebelumnya desa ini talah swasembada beras dan kini mengimpor beras dari Dolok untuk keperluan hidup. Itulah harapan kami dan sebagai penutup dari acara ini, saya ucapkan “assalamualaikaum wara matulah wibarakatu”.

Acara Musyawarah Tokoh Masyarakat dan Adat telah di tutup oleh perwakilan dari camat yaitu Bapak Lijarudin dan sambil menunggu berita acara kesepakatan di buat dan acara penandatangan, para tokoh masyarakat dan adat melakukan perbincangan kecil sambil menikmati hindangan ringan dan ada sebagian tokoh masyarakat dan adat yang meminta izin untuk solat Ashar yang selaku imam adalah Pak Ali Basar.

Setelah beberapa saat menunngu berita acara selesai di buat dan Saudara Dudung membacakan kesepakatan tersebut kepada Tokoh Masyarakat dan Adat untuk koreksi ulang isi kesepahaman. Dan baru dilakukan penandatanganan berita acara kesepakatan.

Hasil Kesepakatan

Hasil dari Musyawarah Tokoh Masyarakat dan Adat tersebut menyepakati batas wilayah administrasi Desa Baru Pangkalan Jambu dengan Desa Sungai Pinang dan Desa Bukit Perentak. Dan kesepakatan batas wilayah administrasi tersebut adalah :

  1. Batas wilayah aministrasi Desa Baru Pangkalan Jambu dengan Desa Sungai Pinang adalah sebagai berikut yaitu dimulai dari Pematang Dengung Bukit Punggung Parang terus mengikuti pematang sampai ke Gunung Batuah.
  2. Batas wilayah administrasi Desa Baru Pangkalan Jambu dengan Desa Bukit Perentak adalah sebagai berikut, dari arah timur ke utara dimulai dari Muara Sungai Balo mengikuti aliran sungai sampai ke Pematang Padang Enau terus ke Hulu Sungai Panion Simpang Kanan, naik ke Bukit Pela dan berakhir di Hulu Sungai Tayae. Dari arah timur ke arah selatan di mulai dari Muara Sungai Balo melengkung ke Lubuk Panjang naik ke Jalan Kerinci Lamo terus berjalan sampai ke Penetai Lamo di Sungai Batang Penetai.

—- 00000 —

Istilah Benang Tigo Sepilin (BTS) akan ditemui ketika ada proses pengambilan keputusan baik keputusan yang menyangkut penyelesaian suatu masalah di desa maupun keputusan yang berkenaan dengan perencanaan pembangunan desa. BTS merupakan wadah pengambilan keputusan yang sudah ada di desa BPJ sebelum BPJ ditetapkan sebagai desa defenitif. Wadah pengambilan keputusan ini boleh jadi merupakan suatu isntitusi atau aturan main dari suatu komuniti dan boleh jadi juga merupakan organisasi karena ada pemain atau pelaku-pelakunya.

Unsur-unsur BTS ini terdiri dari: Pertama, unsur aparat pemerintah desa (Kades, Sekdes, Kaur dan Kadus). Kedua, unsur tokoh-tokoh adat (Rio Niti sebagai pucuk pimpinan adat, Dt Gedang Sat, Dt Kampung Sat dan Dt Paduko Kayo). Dan Ketiga, Unsur tokoh-tokoh agama / syara’ (Imam, Khatib dan Bilal). Karena harus ada tiga unsur ini dalam pengambilan keputusan maka wadah ini disebut juga dengan Benang Tigo Sepilin atau Tigo Tungku Sejarangan. Makna dari BTS ini adalah jika salah satu unsur tidak ada, maka keputusan tidak dapat dibuat. Ibarat memasak nasi, jika hanya ada dua tungku untuk menjerangkan periuk, maka periuk jelas tidak dapat diletakkan di atas dua tungku tersebut dan tentunya nasi tidak dapat dimasak.

Pengamatan sepintas dari Tim Studi terhadap BTS desa BPJ adalah bahwa telah terjadi keretakkan dari unsur-unsur ini. Dengan kata lain pilinan benangnya sudah tidak kuat lagi atau tungku-tungku yang tigo sudah goyah. Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh tidak kuatnya pilinan benang ini terlihat dari pengabaian warga terhadap sangsi yang dijatuhkan jika warga berbuat salah. Akibat lain misalnya terhambatnya beberapa proses pembangunan seperti pembangunan PLTA mikro terutama yang membutuhkan swadaya tenaga masyarakat.

Diduga bahwa melemahnya pilinan benang ini dikarenakan oleh tidak konsistennya unsur ini dalam melaksanakan keputusan ataupun menerima sangsi terhadap pelanggaran tertentu, seperti kata petitih tongkat yang membawa rebah atau pagar makan tanaman. Ketidak konsistenan ini terlihat dari adanya pilih kasih unsur-unsur ini terhadap sangsi yang dijatuhkan, terutama bila yang dikenai sangsi adalah keluarga maupun keponakan mereka sendiri. Kondisi pilih kasih dalam menjalankan sangsi ini tentunya menjadi pelajaran yang berharga bagi warga desa. Ungkapan-ungkapan warga desa seperti ungkapan si Anu salah tidak dikenai sangsi karena si Anu adalah keluarga BTS, mengapa pula saya harus di berikan sangsi jika salah, adalah ungkapan yang mencerminkan kurangnya kepercayaan dan penghargaan warga terhadap BTS ini.

Keretakkan BTS karena kepentingan-kepentingan pribadi unsur-unsurnya dan ketidak konsistenan BTS dalam menjalankan keputusan, merupakan kendala besar yang akan dihadapi oleh desa dalam menjalankan setiap program pembangunan ke depan. Mengapa tidak, BTS yang jika dipinjam istilah Foley dan Edwards (1999) merupakan modal sosial yang memungkinkan terjadinya kapasitas lokal yakni suatu kemampuan komunitas untuk memecahkan masalah mereka secara kolektif, telah menipis di desa BPJ. Dapat dibayangkan jika institusi dan organisasi pengambilan keputusan terutama untuk memecahkan masalah-masalah bersama sudah mengabur ataupun menipis, maka desa BPJ tidak akan dapat memainkan perannya sebagai desa otonom seperti yang dikehendaki oleh UU no 22 tahun 1999.

 

 

Selamat datang di halaman website Prakarsa Madani. Nantikan berita terkini dari kami. Kunjungi site kami secara berkala. Semoga kita menjadi partner yang baik. Have a nice day..